Lebih Bahaya dan Rentan, Penaganan TBC Tak Semasif Covid-19

Jakarta, majalahspektrum.com – TUBERKULOSIS (TBC) adalah penyakit mematikan yang sudah ada obat dan vaksin atau imunisasinya namun masih saja banyak kematian akibat TBC. Indonesia adalah Negara ketiga besar di dunia yang terjangkit TBC. Ada 842.000 kasus baru TBC setiap tahunnya di Indonesia  yang 75% -nya penderita adalah usia produktif, angka kematian 110.000 setiap tahun atau 300 orang setiap hari.

TBC lebih berbahaya dan rentan daripada Covid-19. Pasalnya, Covid-19 merupakan wabah virus yang belum diketemukan obat dan imunitasnya namun tingkat kematian akibat Covid-19 tidak jauh berbeda banyaknya dengan korban meninggal akibat TBC. Malahan banyak korban meninggal dunia yang divonis covid-19 ternyata karena TBC.

Hampir 3 tahun belakangan ini isu TBC nyaris tenggelam akibat Covid-19. Pemerintah dan media begitu perhantian dan gencar memerangi Covid-19 namun abai terhabat TBC. Wabah penyakit lain yang lebih parah tenggelamnya akibat isu Covid-19 adalah DBD, padahal DBD adalah penyakit musiman 2 kali setahun (saat pancaroba), hampir tak ada program foging (pengasapan) pemerintah guna meminimalisir korban DBD akibat isu Covid-19, tapi banyak penderita DBD divonis Covid-19.

Dalam diskusi “Peran Media Dalam Pengendalian TBC” yang digelar oleh Yayasan Pesona Jakarta (YPJ) yang disuport oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) terungkap sangat kurangnya media-media nasional maupun local memberitakan tentang TBC, kalaupun ada rubrik Kesehatan, baik media cetak, online maupun penyiaran, kebanyakan membahas soal penyakit lain, bahkan yang terkait dengan kecantikan.

“Gap pemberitaan media soal TBC karena dianggap penyakit yang diderita oleh golongan masyarakat tertentu, pun media menganggap TBC bukanlah informasi yang ‘seksi’ untuk diberitakan, kalah seksi dari berita soal Politik dan Sosial kemasyarakatan pun selebritas,” kata Agus Riyanto dari majalah Spektrum dalam paparannya dari hasil diskusi kelompok mewakili media cetak, Jakarta, Sabtu (17/3/2022).

Kurangnya media memberitakan soal TBC juga tak lepas dari kurangnya perhatian pemerintah dalam upaya mengeliminasi TBC di Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian dan lembaga terkait dirasa perlu menjalin kerjasama dengan media.

“Seperti Covid-19, mestinya ada iklan layanan masyarakat dan informasi tentang statistik dan pemetaan terkait penderita TBC per wilayah se-Indonesia, Ada zona hijau, merah dan seterusnya, ya seperti Covid-19 lah, dan itu ditaruh di Halaman muka Koran atau majalah, pun pada media online. Tentu saja data-data dan informasi itu berasal dari pemerintah,” terang Agus.

Dari seluruh paparan kelompok diskusi media dengan YPI terkait TBC, kesimpulannya adalah pemerintah jangan lengah terhadap penanggulangan TBC karena isu Covid-19. Pemerintah harus memiliki base data tentang jumlah warga masyarakat dengan TBC, di wilayah mana saja yang rentan terjangkit TBC, dan itu harus dikerjasamakan dengan media. Bersama media, pemerintah harus terus, secara massif mensosialisasikan ke masyarakat tentang apa itu TB, bagaimanamencegah penularan dan  mengobatinya serta informasi penanganan medis bila ada warga dengan TB. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan