Jakarta, majalahspektrum.com – HASIL Musyawarah Besar (Mubes) VIII Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) 2018 yang menghasilkan Pdt. Dr. Jacob Nahuway, MA kembali sebagai Ketua Umum PGPI, untuk masa periode 2018-2023 dinilai tidak sah dan cacat aturan.
Jacob Nahuway yang dipilih dalam Sidang Pleno Pemilihan Ketua Umum PGPI, ternyata menimbulkan polemik pada sebagian peserta Mubes yang berlangsung mulai tanggal 12-15 November 2018 di GBI Mawar Sharon, Kelapa Gading, Jakarta itu.
Melalui Pers rilis yang beredar, terdapat pernyataan sikap berupa keprihatinan atas hasil mubes tersebut terkait tentang pemilihan Ketua Umum. Pasalnya, proses terpilihnya Jacob dinilai melanggar Anggaran Rumah Tangga PGPI.
“Hari ini kita memberikan press release untuk keprihatinan dan dikemudian hari apakah ada langkah selanjutnya atau tidak, kita menyerahkan kepada pemegang hak suara,” ujar Pdt. Dr. Sherlina Kawilarang, MBA., kepada awak media saat konferensi pers di Hotel POP Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis, (15/11/2018) lalu, seperti dikutip dari laman wartanasrani.com.
Salah satu poin penting yang menjadi alasan keprihatinan para pemegang hak suara idalah tidak dilakukannya verifikasi terlebih dahulu, terkait surat rekomendasi dari gereja sinode terhadap bakal calon Ketum Jacob Nahuway, sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Rumah Tangga PGPI Bab V, Pasal 6, Ayat II, No. 9, halaman 100.
“Seharusnya pimpinan sidang tidak langsung menetapkan Pdt. DR. Jacob Nahuway sebagai Ketua Umum PGPI 2018-2023,” kata Sherlina.
Jika dilakukan verifikasi terhadap Jacob, Sherina menduga yang bersangkutan tidak memiliki ijin dan rekomendasi dari sinode asalnya, yakni GBI.
“Sebelumnya pimpinan sidang telah menyampaikan akan dilakukan verifikasi Calon Ketua Umum sebelum pemilihan dilakukan,” ungkapnya.
Dikatakan Sherlina, sayangnya pimpinan sidang tanpa melakukan verifikasi dengan meminta persetujuan Peserta Sidang (tidak memperhatikan interupsi BANYAK Peserta Sidang), begitu saja menetapkan Pdt. DR. Jacob Nahuway, sebagai Ketua Umum PGPI 2018-2023.
“Bilamana benar Pdt. DR. Jacob Nahuway tidak ada Surat Rekomendasi Sinodenya, maka telah terjadi pelanggaran Anggaran Rumah Tangga Bab V Pasal 6 ayat II angka 9, yaitu “tidak ada rekomendasi dari Sinodenya,” tegasnya.
Sementara, Ketua BPH Sinode GBI, Pdt. Dr. Japarlin Marbun membenarkan bahwa tidak ada surat ijin dan rekomendasi yang dibuat pihaknya kepada Pdt, Jacob Nahuway.
“Masalahnya bukan Sinode tidak memberi, tetapi Pak Jacob Nahuway tak pernah meminta surat rekomendasi ke Sinode GBI untuk maju menjadi calon Ketua Umum PGPI,” kata Japarlin menjelaskan.
Menyikapi adanya pelanggaran terhadap Anggaran Rumah Tangga PGPI, serta adanya dugaan bahwa mubes tidak berjalan dengan jujur dan adil, pemilik suara tertinggi kedua bakal calon Ketua Umum, Pdt. Sherly Kawilarang akhirnya menengahi keinginan pimpinan sinode gereja yang mendukungnya dengan membuat pernyataan keprihatinan bersama.
“Saya menahan teman-teman yang mendukung saya. Ada yang meminta hasil pemilihan kita tolak. Ada yang mengusulkan agar mendirikan PGPI tandingan, bahkan ada pemikiran untuk dilaporkan kepada pihak yang berwajib. Saya menahan teman-teman agar kita membuat surat keprihatinan saja,” tuturnya.
“Hal lumrah dalam setiap pemilihan ketua organisasi ada menang dan kalah. Saya tak berambisi menjadi ketua umum. Saya diusulkan teman-teman, Saya direkomendasikan sinode gereja Saya. Yang membuat kami bersikap ini, oleh karena sesungguhnya belum ada yang terpilih menjadi ketua, tahu-tahu sudah ditetapkan. Ini tak benar! Tahap awal masih penetapan bakal calon,” sambungnya.
Melihat adanya surat pernyataan keprihatinan yang ditandatangani kurang lebih tiga puluhan pendeta dari berbagai sinode tersebut, boleh dikata, menjadikan Pdt Dr, Jacob Nahuway sebagai Ketum PGPI yang tidak legitimate alias tidak sah sepenuhnya. (DBS)
Be the first to comment