Sharing Redpel Kompas di Pelatihan Jurnalistik PERWAMKI-STT LETS

Jakarta, majalahspektrum.com – REDAKTUR Pelaksana (Redpel) wilayah Solo atau News Assistant Managing Editor  Kompas.com. Heru Margianto berbagi ilmu jurnalistik di Pelatihan Jurnalistik yang diadakan oleh Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) bekerjasama dengan STT LETS.

Untuk diketahui, pelatihan jurnalistik yang digelar oleh PERWAMKI-STT LETS berlangsung sebanyak 5 sesi selama bulan September 2020 setiap hari Selasa malam (Pukul 19;30 hingga 21;00 WIB). Peserta pelatihan ini dating dari nerbagai daerah di Indonesia bahkan luar negeri.

Dalam paparan sharingnya, Heru Margianto mengatakan bahwa terdapat perbedaan Platform antara media cetak dengan media online. Karena berbeda, maka cara kerjanya pun berbeda. Misalnya dalam melakukan cover both side (berita berimbang). Media cetak (Koran, tabloid atau majalah) memiliki waktu yang cukup panjang, sehingga perlu langsung melakukan cover both side lengkap. Sedangkan media online, yang sangat mementingkan kecepatan berita, tidak dapat langsung melakukan cover both side. Akhirnya dilakukan pada tulisan berikut yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bagian berita sebelumnya (berita terkait /baca juga).

“Cover both side wajib dilakukan di media mana pun, namun caranya berbeda-beda,” kata Heru, dalam sesi keempat pelatihan jurnalistik PERWAMKI-STT LETS yang berlangsung secara webinar memanfaatkan aplikasi zoom meeting,  Selasa (22/9/2020) malam.

Secara teknis, kata Heru yang lulusan STF Driyarkara ini, link atau tautan berita yang ada informasi cover both side ditautkan pada berita sebelumnya atau sebaliknya. Hal ini dilakukan agar pembaca mendapatkan informasi yang utuh dan tidak ada pihak yang dirugikan.

Menurut Heru, pihak pengelola media dan masyarakat sudah berada di zaman yang sangat berbeda, cara berpikir pun harus berbeda. Aturan yang mengharuskan adalah cover both side lengkap itu lahir sebelum zaman media online muncul, jadi tidak bisa dipaksakan.

“Media online memiliki platform sendiri. Media online wajib mengindahkan cover both side, tapi dengan platform-nya sendiri. Hal ini harus dipahami pengelola media maupun masyarakat pembaca,” terang Heru.

Media saat ini, khususnya media online, kata Heru, bukan lagi bersifat menyodorkan berita ke pembaca tetapi pembacalah yang mencari berita. Dalam artian, medialah yang memenuhi kebutuhan publik.

“Sekarang, publik mencari berita atau informasi yang ingin diketahuinya dengan smartphone melalui google search. Untuk itu, media online perlu membuat kata kunci yang tepat di SEO admin website agar medianya diklik untuk dibaca oleh pembaca. Orang tidak lagi membuka nama medianya tetapi langsung ketik berita yang ingin dicari atau diketahui tidak perduli apa medianya,” jelasnya.

Sama seperti media cetak, profit (pendapatan) bisnis di media online berasal dari iklan, namun berbeda model penentuan harganya. Selain itu, media online mendapat pendapatan dari viewer.

Menanggapi pertanyaan salah satu peserta pelatihan, “apakah ada kewajiban seseorang yang ingin materi berita atau tulisannya dimuat untuk membayar wartawan atau media”, Heru dengan tegas mengatakan, bahwa membayar agar tulisan dimuat di medianya haram hukumnya.

“Itu yang kami pegang. Kalau ada wartawan kompas.com yang melakukan itu dan ketahuan, langsung dipecat,” tegasnya.

Lanjut Heru, jikalau ada unsur bayar-membayar berita, hal itu telah menciderai independensi dan integritas wartawan dan medianya. Kalau mau membayar, ada jalurnya sendiri, yakni jalur advertorial.

“Media kami bisa bertahan sampai hari ini, karena kami menjaga betul marwah. Ini warisan dari pendiri kami Jakob Oetama dan PK Ojong yang harus kami jaga,” ungkapnya.

Lagi menurut Heru, unsur idealism jurnalis dan bisnis saling beriringan dan membutuhkan. Hal itu, kata dia, bila unsur bisnis jalan (terpenuhi segala kebutuhan biaya media) akan menunjang kinerja pers dalam menyuarakan dan menyalurkan berita sesuai dengan fungsi pers yakni sebagai control social, mengedukasi masyarakat dan membela kepentingan umum.

Terkait banyaknya masyarakat yang lebih menikmati, bahkan percaya, terhadap berita atau informasi di media sosial (Medsos), Heru mengatakan bahwa justru hal itulah tantangan jurnalis media, khususnya media online saat ini untuk menedukasi masyarakat agar terhindar dari berita atau informasi HOAX yang banyak bertebaran di Medsos.

“Di era digital dengan medsos saat ini, justru di situlah tantangan dan peran kita sebagai jurnalis untuk meluruskan fakta atau berita yang sebenarnya dari berita hoax di medsos,” tandasnya. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan