PGI Blunder Atau Kena Jebakan Batman Novel Baswedan Cs

Jakarta, majalahspektrum.com – TERJADI keributan, pro dan kontra di media social terkait sikap dan pernyataan Ketua Umum Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Pdt, Gomar Gultom, S.Th, M.Th saat konferensi pers menerima kunjungan pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Banyak yang menyayangkan sikap PGI tersebut dan ada pula yang memakluminya, khususnya dari kalangan gereja dan umat kristiani. Respon terhadap sikap PGI tersebut juga datang dari Indonesia Police Watch (IPW).

Mengamati komentar para netizen dan informasi yang saya peroleh, dapat saya saya simpulkan PGI telah melakukan Blunder (Melakukan Kesalahan Fatal) atau terkena “Jebakan Batman” dari Novel Baswedan Cs.

Dalam siaran persnya, ICW mengingatkan PGI ataupun organisasi manapun agar jangan mau dimanuver dan diperalat oleh Novel Baswedan Cs. Sebab persoalan Novel dengan KPK bukanlah persoalan politik, apalagi persoalan agama.

IPW menilai, persoalan Novel Cs adalah konflik pekerja, yakni antara pemberi gaji (pemerintah) dengan penerima gaji (Novel Cs). Dengan dibentuknya Wadah Pegawai (WP) di KPK oleh Novel Cs semakin mengukuhkan bahwa keberadaan Novel Cs di KPK adalah pegawai alias pekerja (buruh) yang segala masalahnya sebagai pekerja (buruh) harus berkordinasi dengan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Serikat Pekerja Indonesia (SPI).

Begitu juga mengenai perselisihannya sebagai pekerja yang memiliki serikat pekerja atau serikat buruh atau wadah pegawai dalam satu perusahaan harus mengacu kepada UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan agar penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan lainnya, seperti pembayaran pesangon bisa segera tercapai. Ini dikarenakan Indonesia hanya mengenal Pegawai Negeri Sipil (ASN) yang tergabung dalam Korpri dan pegawai swasta (buruh) yang tergabung dalam SPI.

Jadi, menurut ICW, sangat salah kaprah jika ombudsman dan Komnas HAM mau diperalat dan diseret seret Novel Cs dalam masalahnya. Lebih salah kaprah lagi jika PGI sebagai lembaga gereja mau diseret seret Novel Cs. Dengan adanya WP di KPK, lembaga yang mereka buat inilah yang harusnya membangun komunikasi ke SPI dan Depnaker. Ini sesuai dengan UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

IPW mengingatkan PGI dan organisasi yang mau diseret seret Novel Cs bahwa kewajiban tes TWK Kebangsaan bagi calon ASN adalah syarat mutlak. Bagaimana pun seluruh ASN harus patuh dan berorientasi pada Wawasan Kebangsaan Pancasila agar ASN tidak dilumuri kelompok kelompok radikal, apalagi kelompok Taliban.

Sehingga Keputusan pimpinan KPK yang mewajibkan pegawainya mengikuti TWK sudah sangat tepat dan sesuai statment Presiden. Bagi yang tidak lulus harus berjiwa besar segera keluar dari KPK. Sebab KPK bukanlah milik pribadi Novel yang bisa dijadikannya sebagai kerajaan milik pribadinya. Jangan sampai terjadi penilaian bahwa KPK adalah Novel dan Novel adalah KPK.

IPW berkeyakinan masih banyak orang yang lebih hebat dari Novel di dalam internal KPK. Namun gegara freming terhadap Novel begitu dihebohebokan sehingga semua prestasi yang dicapai KPK selama ini, seolah olah adalah hasil kerja pribadi Novel Baswedan seorang mantan Komisaris Polisi. Kesan ini yang harus dibersihkan. Seluruh anak bangsa harus menyadari KPK adalah milik bangsa Indonesia dan bukan milik pribadi Novel Baswedan.

Dari informasi yang diperoleh, PGI dihubungi oleh pengacara Novel Baswedan yakni Saor Siagian bahwa akan datang bertamu sejumlah pegawai KPK yang tidak lolos TWK untuk bertamu. Tanpa disangka, rombongan Saor Siagian bersama pegawai KPK yang tak lolos TWK, termasuk Novel Baswedan membawa rombongan wartawan yang sejurus kemudia menodong Ketum PGI dengan berbagai pertanyaan, dimana hal ini tak disangka sebelumnya oleh BPH PGI.

Memang, 7 dari 9 dari pegawai KPK yang tak lulus TWK beragama Kristen berasal dari gereja anggota PGI, hal inilah mungkin yang menjadi alasan PGI menerima kunjungan tersebut. Bermaksud mengayomi jemaatnya, PGI justru terjebak atau sengaja dijebak melalui pertanyaan para wartawan yang dibawa Novel Cs. (Bisa saja sudah disknariokan) hingga Ketum atau Sekum PGI menggeluarkan pernyataan yang tak semestinya.

Pernyataan PGI yang akan menyurati Presiden Joko Widodo agar Pegawai KPK Novel Cs. Tidak jadi dipecat dari KPK dan meyakini tak ada “Taliban” di KPK dinilai banyak pihak bukanlah ranah PGI. PGI mestinya tidak terseret dalam polemic yang terjadi di internal KPK perihal masalah kepegawaian.

Menyimak kronologis peristiwa tersebut, saya menilai PGI terkena “Jebakan Batman” Novel Baswedan Cs. Hingga melakukan Blunder.

Meski demikian, saya merasa miris dengan pernyataan Pdt, Gilbert Lumoindong dalam akun youtubenya terlihat tendesius menyudutkan pribadi Ketum PGI, Pdt, Gomar Gultom. Gara-gara diksi Pdt, Gilbert  tersebut, sampai ada seruan usulan menurunkan Gomar Gultom dari kursi Ketum PGI di medsos.

Terhadap perbuatan Pdt, Gilbert terhadap Ketum PGI, Pdt, Gomar Gultom tersebut, saya menilai hanya kepentingan popularitas dan komersial saja. Beberapa kali dalam akun youtubenya Pdt, Gilbert membuat pernyataan-pernyataan controversial yang mengundang perhatian public. Mengkritik Presiden Jokowi dan Mengirim Kurma Palestina ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan adalah contoh video youtube dia yang controversial yang diyakini akan dapat mengundang banyak penonoton, baik yang pro ataupun yang kontra Jokowi dan Anies B.

Pendeta yang pintar cari “Kesempatan Dalam Kesempitan” adalah julukan yang saya berikan kepada Pdt, Gilbert Lumoindong. Gibert bahkan pernah membuat pernyataan kontroversoial terhadap sinode gereja nya yakni GBI tentang doktrin, yang lagi-lagi mengundang keributan di media sosial, alhasil youtubenya pun banyak ditonton orang yang penasaran. Sudah barang tentu, semakin banyak penonton akun youtubenya, akan menambah banyak pundi-pundi kantongnya. Yang seperti ini haruusnya diacuhkan dan dikucilkan.

Sekali lagi kepada PGI, hati-hati dalam menerima tamu, perkenalan atau persahabatan baik pribadi BPH PGI jangan dijadikan kemudahan asal terima tamu, asal berkomentar. Memang PGI harus terbuka menerima siapa saja yang datang bertamu. Tetapi harus diingat, yang datang itu tidak semuanya bertujuan baik, ada juga yang bertujuan jelek, bertujuan untuk kepentingan pribadi bukan masyarakat umum.

Nah, harusnya PGI mulai koreksi diri lagi dalam membuat sikap atau pernyataan. Bersikaplah sebagai lembaga umum yang milik umum (Orang banyak) dengahn tujuan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan orang-perorang apalagi untuk kepentingan pribadi anda. Salam Kasih. (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan