Contoh Baik Alih Kepemimpinan di GKSI Kerja Bakti

Jakarta, majalahspektrum.com – SEJAK Tahun 2014 diketahui telah terjadi dualism kepemimpinan di sinode GKSI. Satu kepemimpinan sinode GKSI biasa disebut GKSI Kerja Bakti dan yang satunya lagi biasa disebut GKSI Daan Mogot merujuk pada alamat atau wilayah domisi kantor pusat kesekretariatan masing-masing pimpinan sinode GKSI.

Sinode GKSI berdiri pada, 21 Nov 1988, sampai dengan 2014 dipimpin oleh Pdt, Dr, Matheus Mangentang, S,Th kemudian dalam Sidang Istimewa November 2014 digantikan possisinya sebagai pelaksana tugas (Plt.) oleh Pdt Ramles Silalahi sampai Sidang Sinode November 2015. Pada SI 2015 itulah Pdt Marjiyo, M.Th terpilih sebagai Ketum Sinode tetap. Pdt, Matheus Mangentang yang tak terima posisinya yang sudah 24 tahun menjadi Ketum sinode GKSI digantikan dalam SI 2014 kemudian tetap menjadi Ketum Sinode GKSI versi Daan Mogot, saat itulah terjadi dualisme kepemimpinan di GKSI.

Pada Sidang Sinode 2020 bulan November kembali Pdt Marjiyo terpilih, namun dalam kepemimpinanya kira-kira satu tahun, dalam Rakernas GKSI 2021, Pdt Marjiyo meminta posisinya digantikan dengan alasan agar lebih konsentrasi pada bidang usaha kemandirin Sinode GKSI, dimana persepuluh dari hasil usaha tersebut nantinya akan diserahkan ke sinode GKSI. Rakernas menerima permintaan Pdt Marjiyo yang kemudian untuk mencari penggantinya Rakernas menetapkan diadakan Sidang Istimewa yang disetujui semua peserta.

“Puji Tuhan semua berjalan degan baik. Sejak berdirinya Sinode GKSI sampai tahun 2014 ada pemimpin yang tidak mau digantikan. Tetapi karena aturan AD/ART maka bisa digantikan pada SIdang Istimewa. Setelah itu Sinode GKSI secara bergantian dipimpin oleh Hamba Tuhan yang siap jadi Ketum sinode tetapi juga siap jika digantikan atau siap mengundurkan diri bila ada tugas yang dikerjakan mendukung Sinode GKSI seperti yang dikerjakan Pdt, Marjiyo,” kata Ketua Majelis Tinggi GKSI, Frans Ansanay saat Rakernas 2021.

Pdt, Marjiyo saat menyampaikan Pengunduran dirinya sebagai Ketua Sinode di Rakernas GKSI 2021

Pada Sidang Istimimewa 21-22 November 2021 sekaligus HUT GKSI ke-33 Tahun, terpilihlah Pdt Dr Iwan Tangka, M. Div sebagai Ketum Sinode GKSI ke-4, masa bakti 2020-2024, melanjutkan kepemimpinan yang ditinggalkan Pdt Marjiyo.

Ada contoh baik di dalam alih tongkat estafet Kepemimpinan GKSI Kerja Bakti dari Pdt, Marjio kepada Pdt, Iwan Tangka. Pasalnya, secara terbuka, bertanggungjawab dan dengan alasan yang tepat Pdt, Marjio mengajukan pengunduran diri di Rakernas yang disetujui dan diterima baik seluruh peserta Rakernas karena alasan Marjio mengundurkan diri ingin fokus mencari dana bagi GKSI yang salah satu upayanya adalah dengan membangun dunia usaha. Modal Usaha yang akan dibangun Marjio pun berasal dari uang sinode GKSI dan anggota GKSI yang menginvestasikan uangnya dimana perpuluhan dari hasil usaha tersebut akan diberikan ke kas GKSI.

Kebersamaan Pdt, Marjio dan Pdt, Iwan Tangka saat Sidang Sinode ke-V GKSI

“Saya tadinya Ketua 1 dan dipilih secara akalamasi jadi Ketua Umum Sinode pada Sidang Istimewa Sinode GKSI 21-22 November 2021 kemarin. GKSI tetap solid dan saya akan meneruskan visi dan misi pimpinan sebelumnya. Inilah tanda berjalannya tongkat estafet kepemimpinan di GKSI,” kata Pdt, Iwan Tangka, M.Div usai usai acara wisuda Sarjana PAK STT Injili Jakarta (STTIJA) di Aula STTIJA, Kp.Makasar, Jakarta Timur, Rabu (24/11/2021) petang.

Bagi Pdt, Iwan Tangka, ada 4 hal yang menjadi roh visi dan misi kepemimpinan di GKSI yakni; Legitimasi, Folowers, Velue dan Program. Pdt, Iwan menegaskan bahwa Tuhan Yesus-lah yang memiliki pelayanan dan sang pemilik gereja GKSI.

“Legitimasi seorang pemimpin dalam Kepemimpinannya di organisasi adalah sebuah keharusan. Di GKSI semua berdasarkan AD/ART. Kemudian Followers, harus ada anggota yang mendukung agar tercapai visi dan misi organisasi, velue sangat menentukan masa depan gereja, dan program adalah alat untuk mencapai tujuan,” terang Pdt, Iwan.

Sementara, menurut Bendahara Umum sinode GKSI Kerja Bakti, Willem Frans Ansanay, S.H, M.Pd, setelah permintaan pengunduran diri Pdt, Marjio dari Ketua sinode GKSI dalam Rakernas, langsung diadakan Sidang Istimewa. Pdt, Marjio sendiri sebagai penanggungjawab atas terselenggaranya Sidang Istiwa tersebut.

“Sebelum dilakukan pemilihan Ketum sinode GKSI yang baru karena Pdt, Marjio mengundurkan diri, dilakukan perubahan atas AD/ART. Jadi di kita (GKSI Kerja Bakti) siapa saja bisa menjadi Ketum sinode GKSI. Tidak ada di sisni ambisi menjadi Ketum sinode dengan loby-loby dan gaya seperti di politik. Saya berpikir, kalau ada orang menghalalkan segala cara untuk menjadi pimpinan di sinode gereja, apalagi mau seumur hidup, itu ada apa? Pasti ujung-ujungnya ada kepentingan pribadi, ngak boleh yang kayak gitu di gereja karena gereja itu milik Tuhan bukan milik kita,” terang Frans.

Di Sidang Istimewa yang dihadiri 119 peserta offline dan online tersebut, lanjut Frans, juga terjadi perubahan posisi struktur kepemimpinan, salah satunya adalah dirinya sendiri dimana Frans yang tadinya menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi sinode GKSI kini menjabat sebagai Bendahara Umum.

“Inilah kepemimpinan yang didasari pelayanan dari hati. Ganti pimpinan asal sesuai aturan dan alasan yang tepat sah-sah saja dan baik, tidak ada setting-settingan atau rekayasa-rekayasaan dan tidak ada yang takut kehilangan jabatan,” ungkapnya.

Menurut Frans, sesuai dengan alasan pengunduran diri Pdt, Marjio sebagai Ketum sinode GKSI Kerja Bakti, dalam waktu dekat ini pihaknya dengan Pdt, Marjio akan pergi ke daerah-daerah untuk tanda tangan kontrak usaha yang akan dirintis Pdt, Marjio. (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan