3 Langkah Yang Akan Ditempuh DEN KSBSI Terkait UU Omnibuslaw Cipker

Jakarta, majalahspektrum.com – BERTEPATAN dengan hari “Kerja Layak Internasional”, 7 Oktober, Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) mengeluarkan pernyataan sikap terkait disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Cipker) menjadi undang-undang oleh DPR RI.

“Bertepatan dengan Hari Kerja Layak Internasional, kami menyatakan sikap terhadap UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang baru saja disahkan oleh DPR yang menurut kami membuat nasib buruh menjadi tidak layak,” kata Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, S.E dalam konferensi pers-nya di kantor KSBSI, Jalan Cipinang Muara Raya, No.33, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (7/10/2020).

Dikatakan Elly, usulan KSBSI dalam pertemuan Tim Tripartit tidak satu pasal utuh pun yang diakomodir dalam UU Cipta Kerja-Klaster Ketenagakerjaan. Bahwa UU Cipta Kerja-Klaster Ketenagakerjaan sangat mendegradasi hak-hak dasar buruh jika dibandingkan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Hak-hak dasar buruh yang terdegradasi antara lain: PKWT/kontrak kerja tanpa batas, outsourcing dipeluas tanpa batas jenis usaha, upah dan pengupahan diturunkan dan besar pesangon diturunkan,” terang Elly.

Sementara, Sekjend KSBSI, Dedi Hardianto mengatakan, ada beberapa ketentuan (norma) yang dirancang dalam RUU Cipta Kerja pengusaha melalui Kadin dan Apindo selaku Tim Pengusaha dalam Tim Tripartit tanggal 10-23 Juli 2020 telah sepakat dengan Tim Serikat Pekerja/Serikat Buruh untuk tetap eksis, tidak dihapus. Tapi justru Pemerintah dan DPR menghapus seperti Pasal 59 UU No. 13 Tahun 2003.

“Ada permainan kata dalam UU Omnibuslaw Cipta Kerja yang disahkan diantaranya, serendah-rendahnya diganti jadi setinggi-tingginya pesangon buruh PHK. Ini menurunkan pesangon buruh dari yang misalnya 200 juta menurut UU No.13 Tahun 2013 jadi 100 juta atau 50 persennya dengan UU Omnibuslaw ini,” terang Dedi.

Untuk itu, tegas Dedi, pihaknya akan menempuh 3 langkah dalam merespon UU Omnibuslaw yang ditetapkan DPR RI ini yakni; KSBSI akan melakukan unjuk rasa pada Tanggal 12 sampai 16 Oktober 2020.

“Kemarin-kemarin kita (KSBSI) tidak ikutan demo seperti serikat buruh lainnya, kita punya cara sendiri yakni dengan loby-loby. Namun nanti, bersama 10 Federasi Buruh yang tergabung di KSBSI, seluruh jajaran kita yang ada di 25 daerah akan melakukan unjuk rasa di daerahnya masing-masing menuntut hal yang sama,” tegasnya.

Langkah kedua, KSBSI akan mendesak Presiden Jokowi menolak UU omnisbulaw Cipker yang dirumuskan DPR dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (PERPPU).

“Kita minta Presiden Jokowi untuk tidak menandatangani draft UU itu karena ada pasal yang mendegredasi nasib buruh. Memang ada aturan dalam jangka waktu 30 hari tidak ditandatangani Presiden, UU tersebut otomatis diberlakukan,” ujarnya.

Jika UU tersebut tetap berjalan, kata Dedi, langkah terakhir DEN KSBSI dan 10 (sepuluh) DPP Federasi Afiliasi akan melakukan judicial review UU Cipta Kerja terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan