Jakarta, majalahspektrum.com – BERBEDA dengan daerah (provinsi) lainnya di Indonesia, Provinsi DKI Jakarta menjadikan umur tertua sebagai syarat utama seleksi Penerimaan Peserta Didik baru (PPDB) 2020.
Akibat kebijakan Juknis PPDB Dinas Pendidikan DKI Jakarta, siswa yang telah memepersiapkan diri baik-baik (giat belajar) guna meraih nilai terbaik harus kecewa karena tidak dapat masuk sekolah negeri yang diinginkan. Selain itu, sekolah-sekolah negeri yang selama ini menjadi sekolah favorit dan unggulan bakal menjadi sekolah biasa saja karena tidak lagi diisi oleh siswa dengan nilai terbaik tetapi siswa “Uzur” yang memiliki nilai pas-pasan.
Banyak anak sekolah di Jakarta yang terancam tidak dapat melanjutkan sekolah karena tidak kebagian kursi di sekolah negeri hanya karena usia sangat muda (jalan 15 tahun). Pasalnya, untuk melanjutkan studi terpaksa ke sekolah swasta, mereka tidak punya duit untuk membayar, padahal mereka termasuk siswa pintar dengan nilai baik.
“Anies melalui Kadisdik DKI Jakarta sedang melakukan upaya merusak generasi penerus bangsa. Bukan generasi unggul tetapi generasi tolol dan pemalas yang ketuaan. Logikanya khan siswa tua bias saja karena sering tinggal kelas atau lambat masuk SD karena telat mampu baca, tulis dan hitung. Generasi pemalas, karena ngak perlu berjuang belajar agar pintar karena toh syarat seleksinya berdasar umur tertua,” kata Heri, salah satu orangtua murid yang kecewa di Koja, Jakarta Utara, Senin (29/6/2020).
“Mungkin ini (PPDB Jakarta) dijadikan ajang balas dendam Anies Baswedan yang sakit hati dahulu dipecat Jokowi dari Menteri Pendidikan. Jadi dia (Anies) mau rusak system pendidikan supaya buruk citra Presiden atau Mendikbud,” ketus Ernie warga Cipinang, Jakarta Timur.
Aksi Protes orangtua murid terus dilakukan, baik lewat media sosial maupun lewat aksi damai (Demo) di Kantor Gubernur di Balai Kota, Kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta hingga ke kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
PPDB DKI Jakarta dinilai melanggar Permendikbud no.44 Tahun 2019. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Pemprov DKI Jakarta meninjau ulang pelaksanaan PPDB. Hal itu disampaikan menyusul ada demo para orang tua murid yang memprotes kebijakan zonasi di DKI Jakarta.
Wasekjen FSGI, Satriwan Salim mengatakan, secara yuridis formal, kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang memprioritaskan usia calon peserta didik alih jenjang, tidak tepat. Sebab, di dalam Pasal 25 ayat 1 Permendikbud No 44/2019 mengatakan bahwa: “Seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama.”
“Nah, di sini sangat jelas sekali frasenya tertulis yaitu dilakukan dengan memprioritaskan jarak. Jelas sekali prasyaratnya bukanlah usia, melainkan jarak!,” tegas Satriwan seperti dikutip dari laman jpnn.com, Kamis (25/6/2020). Dia melanjutkan, ayat 2 menjelaskan bahwa jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sebagaimana maksud ayat 1 sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan usia peserta didik yang lebih tua.
Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, meminta kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membatalkan atau mengulang PPDB DKI Jakarta 2020/2021.
“Alasannya, pertama, Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak menjalankan peraturan Mendikbud No.44 tahun 2019 terkait quota zonasi,” kata Arist Merdeka saat berunjuk rasa bersama orangtua siswa di depan Gedung Kemendikbud, Jakarta Pusat, Senin (29/6/2020).
Seharusnya DKI Jakarta memberikan kuota 50 persen untuk jalur zona. Kedua, DKI Jakarta mengurangi kuoto zonasi menjadi 40 persen.
“Melanggar aturan sendiri. Juknis harus mengikuti zonasi, tapi di DKI langsung ke usia. Jadi dua itu yang dilanggar dan akhirnya dari pertimbangan kami minta dibatalkan,” kata Arist.
Arist Merdeka menyatakan bahwa saat ini tuntutan KPAI dan para orangtua siswa sudah disampaikan kepada perwakilan Kemendikbud untuk nantinya diputuskan sebelum 1 Juli 2020.
“Karena tadi beliau bukan pengambil keputusan tadi cuma disampaikan. Berjanji 1-2 hari akan diumumkan kepada publik terkait pembatalan itu,” tandasnya.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana beralasan bahwa “korupsi” quota jalur zonasi di PPDB DKI Jakarta menjadi 40 persen karena dialihkan ke jalur prestasi. Dan untuk mengutamakan usia tua di jalur zonasi ketimbang jarak rumah ke sekolah, Nahdiana beralasan karena banyaknya pendaftar ketimbang ketersediaan kursi.
Dikhawatirkan, untuk gelombang jalur Prestasi di PPDB DKI Jakarta juga akan berdasarkan umur tertua sebagai syarat utama ketimbang nilai prestasi siswa. Tentunya, lagi-lagi karena alas an siswa yang mendaftar melebihi kursi sekolah yang tersedia. (ARP)
Be the first to comment