Bekasi, Jawa Barat, majalahspektrum.com – PANTI Asuhan Komunitas Anak Maria Immaculatta (KAMI) yang terletak di Jl. Pondok Mitra Lestari No.15/2, RT.010/RW.013, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat lahir dari sebuah “Nazar” (janji kepada Tuhan) atas mukjizat Tuhan yang diterima oleh pendirinya, Yuliana ET Rahail, RCA.
Dikisahkan Yeti, panggilan akrab Yuliana, saat menjadi pegawai sebuah bank swasta di daerah Cibinong, pada, Jumat, 11 Febuari 1994 Yeti mengalami kecelakaan di jalan tol Jagorawi. Dalam Kecelakaan tersebut tubuh Yeti terseret hingga mengakibatkan kulit wajah dan sekujur tubuhnya terkelupas, tangan kirinya putus dan tulang ekornya patah yang mengakibatkan kelumpuhan.
Tangan kanan Yeti memegangi tangan kirinya yang terus mengeluarkan darah di jalan tol itu. Tak ada satu orang pun yang datang menolong. Dengan menahan rasa sakit, Tuhan Yesus datang menolongnya lewat seorang Direktur bank BII yang kebetulan bersebelahan dengan kantornya.
Selama menjalani perawatan, Yeti tak henti-hentinya berdoa kepada Tuhan agar ia diberi kesembuhan. Dalam doannya Yeti berjanji kepada Tuhan (Bernazar) apabila ia dipulihkan, ia akan meninggalkan pekerjaannya, jabatan dan hartanya untuk mengikuti jalan Tuhan untuk menolong sesama.
Selama 12 hari berturut-turut berdoa memohon kesembuhan dan pemulihan, pada hari ke-13 kaki Yeti dapat bergerak kembali, dapat berjalan seperti sediakala, dan esoknya diperbolehkan pulang oleh dokter.
Setelah tubuhnya benar-benar pulih, pada Tanggal, 4 April 1996 Yeti membentuk suatu himpunan yang diberi nama “Himpunan A’urlias” yang kemudian berubah nama menjadi “Himpunan Maria Immaculata”.
Berawal dari merawat beberapa anak yang terlantar dan ditinggalkan orangtuanya, Yeti mendirikan panti asuhan di rumah kontrakan. Setelah beberapa kali pindah kontrakan, akhirnya atas kebaikan hati seorang bapak yang mulia hatinya, Yohanes T Sucipto meminjamkan rumahnya menjadi tempat panti hingga saat ini.
Meski kerap mengalami banjir, Yeti bersama 11 orang pengurus dan anak-anak tetap dapat merasakan sukacita dan berkat Tuhan. Niatnya hanya ingin anak-anak yang tadinya terlantar dan ditelantarkan, tak memiliki masa depan menjadi anak-anak yang sukses dalam kehidupan. Terbukti, beberapa anak keluaran panti tersebut sudah ada yang menjadi sarjana dan bekerja.
“Kita memeberikan mereka pilihan mau bekerja atau kuliah. Saya hanya berpesan kepada mereka agar tidak menjadi orang yang sombong jika sudah sukses,” kata Yeti yang memiliki suami dari India ini saat menerima kunjungan kasih dari Perkumpulam Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI), Kamis (7/5/2020).
Baca Juga : (PERWAMKI Peduli Covid-19 – “Memberi Bukan Karena Berkelebihan” )
Menurut Yeti, dirinya mendidik anak-anak dengan keras. Hal itu, selain karena ia dan 3 saudaranya pernah hidup dip anti, juga agar mereka (anak-anak panti) memiliki disiplin tinggi dan kuat saat keluar panti yang mana akan berhadapan dengan kerasnya kehidupan.
“Kasih sayang saudara adalah cita-cita dan harapan kami dalam mendidik, merawat, mengasuh, membimbing dan membesarkan anak-anak terlantar, putus sekolah dan yatim piatu,” terang Yeti yang mengaku punya sifat minder, enggan diwawancara orang dan pernah tinggal dip anti Wisma Cinta Marganingsih selama 8 tahun dan pernah menjadi buruh cuci dan penjual kantong plastic di pasar ini.
Saat ini, kata Yeti, ada 53 anak yang diasuh oleh panti asuhan KAMI, dari usia bayi 2-5 bulan hingga remaja. Mereka di sekolahkan tidak hanya sampai lulus SMA tetapi juga sampai ke jenjang perguruan tinggi.
“Kami juga mendukung dan mensupport anak-anak yang ingin menjadi TNI/Polri. Bagi yang mau kuliah kita kuliahkan, yang mau beklerja selepas SMA juga kita persilahkan. Dan jika sudah berkeluarga kita persilahkan untuk keluar dari panti,” jelasnya.
Menurut Yeti, keberadaan anak-anak dip anti asuhannya berasal dari berbagai daerah dan latar belakang. Ada yang dititipkan orangtuanya karena keadaan ekonomi, anak yatim-piatu hingga anak yang sengaja ditinggalkan atau dibuang oleh orangtuanya.
“Kita juga menampung dan mengambil anak bayi yang baru dilahirkan yang sengaja ditinggalkan orangtuannya dari rumah sakit,” tuturnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terang Yeti melanjutkan, selain menerima bantuan donator, dirinya bersama para pengasuh dan anak-anak membangun usaha mandiri diantaranya membuat patung dan hiasan untuk dijual, membuka warung kelontong dan lainnya. (ARP)
Be the first to comment