Diskriminatif Terhadap Perempuan, Ini Istiadat Batak Yang Perlu Dihilangkan

Dari Kiri ke Kanan: Ephorus HKBP Farwin Tobing, Ketua Panitia Sri Rama Butarbutar, Ketum PGI Henriette Hutabarat Lebang, Kadep Koinonia HKBP Martongo Sitinjak

Jakarta, majalahspektrum.com – SUKU Batak dikenal menganut adat istiadat yang Patrialistik (mengutamakan kaum Laki-laki). Terdapat kebiasaan atau istiadat batak yang mengandung perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan.

Terkait hal itu, pimpinan tertinggi gereja HKBP, Ephorus Dr, Darwin Lumban Tobing, S.Th mengatakan istiadat diskriminatif tersebut harus dihilangkan dalam kehidupan orang batak karena tidak sesuai lagi dengan situasi dan tuntutan jaman sekarang ini.

“Ada beberapa adat istiadat warisan nenek moyang kita yang sudah harus dihilangkan karena mengecilkan keberadaan dan peran partisipasi perempuan,” kata Ephorus dalam paparannya di acara pra konferensi perempuan HKBP 2019, Wisma Kinasih, Sukabumi, Senin (13/5/2019).

Beberapa istiadat orang batak yang dimaksud ephorus di antaranya; penyebutan perempuan isteri batak sebagai “Parnijabu” (orang rumah) yang mengandung makna pekerjaan perempuan atau isteri hanya di rumah. Selain itu, ada istilah istiadat batak yang mengatakan jika suami meninggal dunia disebut “Marponggol Ulu” (kepala putus) yang dapat diartikan isteri yang ditinggalkan tidak dapat menikah lagi.

“Sedangkan untuk laki-laki yang ditinggal mati isteri disebut ‘Matompas Tataring’. Kalau kepala yang putus tidak bisa diganti tapi kalau tataring (dapur) bisa diganti,” terangnya.

Hal diskriminatif lainnya dalam istiadat batak terhadap kaum perempuan juga berlaku soal harta warisan orangtua. Dalam adat batak, hanya anak laki-laki yang mendapatkan warisan, khususnya soal tanah dan rumah.

HKBP, kata Ephorus, saat ini tidak lagi membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Sejak tahun 80’an HKBP sudah memberikan kesempatan kaum perempuan untuk menjadi pendeta HKBP. Bahkan, keberadaan Bibelfow dan Diakones HKBP adalah untuk memberikan tempat pelayanan kepada kaum perempuan.

“Saat ini, 2 dari 5 pimpinan HKBP adalah perempuan. Ini sudah lebih dari 30 persen kalau mengacu pada aturan pemerintah pada umumnya soal partisipatif perempuan,” tutur Ephorus Darwin.

Diketahui, kepemimpinan pusat di gereja HKBP bersifat kolegial. Ada 5 pimpinan HKBP yakni; Ephorus, Sekjend, Kepala Departemen (Kadep) Koinonia, Marturia dan Diakonia. Ada 2 pendeta perempuan dari kelima pimpinan tersebut yakni; Pdt, Dr, Ana Vera br Pangaribuan (Kadep Marturia) dan Pdt, Dr, Debora br Sinaga (Kadep Diakonia). (arp)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan