People Power Atau Pemaksaan Kehendak?. Apa Sebab?

Para Alumni Aktifis Gerakan People Power Reformasi 1998

Jakarta, majalahspektrum.com – Begitu mengetahui hasil Quick Count dari 6 lembaga survey independen, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres 02 Prabowo-Sandiaga menyatakan tidak menerima hasil quick count bahkan menuding semua lembaga survey yang telah dipercaya puluhan tahun tersebut tidak kredible dan bagian dari pendukung Capres 01 saingannya.

Sebenarnya, jauh hari sebelum pencoblosan BPN dan Capres 02 Prabowo Subianto telah melakukan pengiringan opini publik dengan mengatakan penyelenggara Pemilu KPU dan Bawaslu tidak dapat dipercaya. Hal itu mungkin saja dilakukan karena hasil survey internal mereka (BPN) sudah mengetahui bahwa Capres-Cawapresnya bakal kalah.

Bikin polling pool dan survey sendiri, Prabowo lantas mengklaim dirinyalah yang memenangkan Pilpres 2019 lantas melakukan sujud syukur. Jumlah suara kemenangan yang diklaim pun cukup unik karena berubah-ubah persentasenya, yakni; 52 % lalu berubah 62 %, sempat juga klaim menang 80% dan terakhir jelang penghitungan akhir real count KPU mengklaim menang dengan perolehan 54% suara.

Berbagai upaya dilakukan untuk memaksakan diri sebagai pemenang Pilpres oleh pendukung Prabowo hingga adanya ajakan untuk melakukan “People Power” mengeruduk kantor pusat KPU dan Bawaslu.

People Power adalah gerakan massa untuk mendesak keinginan mayoritas rakyat. People power pernah terjadi pada tahun 1998 yang kala itu mendesak Presiden ke-2 RI, Soeharto untuk mundur karena dinilai diktator dan marak KKN yang membuat perekonomian negara terpuruk.

Melihat dari orang-orang yang ingin melakukan gerakan People Power terhadap KPU dan Bawaslu, bisa disimpulkan gerakan tersebut bukanlah gerakan rakyat tetapi gerakan pemaksaan kehendak dari sekelompok orang yang tidak terima Capresnya kalah dan memaksa jadi pemenangnya.

People Power yang diserukan Amien Rais dan Egi Sujadna tersebut tanpaknya ingin mengulangi suksesi mereka saat menjungkalkan Ahok di Pilkada DKI Jakarta dengan isu penistaan agama.

Pemerintah didukung rakyat mayoritas hendaknya tak membiarkan hal seperti ini terus terjadi. Perlu tindakan tegas menghadapi orang-orang yang ingin memaksakan kehendaknya. Bila dibiarkan dan diakomodir akan semakin bertingkah. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “Dikasih Hati Minta Jantung”. Selain itu, cara-cara seperti itu merupakan kemunduran demokrasi, melemahkan hukum sebagai panglima dan pembodohan rakyat.

Lalu apa yang jadi penyebab begitu ngototnya kelompok pengusung Capres 02 memaksakan kehendak dengan tujuan agar Prabowo-Sandiaga jadi pemenang Pilpres?. Sebelum itu, kita lihat dahulu siapa-siapa saja kelompok yang paling berkepentingan dan militan pendukung Capres 02.

Selain dukungan parpol dari Gerindra dan PKS, Prabowo-Sandi dikung oleh kelompok penganut Orde Baru, khususnya keluarga “Cendana” dan kelompok Islam radikal semacam HTI dan FPI.

HTI tentu kecewa dan balas dendam kepada Presiden Jokowi yang membubarkannya. FPI pun terancam izin organisasinya tak diperpanjang oleh Kemendagri. Sedangkan kelompok pengagum Orde Baru marah karena “Priuk nasi” haramnya hilang satu persatu karena kebijakan Jokowi. Keluarga Cendana lain lagi, selain bisnis mereka terancam, tidak menutup kemungkinan mereka ingin balas dendam atas apa yang dialami Soeharto yang dilengserkan rakyat lewat gerakan people power reformasi 1998 dan ingin Soeharto diangkat sebagai pahlawan bangsa, suatu hal tak kesampaian puluhan tahun diperjuangkan.

Beruntung mayoritas rakyat Indonesia tidak amnesia (lupa ingatan) akan sejarah reformasi dan dosa-dosa keluarga Soeharto pun Prabowo sehingga Jokowi menang Pilpres 2 kali berturut-turut dari Prabowo.

People power reformasi 1998 tentu berbeda dengan dengan gagasan People Power ala BPN, pendukung Capres 02. Selain tak didukung mayoritas rakyat, gerakan people power ala 02 juga tidak mewakili rakyat yang ingin perubahan. Pemerintahan Jokowi dinilai sudah baik, bersih korupsi, jujur dan bekerja keras demi Indonesia jaya.

Jokowi dan anak-anak serta saudaranya tidak menumpuk harta dengan KKN. Para pendukungnya pun mayoritas adalah rakyat terpelajar dan yang merindukan kebenaran dan kejujuran. Gerakan people power ala 02 tidak didukung para mahasiswa se-Indonesia dan para pemuka lintas agama yang terpercaya bukan abal-abal.

Para alumni gerakan people power reformasi ’98 pun sampai turun dan membuat puisi tentang people power yang digaungkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalam puisi berjudul “ Pesan untuk Cendana: Kami Mimpi Buruk bagi Kalian”, para pelaku pejuang reformasi tersebut mengaitkan keluarga Cendana dengan rencana people power dalam rangka pengumuman hasil Pemilu 2019.

Benny Rhamdani selaku salah satu aktivis mengatakan bahwa “Dugaan kita, Cendana di balik capres 02. Demikian juga gerakan penolakan hasil Pemilu 2019, bisa dilihat dari video yang dibuat oleh Titiek Soeharto,”

Adapun puisi yang dibuat Benny itu dibacakan dalam acara aktivis ’98 di Graha Pena 98, Kemang Utara, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2019).

“Jangan gertak rakyat dengan ancaman People Power mu. Memangnya kalian siapa? Memangnya kalian punya pengalaman apa? Kecuali kudeta berdarah terhadap Kekuasaan yang sah-Soekarno, Sang Proklamator Bangsa,” demikian kutipan puisi yang dibacakan Benny.

“Kami para aktivis 98 yang tergabung dalam Rembuk Nasional Aktivis 98 (RNA 98) sejak Kamis, 16 Mei 2019, telah menyatakan tekad untuk mengawal demokrasi. RNA 98 akan mewujudkan tekad tersebut dengan menggelar aksi menginap di KPU RI pada 21-22 Mei 2019. Aksi menginap untuk mengawal demokrasi yang sedang diemban oleh KPU RI tersebut melibatkan 5.000 aktivis 98 yang datang dari 34 provinsi se-Indonesia,” demikian pernyataan aktivis ’98. (RED)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan