Kepada Jokowi KSBSI Usulkan Program Employment Insurance Untuk Pembangunan Ketenagakerjaan

Jakarta, majalahspektrum.com – SEBAGAI Blue Print Pembangunan Ketenagakerjaan di Indonesia, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) mengusulkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selanjutnya untuk menerapkan program Employment Insurance (jaminan pekerjaan).

“Dengan adanya employment insurance akan mengurangi beban anggran pemerintah sekaligus adanya kepastian mendapatkan pekerjaan baru bagi pekerja yang mengalami pemberhentian kerja,” kata Sekjend Dewan KSBSI, Edward Marpaung, SE di kantornya, Cipinang Muara, Jakarta Timur, Jumat (25/4/2019) petang.

Terkait program janji kampanye Jokowi soal Kartu Pra Kerja, Edward berharap peruntukannya bukan cuman kepada tenaga kerja baru tetapi juga untuk tenaga kerja yang sedang menganggur tengah mencari pekerjaan baru.

Menurut Edward, dibutuhkan dana yang besar untuk merealisasikan program employment insurance ataupun kartu pra sejahtera, untuk itu pihaknya mengusulkan agar pemerintah mengutip iuran dari pekerja dan pengusaha. Praktiknya bisa seperti program Jamsostek iuran Jaminan Hari Tua (JHT) dimana sebagian uang iurannya ditalangi perusahaan atau pengusaha.

“KSBSI tidak setuju kalau anggaran untuk program kartu pra kerja dibebankan seluruhnya dari APBN. Ada 40 juta tenaga kerja di Indonesia, jika satu orang pekerja dikutip iuran Employment Insurance Rp,4.000 saja, sebulan dapat dana 160 miliar, dana inilah yang dipakai untuk melatih skill baru tenaga kerja disesuaikan dengan keahlian yang dibutuhkan (lowongan pekerjaan) perusahaan. Intinya ada jaminan tenaga kerja yang berhenti kerja mendapatkan pekerjaan baru,” jelasnya.

Lagi kata Edward, pemerintah harus ada “Blue Print” pembangunan tenaga kerja Indonesia seperti yang diterapkan di beberapa negara maju, salah satunya lewat program employment insurance berbasis keterbukaan data base online (digital).

“Keterbukaan informasi tentang jumlah tenaga kerja yang ada, lowongan pekerjaan yang tersedia atau dibutuhkan suatu perusahaan dan skill calon pekerja yang dibutuhkan. Data base tentang hal itu bias diakses secara online dengan demikian secara otomatis memberantas praktik perekrutan tenaga kerja outsourching,” terangnya.

Diungkapkan Edward, jika program tersebut diterapkan memang akan menjadi masalah bagi perusahaan yang ada di Indonesia saat ini. Alasannya, perusahaan yang keberatan tersebut takut diketahui jumlah tenaga kerja yang sesungguhnya yang dipekerjakan, mesin apa saja yang ada, tidak bias menerapkan pekerja outsourching dan besaran pajak yang harus dibayar sesungguhnya.

“Dari analisa kami, banyak perusahaan jasa outsourching pemiliknya adalah para manager, sanak saudara atau keluarga dari perusahaan itu sendiri. Perusahaan di Indonesia suka yang ‘Gelap-gelap’ takut transparansi, di sisnilah diperlukan keberanian pemerintah bersikap tegas demi kebaikan bagi perekonomian Negara khususnya mengurangi pengangguran,” bebernya.

Diakui Edward, beberapa rekan organisasi buruh saat pertemuan ILO tidak setuju diterapkannya program Employment Insurance. “Alasannya ngapain kasih iuran (uang) untuk pengangguran. Padahal, semua tenaga kerja yang sedang bekerja dipastikan terancam pensiun atau berhenti kerja. Persoalannya, bagaimana pekerja yang berhenti bekerja segera mendapatkan pekerjaan baru,” tutur Esward.

Melalui program Employment Insurance ini juga, lanjut dia, pemerintah tidak terlalu dibebankan dana terkait adanya program subsidi uang bulanan bagi kebutuhan keluarga calon pekerja karena calon pekerja sedang mengikuti pelatihan skill tenaga kerja dibalai pelatihan kerja sebelum mendapatkan pekerjaan baru.

“Jadi meski sedang menganggur, sedang mengikuti pelatihan, calon pekerja tidak khawatir dan bias mengikuti pelatihan dengan tenang karena kebutuhan sehari-hari keluarganya aman diberikan dari pemerintah. Tentu ini membutuhkan anggaran yang sangat besar, oleh karena itu janaganlah semuanya dibebankan ke APBN tetapi ada juga dari pekerja dan perusahaan melalui program employment insurance ini,” papar Edward.

Diketahui, dalam janji kampanyenya dalam Pilpres, calon Presiden Jokowi mengeluarkan program Kartu Pra Kerja. Selain itu, saat ini, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) memiliki program pelatihan bagi calon pekerja baru dan pekerja yang tengah menganggur mencari pekerjaan baru. Pelatihan skill oleh Kemenakertrans tersebut disesuaikan dengan kebutuhan skill tenga kerja akibat era revolusi industri 4.0. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan