Kini Sekolah Tinggi Teologia Bisa Gelar Prodi Umum

Jakarta, majalahspektrum.com – DIRJEN Bimas Kristen Kementerian Agama RI, Prof, Dr, Thomas Pentury, M.Si mengatakan bahwa kini setiap Sekolah Tinggi Teologia (STT) bisa membuka Program Pendidikan (Prodi) umum.

Hal itu dikatakan Thomas saat memberikan kuliah umum di STT REM, jalan Pelepah Kuning, Kelspa Gading, Jakarta Utara, Jumat (26/7/2019).

Bahkan menurut Thomas, ijin penyelenggaraan pendidikan umum oleh STT tersebut ijinnya dikeluarkan oleh Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI bukan ke Kemenristekdikti. Hal itu diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2019 tentang Pendidikan Tinggi Keagamaan dengan dasar hukum UU No.12 Tahun 2012.

“Ada Peraturan Menterinya. Ini bagus karena lulusan pendidikan umumnya ditunjang dengan nilai-nilai teologi,”  kata Thomas yang juga Ketua Pembina Yayasan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga ini.

Dikatakan Thomas, menurut data Dirjen Bimas Kristen Kemenag saat ini terdapat 382 sekolah tinggi keagamaan kristen dengan jumlah prodi 878.

“Tapi jumlah Guru Besar Teologi yang ada di Indonesia cuma 4 orang. Keadaan ini membuat Doktor teologi sedikit sekali,” ungkapnya.

Dari 382 STT, lanjut Thomas, hanya 37 persen yang terakreditasi BAN-PT itu pun kebanyakan berstatus akreditasi “C”.

“Kemudian akreditasi “B” sedangkan untuk yang berpredikat alreditasi ‘A’ dapat dilihat dengan mata,” jelasnya.

Untuk itu, kata Thomas, Bimas Kristen Kemenag RI memiliki 6 program utama diantaranya membuat program Doktor ke dalam dan luar negeri seperti ke VU Belanda dan SKU Korea.

“Kita (Bimas Kristen Kemenag) tahun 2018 telah mengirim 2 orang jadi Doktor Teologi,” terangnya.

Ada juga program ICC, Sandwich postdoc dengan sasaran para Doktor atau mahasiswa program Doktor yang belum terakreditasi dan training untuk meningkatkan kemampuan.

“Jangan ada muzijat di pendidikan, baru 1 tahun sudah jadi Doktor, 6 bulan kuliah sudah jadi Magister Teologia,” candanya disambut tawa hadirin.

Keenam program unggulan Dirjen Bimas Kristen tersebut, kata dia, sejalan dengan Trimatra Kemenag RI yakni Moderasi Agama, Kebersamaan Umat dan Integrasi sistem data.

“Sulit sekali memang mengintegrasikan sistem 382 STT tersebut. Tapi kita akan terus akan melakukan penataan,’ ujarnya.

Thomas menyayangkan adanya STT yang begitu mudah memberikan gelar akademik (kesarjanaan) para lulusannya, padahal, katanya, gelar kesarjanaan itu ada regulasinya, terakreditasi kopertis.

“Sebaiknya gelar D1,D2 atau D4 karena pendidikan Pokasi. Atau langsung saja diwisuda atau ditahbiskan jadi pendeta (Pdt) atau Pendeta Muda (Pdm),” katanya.

Dalam kuliah umum bertajuk “Peran Pemerintah dalam Mempersiapkan SDM Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen di Indonesia” tersebut, Dirjen Bimas Kristen Kemenag RI, Thomas Pentury juga sempat membuat klarifikasi tentang beredarnya informasi penganugerahan gelar Profesor kepada seorang pendeta dari Dirjen Bimas.

“Seperti saya katakan tadi bahwa gelar akademik itu ada regulasinya. Pun orang tersebut harus berkecimpung di dunia pendidikan. Untuk guru besar (profesor) ada karya tulis ilmiah baik berupa jurnal maupun buku. Jadi info tersebut tidak benar,” tegasnya.

Turut hadir dalam kuliah umum tersebut Ketua STT REM, Dr, Yogi Dewanto dan pendiri Conrad Supit centre yang juga gembala sidang GBI REM, Pdt, Dr Abraham Conrad Supit. (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan