Jakarta, majalahspektrum.com – SEJARAH yang melatar belakangi lahiranya Polisi Wanita (Polwan) di Indonesia tak jauh berbeda dengan proses kelahiran Polisi Wanita di negara lain, yang bertugas dalam penanganan dan penyidikan terhadap kasus kejahatan yang melibatkan kaum wanita baik korban maupun pelaku kejahatan.
Polwan RI lahir pada 1 September 1948, di kota Bukittinggi, Sumatra Barat, tatkala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) menghadapi Agresi Militer Belanda II, dimana terjadinya pengungsian besar-besaran pria, wanita, dan anak-anak meninggalkan rumah mereka untuk menjauhi titik-titik peperangan. Untuk mencegah terjadinya penyusupan, para pengungsi harus diperiksa oleh polisi, namun para pengungsi wanita tidak mau diperiksa apalagi digeledah secara fisik oleh polisi pria.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Indonesia menunjuk SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukittinggi untuk membuka “Pendidikan Inspektur Polisi” bagi kaum wanita. Setelah melalui seleksi terpilihlah 6 (enam) orang gadis remaja yaitu: Mariana Saani Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Sukotjo, Djasmainar Husein dan Rosnalia Taher.
Ke enam gadis remaja tersebut tercatat sebagai wanita ABRI pertama di tanah air yang kini kesemuanya sudah pensiun dengan rata-rata berpangkat Kolonel Polisi (Kombes.
Tugas Polwan di Indonesia terus berkembang tidak hanya menyangkut masalah kejahatan wanita, anak-anak dan remaja, narkotika dan masalah administrasi bahkan berkembang jauh hampir menyamai berbagai tugas polisi prianya. Bahkan di penghujung tahun 1998, sudah lima orang Polwan dipromosikan menduduki jabatan komando (sebagai Kapolsek). Hingga tahun 1998 sudah 4 orang Polwan dinaikkan pangkatnya menjadi Perwira Tinggi berbintang satu.
Hingga kini, ada 13 Polwan yang berhasil menjadi Jenderal Polisi, dari 13 Polwan tersebut, 5 di antaranya beragama Kristen/katholik. 13 Polwan yang berhasil menjadi Jenderal polisi, paling tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi dan hanya 2 orang Polwan yang berhasil mencapainya dan kedua-duanya beragama kristen.
Adapun kelima Polwan beragama Kristen yang berhasil berpangkat Jenderal polisi yaitu;
- Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Basaria Panjaitan, SH, MH (Jabatan terakhir: Sahlisospol Kapolri Mabes Polri). Basaria adalah juga sebagai wanita pertama di Indonesia yang berhasil merail pangkat Irspektur Jenderal Polisi (bintang 2).
Lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada 20 September 1957, Basaria adalah Sarjana Hukum lulusan Sepamilsukwan Polri I Tahun Angkatan 1983/1984. Basaria masuk Sekolah Calon Perwira (Sepa) Polri di Sukabumi dan ditempa di sana. Lulus sebagai polwan berpangkat Ipda, Basaria langsung ditugaskan di Reserse Narkoba Polda Bali.
Basaria malang melintang di berbagai pos penugasan. Dia pernah menjadi Kepala Biro Logistik Polri, Kasatnarkoba di Polda NTT dan menjadi Direktur Reserse Kriminal Polda Kepulauan Riau. Dari Batam, Basaria ditarik ke Mabes Polri, menjadi penyidik utama Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim.
Dia pernah memeriksa mantan Kabareskrim, Komjen Susno Duadji, soal pelanggaran kode etik. Tahun 2010 hingga 2015, Basaria menjabat sebagai Widyaiswara Madya Sespim Polri.
Selain sebagai wanita pertama berpangkat Irjen Pol, Basaria juga tercatat sebagai wanita pertama sebagai pimpinan KPK.
- Inspektur Jenderal Polisi Dra. Sri Handayani (Lemdiklat Polri). Sri Handayani pernah bertugas di STPDN, Lemdikpol hingga Sekolah Polwan. Dia juga pernah mendaftar sebagai calon pimpinan KPK namun tidak lolos di tahap wawancara. Sri Handayani merupakan Polwan berpangkat tertinggi di Polri saat ini yakni bintang dua atau Irjen. Sri Handayani menerima kenaikan pangkat itu pada Febuari 2020. Ia pernah menjadi Wakapolda Kalbar sebelum menjadi Lemdiklat Polri dengan pangkat Irjen.
- Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Jeanne Mandagi, SH (Jabatan terakhir : Kadivhumas Mabes Polri). Lahir di Manado, 2 April 1937, meninggal dunia pada 7 April 2017. Jeane dikenal sebagai tokoh peduli perempuan dan jenderalwanita pertama dalam jajara Polri. Beliau juga pernah menjabat sebagai konsultasi ahli di Badan Narkotika National (BNN) dan aktif dalam penanganan pemberantasan narkoba di Indonesia.Pendidikan sekolah dasar hingga menengah pertamanya ditempuh di sebuah yayasan pendidikan milik biarawati katolik Manado. Kemudian ia melanjutkan pendidikan menengah atasnya di SMA Santa Ursula, Jakarta dan meraih gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1963. Semasa perkuliahannya ia tergabung dalam keanggotaan aktif Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).
- Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Paula Maria Renyaan Bataona (Jabatan terakhir : Wakil Gubernur Provinsi Maluku 1998-2003).
- Brigadir Jenderal Polisi (Purn) Dra. Noldy Rata (Jabatan terakhir : Konsultan Ahli Tim Asistensi Bidang Pencegahan BNN (sekarang). Wanita asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ini pernah menjadi Kadispen Polda Metro Jaya dan anggota DPR RI pada Komisi III.
Be the first to comment