Jakarta, majalahspektrum.com – TANGAN dan kepala dinginnya menghasilkan tiga IMB Gereja di Bekasi, salah satunya Gereja Santa Clara yang telah menunggu selama 17 tahun. RG Setio Lelono mencurahkan perhatian, pikiran, perasaan, waktu, energi dan dana untuk mendapatkan selembar kertas berharga (IMB) bagi gereja.
Setio sendiri mengaku hanya menjalankan prosedur yang ada dengan sabar, telaten, tertib dan tidak putus asa, khususnya saat berhadapan dengan akar rumput.
“Wajar saya melakukan yang terbaik dari yang saya bisa. Tak usah menghargai saya. Yang saya minta jaga baik-baik lembaran kertas itu dan jaga baik-baik gereja, sebab jalan yang ditempuh untuk itu tidak mudah,” ujar Ketua Dewan Penasihan Perkumpulan Manggala Katolik Indonesia (Permakindo) ini saat menerima penghargaan sebagai “Tokoh Advokasi Gereja” dari Perkumpulan Wartawan Media Kristen Indonesia (PERWAMKI) di Hotel Aston, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (10/11/2020).
Data survei Setara Institute pada tahun 2017 menempatkan Kota Bekasi pada urutan 53 dan DKI Jakarta di urutan 94 dalam Indeks Kota Toleran di Indonesi. Bersyukur, dalam survei yang sama pada dua tahun kemudian, Kota Bekasi sudah berada di peringkat ke-6. Atas kemajuan signifikan ini, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mendapatkan penghargaan dari Setara Institute dan juga dari PERWAMKI.
Data tersebut menunjukkan bahwa menciptakan sikap toleran di antara masyarakat Bekasi membutuhkan kerja keras dan kerja sama berbagai pihak, terutama Pemerintah dengan berbagai stakeholder di dalamnya.
Dalam situasi masyarakat semacam itu gereja harus tetap berusaha melayani umatnya. Dan salah satu tantangan terbesar dalam upaya ini adalah tidak mudahnya mendapatkan IMB pembangunan gereja. Sejumlah bukti telah menunjukkan itu. Bahwa akhirnya sejumlah gereja mendapatkan IMB, ini membutuhkan perjuangan yang sangat menyedot energi, pikiran, dana dan kesabaran. Betapa tidak dikatakan begitu? Bertahun-tahun berjuang, namun “seakan-akan” tanpa hasil. Gereja Santa Clara misalnya, harus menunggu 17 tahun.
Berkat kegigihannya, Setio bersama tim, sampai hari ini telah berhasil mengurus tiga buah IMB gereja setelah berganti-ganti panitia. Ketiga gereja tersebut adalah Gereja Santo Mikael Kranji, Gereja Santa Clara dan Gereja Santo Yohanes Paulus II.
“Keberhasilan ini adalah berkat Tuhan dan akibat dukungan berbagai pihak, terutama masyarakat dan Pemerintah Kota Bekasi dalam hal ini Pak Walikota Rahmat Effendi,” kata Setio di malam Perayaan puncak HUT Ke-17 PERWAMKI itu.
Berkat kematangan pribadi, pengalaman, relasi yang baik dengan berbagai pihak dan kepandaian bergaul, Setio bisa melewati seluruh proses yang tidak mudah itu, dan akhirnya umat tersenyum bisa membangun gereja mereka.
Berhasil mendapatkan ketiga IMB tersebut tidak membuat Setio menepuk dada dan menuntut dihargai oleh umat dan pimpinan gereja. Dia tetap menempatkan kepercayaan mengurus IMB itu sebagai tugas sebagai seorang Katolik dalam ikut serta membangun iman umat.
Dari pengalamannya, Setio menemukan sebuah refleksi berharga bahwa kapan dan di mana pun, gereja harus berada dan menjadi bagian integral dari masyarakat tempat ia melayani. Dan kehadiran ini harus berjalan secara alami dan menjadi life style.
“Jaga persaudaraan dengan masyarakat sekitar, hadir dan terlibat dalam kehidupan mereka. Pasti tiba saatnya terbangun suasana di mana semua merasa sebagai saudara. Tidak mudah memang, tapi ini sebuah keniscayaan,” katanya semangat.
Menurutnya, kesediaan untuk saling menerima di antara masyarakat akan melahirkan keguyuban, persaudaraan yang tidak jarang melebih kualitas persaudaraan mereka yang sedarah. Hal ini telah ia buktikan melalui perjumpaannya dengan berbagai pihak dan melahirkan jalinan persahabatan yang indah.
“Cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri itu harus konkret. Jangan hanya indah di tataran kata-kata,” pesannya. (ARP)
Be the first to comment