Biaya Pisah Sambut Preases di Sejumlah Distrik HKBP Disoal, Biaya Fantastis Bikin Miris Ditengah Krisis

Jakarta, majalahspektrum.com – SINODE Godang (SG) ke 65 telah usai dan periodeisasi sudah terjadi, fungsionaris 2020 – 2024 sudah terpilih, ephorus, sekretaris jenderal, kadep koinonia, marturia dan diakonia, serta para praeses, telah dilantik/diojakhon pada ibadah Minggu, 13 Desember 2020 lalu. 

Usai SG, muncul pembahasan menarik di media sosial, dikarenakan beredarnya surat acara serah terima dari praeses lama ke preases baru yang menelan anggaran besar yang fantastik, miris memang, di tengah krisis ekonomi yang melanda karena dampak pandemi virus corona masih saja ada upaya pemborosan uang untuk hal yang tidak terlalu penting, bahkan ilegal. 

Adanya anggaran yang dibebankan kepada gereja-gereja ressort HKBP untuk acara pisah sambut atau serah terima jabatan preases mengundang kritik pedas dari warga jemaat. dari pantauan majalahspektrum.com di beberapa akun media sosial, warga jemaat HKBP mengkritik pedas dan mempertanyakan adanya biaya besar untuk acara pisah sambut preases tersebut, khususnya soal cinderamata atau kenang-kenangan untuk pejabat preases lama di beberapa distrik yang ada di Indonesia.

Seorang utusan peserta Sinode Godang (SG) kemarin, Maringan Silaban, S.H membuat catatan dan pertanyaan terkait fenomena tersebut, salah satu yang menjadi sorotan Maringan adalah soal rangkap jabatan dan keabsahan seorang preases yang sudah demisioner mengeluarkan Surat Keputusan (SK) bahkan mengangkat atau membentuk panitia acara pisah sambut, yang salah satu poin anggaran terbesarnya adalah biaya cinderamata untuk sang preases lama yang mengeluarkan SK dan membentuk kepanitiaan tadi.

Ada beberapa poin penting yang menjadi catatan dan pertanyaan Maringan yakni::

  1. Aturan Peraturan HKBP 2002 Amandemen ke 3 (AP) tidak mengatur dengan jelas dan rinci tentang ada tidaknya rangkap jabatan, seperti saat seorang Ketua Rapat Pendeta (KRP) mengikuti pemilihan pimpinan di SG dan terpilih lalu dilantik, apakah harus meletakkan jabatan KRP nya?, atau tetap menjabat sampai terjadi pemilihan KRP di Rapat Pendeta Hatopan?, sehingga dalam rentang waktu itu ia memegang jabatan sebagai pimpinan dan sebagai KRP dengan tugas dan tanggung jawab ke dua jabatan tersebut. Padahal tugas dan tanggung jawab ke dua jabatan tersebut masing-masing sangat banyak dan berbeda. Rentang waktu antara SG dan rapat pendeta hatopan sekitar satu tahun.
  2. Seorang praeses mengikuti kontestasi pemilihan pimpinan di SG dan terpilih lalu dilantik, apakah meletakkan jabatan praeses yang telah habis masanya (demisioner) dan menjadi pimpinan karena telah dilantik?, atau tetap menjadi praeses (?) sampai dilakukan serah terima pada praeses baru yang telah dilantik? Tugas dan tanggung jawab mana yang mereka emban, sebagai pimpinan (sudah dilantik) atau sebagai praeses (demisioner) atau keduanya?
  3. Seorang praeses mengikuti kontestasi pemilihan praeses di SG dan terpilih kembali, bagaimana status jabatan praesesnya di distrik (demisioner) dan sebagai praeses yang baru dilantik?
  4. Seorang pendeta resort, pendeta fungsional dan pendeta dari lembaga yang mengikuti kontestasi praeses di SG dan terpilih menjadi praeses lalu dilantik, apakah masih tetap menjadi pendeta resort, pendeta fungsional dan pendeta di lembaga atau sebagai praeses atau keduanya?
  5. AP mengamanatkan rentang waktu pelantikan praeses dengan dilakukannya serah terima hanya 2 minggu (AP pasal 9:1.5.g), namun pada pelaksanaannya lebih dari 2 minggu. Praeses demisioner (disebut praeses lama), masih bolehkah menggunakan tugas dan tanggungjawabnya seperti mengadakan acara, mengeluarkan surat, melantik panitia dan lain sebagainya, padahal praeses baru telah dilantik? Demikian halnya praeses demisioner yang terpilih dan telah dilantik menjadi pimpinan (2 orang kadep), masih bolehkah menggunakan tugas dan tanggung jawab sebagai praeses padahal telah dilantik menjadi kadep?
  6. Dalam hal keuangan, di rentang waktu antara tersebut, apakah balanjo (gaji) yang diterima juga didapatkan dari kedua pos jabatan tersebut?.

“Saran saya, untuk tidak menimbulkan kerancuan dan pemanfaatan sesuatu yang tidak pada tempatnya, serta efisiensi waktu dan biaya serta efektifitas kinerja, sebaiknya hal seperti ini segera diatur dan disusun di dalam AP,” kata Maringan, utusan SG dari Distrik Binjai Langkat ini melalui pesan singkat WhatsApp, Kamis (31/12/2020).

Maringan Silaban Saat mendengarkan penjelasan tentang proses e-voting calon praeses DI SG ke 65

Dalam akun grup facebook (FB) HKBP dalam Berita, Vidio dan foto, seorang warga net membuat postingan tentang data yang diterima terkait besarnya biaya pisah sambut preases. postingan tersebut langsung mendapat tanggapan dari warga net lainnya anggota FB yang mayoritas memberi tanggapan miring dan prihatin akan fenomena tersebut.

Ada yg mengirim data ini ke saya dan bertanya:

“Di Gereja Amang, apakah seperti ini komponen dan besarnya biaya pisah sambut Pegawai/Pejabat?”

Saya jawab:“Saya tak tau, karena saya tak pernah melihat yg begini.

Tapi jika saya bandingkan dgn pisah sambut di instansi Pemerintah dan beberapa BUMN (misalnya Bank BUMN) yg pernah saya tau, tak begini lah komponen biayanya.”

Barangkali ada yg tau dan bisa memberi jawaban lebih faktual?

Dan silakan warga Jemaat memberikan pemikiran dan penilaiannya di sini untuk kebaikan Gereja kita. tulis akun Rukardo Napitupulu. 

Ratusan respon komentar menanggapi postingan Rikardo Napitupulu tersebut, diantaranya: “Hahahaha….

Kasian ephorus yang baru….

Harus melihat KKN. Yang sudah mendarah daging di dalam tubuh HKBP…

Eh…. Tapi beliau pasti sudah tau hal ini…

Tinggal kita lihat….

Apakah beliau mau tidak populer dan dimusuhi oknum tapi menjadi kebanggaan orang banyak….

Atau tetap diam dan tak mau tau….” tulis akun Willyam Christian. 

“Ala ndang pejabat na pisah sambut i mamingkiri biaya i, baen ma disi ninna rohana. Tanggurung ni ruas i do tusi” tulis akun Dasma Manurung. 

Dari data yang diperoleh majalahspektrum.com , di distrik Bekasi, anggaran pisah sambut preases dialokasikan sebesar Rp. 270 juta lebih, yang semuannya dibebankan (urunan) ke gereja-gereja ressort yang ada. yang paling memprihatinkan, di distrik Medan XXXI Utara tertera biaya cinderamata untuk Preases lama sebesar Rp. 30 juta padahal rumah Distrik masih berhutang. 

Terkait hal itu, preases demisioner Distrik Medan Utara, Pdt, Abednego Sitompul, saat dimintai tanggapannya terkait anggaran pisah sambut tersebut, hingga berita ini diturunkan tidak memberikan jawaban, padahal pesan WhatsApp terlihat sudah dibaca oleh yang bersangkutan.

Dari informasi yang diperoleh, Pdt, Abednego Sitompil diketahui terpilih kembali sebagai seorang Preases. kurang lebih seminggu setelah dilantik pada 13 Desember 2020 di Pearaja, Tarutung, beliau ditugas tempatkan di distrik Indonesia Bagian Timur (IBT). 

Di distrik VIII Jakarta, beredar surat dari kantor distrik yang meminta kepada gereja-gereja HKBP yang ada di Jakarta untuk melakukan persembahann khusus ke depan untuk anggaran biaya pisah sambut preases. beredar rumor, preses pejabat lama akan diberikan cinderamata atau kenang kenangan berupa 1 unit rumah. 

“Saya binggung dan miris rasanya melihat pendeta ini mengharap cinderamata berupa uang hingga ratusan juta rupiah. padahal, yang namanya cindera mata khan berupa barang yang bisa dikenang, kalo uang besok juga habis dan apanya yang mo dikenang? hahaha…,” kata Juni Hutagaol di Jakarta Utara saat dimintai pendapatnya, Kamis (31/12/2020). 

 “Sudah lebih besar untul untuk pendeta ini ketimbang pensiunan PNS atau pegawai ini ya. padahal mereka cuman rotasi pindah tugas bukan pensiun, gimana kalo pensiun?, jangan-jangan minta ratusan bahkan milyaran rupiah, ngeriii da bah…,” kata Andreas Hutagalung dalam sebuah grup WhatsApp menanggapi berita biaya pisah sambut preases yang sudah viral tersebut, Rabu (30/12/2020).  (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan