Jakarta, majalahspektrum.com – RAMAI diberitakan di media sosial seorang Pendeta di HKBP Immanuel Medan, Sumut melaporkan Sintua (Majelis)-nya ke jalur hukum. Dari surat dakwaan bernomor: Pdm-479/L.2.20.3/Eoh.2/09/2021 Kejaksaan Negeri Medan, terdakwa bernama Jhoni Sihombing diduga melakukan penganiayaan kepada saksi korban, Anita Sidauruk, S.Sos. Kepada Jhoni saat ini tidak dilakukan penahanan hanya tahanan rumah.
Sama seperti saran Hakim Sidang perkara, menurut Kuasa Hukum terdakwa, Maringan Silaban, S.H persoalan seperti ini sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan saja, tidak perlu ke jalur hukum karena malu persoalan gereja.
“Dakwaannya pun hanya pidana kekerasan ringan yang belum tentu benar. PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) saja memaafkan Ustadz Yahya Waloni yang sudah menista agama kristen, menyakiti puluhan juta umat kristiani kok ini maslah sepele harus pidana,” kata Maringan kepada majalahspektrum.com melalui pesan WhatsApp-nya, Jumat (22/10/2021).
Baca Juga: ( Penistaan Oleh Yahya Waloni Ini Tak Terampuni, Kok PGI Memaafkan )
Diketahui, pada Agenda sidang ke-4, Selasa, 19 Oktober 2021 perkara dugaan penganiayaan dengan ketentuan pasal 351 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan penjara, dengan terdakwa J. Sihombing di gereja HKBP Imanuel resort Medan Barat di Pengadilan negeri kelas 1 A khusus medan dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, yakni: Anita Sidauruk (saksi korban), Denis Sahala Benget Bakti Sihombing (anak korban/pelapor), J. Hasudungan Sihombing (suami korban).
Saksi Anita diperiksa lebih dahulu, menerangkan kronologi perkara secara berbelit belit dan lebih banyak mengaku lupa, bergaya lemah dan seperti mengantuk dengan suara pelan.
Saksi mengaku hanya kenal Terdakwa saat di gereja, penasihat hukum terdakwa menanyakan kepastian hubungan keluarga terdakwa dengan saksi bahwa saksi adalah kakak kandung dari bere kandung (keponakan) terdakwa. Karena berbelit-belit majelis hakim meminta JPU yang bertanya kepada saksi.
Oleh JPU diperlihatkan rekaman video cctv kejadian peristiwa, namun tidak ada pemukulan yang dilakukan terdakwa, justru yang terlihat jelas saksi yang melakukan pemukulan dan menendang terdakwa.
“Ya, di sidang saya perlihatkan video melalui CD peristiwa awal dimana saksi marah-marah dan menunjuk-nunjuk terdakwa lalu terdakwa memberikan kardus berisi potongan-potongan kertas kepada saksi yang membuat saksi marah dan memukul serta menendang terdakwa sampai terjatuh, di video ini juga tidak ada terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi,” kata Maringan saat ditanya soal hal tersebut.
Melihat kedua video tersebut, Majelis Hakim menyarankan kepada saksi untuk berdamai, namun saksi menyatakan “secara iman saya sudah memaafkan terdakwa tapi saya mohon keadilan pak hakim, terdakwa harus dihukum”. Sampai salah satu majelis hakim mengatakan kepada saksi Anita agar suaranya lebih kuat jangan lemas dan kayak ngantuk-ngantuk gitu saya juga bisa ikut ngantuk nanti, itu waktu kejadian saksi main taekwondo sekarang lemas-lemas.
Sementara, dari pantauan di persidangan, untuk saksi Denis Sihombing dan J. Hasudungan Sihombing yang diperiksa bersamaan. Keduanya mengaku tidak melihat kejadian perkara, hanya mendengar keterangan dari pendeta Ester Sitorus, S.Th bahwa saksi Anita dianiaya oleh terdakwa. Keduanya menerangkan menemui saksi Anita yang dirawat di rumah sakit Bina Kasih Medan.
“Ada Kejanggalan dimana saksi Anita yang menyatakan dirawat intensif 7 jam, baru pulang jam 03.00WIB, Saksi Denis menerangkan pulang dari rumah sakit jam 00.00WIb membawa pulang Anita lalu ke Polsek, Saksi J. Hasudungan pulang jam jam 23.00 dan sudah selesai pengobatan dan dibust Visum Et. Repertum serta tidak ada lagi perawatan. Mana yang benar, kok berbeda-beda keterangan mereka yang merupakan isteri, suami dan anaknya,” terang Maringan terkait kebenaran hal itu.
“Sidang ditunda hari Selasa, 26 Oktober 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi 3 orang, yaitu purba Siagian, pdt. Ester Sitorus dan Putra Pardede (supir pdt. Ester),” sambung Maringan menerangkan.
Sementara, pelapor kepada majalahspektrum.com mengatakan bahwa dirinya merasa tidak pernah mengatakan tidak mau berdamai.
“Ini yang saya katakan di sidang, bahwa saya selalu memaafkan St.Joni Sihombing dan mengasihinya. Hal ini boleh ditanyakan kepada beliau. Tetapi perbuatan tindak kekerasan yang dikenakan kepada hamba Tuhan dan kepada seorang ibu, ataupun kepada siapa saja, tidak dapat dibenarkan oleh hukum,” katanya, Sabtu (23/10/2021).
Menurut Pdt. Ester, pengertian berdamai, bukanlah sekedar berdamai dan melupakan, apalagi membebaskan si pelaku, dari perbuatan tersebut. Jàngan sampai tindakan hukum dinilai lemah, sepihak atau dipandang dengan sebelah mata, dalam melindungi kaum perempuan dari perbuatan tindak kekerasan.
“Pengertian berdamai hendaklah didasarkan kepada suatu perjanjian bahwa dia sedia menerima segala bentuk sanksi apapun yang dikenakan dan diputuskan di persidangan. Perdamaian itu juga adanya suatu perjanjian bahwa si pelaku menyadari dan mengakui sepenuhnya bahwa perbuatan tersebut telah menyakiti dan melukai, sehingga diharapkan dan diminta untuk bertobat serta menyadari bahwa dampak tindak kekerasan tersebut, adalah suatu bentuk pelecehan dan penghinaan kepada siapa saja, khususnya kepada perempuan, karena perempuan itu adalah ciptaan Allah, apalagi bila pelakunya seorang Sintua dalam gereja Tuhan,” terang Ester.
Menurut Pdt. Ester, dampak baiknya ke depan, terkait pelaporannya kepada Jhoni Sihombing ke jalur hukum, diharapkan tidak ada lagi pelaku perbuatan tindak kekerasan dalam gereja terhadap kaum perempuan apalagi terhadap hamba Tuhan.
“Dengan membawa kasus ini ke ranah hukum diharapkan adanya suatu perubahan prilaku sintua yang melakukan tindak kekerasan tersebut . Dan tidak membuàt gereja sebagai ajang kekuasaan maupun kerajaan. Demikian jawaban saya..semoga berkenan.” Tulis Ester dalam pesan WhatsApp-nya.
Diketahui, kejadian perkara dugaan penganiayaan oleh terdakwa Jhoni Sihombing terjadi pada, Jumat, 18 Desember 2020 di area Komplek gereja HKBP Immanuel, Medan, Sumut, Jl. Sei Berantas, Babura, Medan Sungai. (ARP)
Be the first to comment