Jakarta, majalahspektrum.com – KUASA Hukum Lily selaku anak kandung dan ahli waris dari amih Widjaja, Suko, S, Pakpahan, S.H., M.H., CPCLE menduga ada oknum aparat dan ASN yang membekingi tersangka penyerobot tanah dan bangunan yang terletak di Komplek Perumahan Green Garden O 4 No. 16 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat.
Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Barat telah memutuskan sidang perkara praperadilan yang dimohonkan oleh para tersangka penyerobot tanah dan bangunan tersebut, melalui penyidik Polres Jakbar dengan putusan menolak permohonan dari Pemohon.
“Seorang Inspektur Jenderal seperti Sambo saja ditahan, lalu siapa orang-orang ini yang seperti memiliki kekebalan hukum tidak ditahan. Selain itu, sampai saat ini objek sengketa belum juga diberikan atau dikuasai oleh klien kami,” terang Suko Pakpahan saat ditemui di kantornya, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (27/12/2022) petang.
Selain itu, lanjut Suko Pakpahan, bangunan yang pagarnya digembok dirusak, dibuka paksa oleh para tersangka didampingi kuasa hukumnya, Deolipa, dan dikawal oleh kepolisian dari Polres dan Polsek, padahal permohonan praperadilannya sudah ditolak.
“Ini ada bukti foto-fotonya. Harusnya kepolisian tunduk pada UU No.2 Tahun 2002 pasal 13 & 14. Ini polisi bukannya menjaga ketertiban malah bikin gaduh kawal tersangka bongkar paksa objek sengketa, mereka bertindak tidak sesuai dengan fakta hukum putusan praperadilan,” ungkapnya.
“Kemudian, dalam sidang praperadilan, kuasa hukum para tersangka bukanlah Deolipa. Saya menduga sampai saat ini pun Deolipa tidak mengantongi surat kuasa dari para tersangka,” tambah Suko.
Lagipula, kata Suko, berdasarkan keterangan Bidang Hukum Pemkot Jakbar, tidak pernah ada pengajuan ijin untuk rumah ibadah (Vihara) di Komplek Perumahan Green Garden Blok. O4. “Pun ada Perda pelaranagan adanya rumah ibadah di komplek perumahan,” ujar Suko.
Berdasarkan rangkaian peristiwa tersebut, Suko Pakpahan berencana menaikan kasus sengketa tanah dan bangunan tersebut ke Mabes Polri (Bareskrim) atau Kejagung. “Saya sudah bersurat ke Bareskrim Mabes Polri untuk mengambil alih kasus ini dan juga Kejagung,” ungkapnya.
Suko Pakpahan dan kliennya meminta agar pemerintah, dalam hal ini penegak hukum membongkar Mafia tanah berkedok agama dibongkar habis karena merugikan dan menyengsarakan rakyat kecil.
“Ini sesuai pesan Presiden Jokowi untuk Memberantas Praktik Mafia Tanah karena memang praktik ini marak terjadi di Indonesia sejak dulu dan hingga sekarang masih saja terjadi,” kata Suko.
Memang ketika sengketa tanah dan bangunan terkait rumah ibadah atau keagamaan menjadi hal sensitive dimana umumnya aparat pemrintah, aparat hukum dan masyarakat cenderung memberi penilaian positif kepada pihak keagamaan. Oleh karenanya, praktik Mafia Tanah Mengunakan Topeng Agama harus Dibongkar tuntas.
Suko menjelaskan, berdasarkan Putusan Pra Pradilan No 16/Pid. Pra 2022/PN. Jkt. Barat. Pada pertimbangan putusan pra preradilan Termohon (Penyidik) menyatakan, bahwa asal usul dari tanah dan bangunan seluas 371 M2 yang letaknya di Komplek Perumahan Green Garden O 4 No. 16 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat, dibeli oleh Amih Widjaya, ibu dari Lily, dibeli dari PT. Taman Kedoya Barat Indah tahun 2001 dan dicatatkan dalam akta Notaris, PPAT Iwan Halimy SH.
Namun, lanjut dia, saat ini ada sekelompok para tersangka yang mengklaim tempat ini adalah milik kelompok mereka. Namun perkara ini muncul ketika ada yayasan yang mengklaim bahwa tanah dan bangunan adalah milik mereka berdasarkan hibah di bawah tangan sertifikat rumah atas nama Amih Widjaja.
“Perkara ini berawal dari pengakuaan dari Yayasan Metta Karuna Maitreya disebut didirikan dari Ny. Amih Widjaja, Ny. Mawarly, Ny. Tjoeng Sherly, Ny. Linda dan Ny. Eva Tjokkandau yang sepakat pada tahun 1999 membeli se-bidang tanah yang terletak di Perumahan Green Garden Blok O 4 No. 16, Jakarta Barat seluas 371 M² yang katanya, memakai nama Ny. Amih Widjaja,” terang Suko.
Menurut pernyataan para tersangka bahwa atas tanah dan bangunan Vihara Tien En Tang dan Yayasan Metta Karuna Maitreya yang dibangun dan tahun 2002 disebut bersertifikat Hak Guna Bangunan nomor 7465 atas nama Amih Widjaja yang terbit tertanggal 4 Desember 2012 dibukukan dan diterbitkan pada tanggal 4 Desember 2012 di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Barat.
Baca Juga : ( Diduga Ada Mafia Tanah Berkedok Agama Pada Kasus Senketa Tanah-Bangunan di Green Garden )
“Ini jadi pertanyaan besar sesungguhnya, ijin yayasan apa atau ijin rumah ibadah apa sesuai perijinannya di alamat tersebut, karena IMB-nya menurut ahli waris Lily IMB tersebut a.n Amih widjaja sudah jelas ijin rumah tinggal. Atas sertifikat hak guna bangunan nomor :07465/Kedoya Utara atas nama; Amih Widjaja kemudian berdasarkan pewarisan/Akta Keterangan Hak Waris Nomor : 16/BBH/N-KHW/XI/2020 Tanggal, 30 November.,” terang Suko Pakpahan.
Sebagaimana sesuai dengan data yang ada pada buku tanah, bahwa nama pemegang hak ahli waris. Sebagaimana berdasarkan Pewarisan/Akta Keterangan Hak Waris Nomor: 16/BBH/NKHW/XI/2020 tanggal 30 November 2020 yang dibuat oleh Benn Benyamin Haryanto, SH selaku Notaris diterbitkan atas nama Lily.
Sesuai dengan data yang ada pada buku tanah, bahwa berdasarkan Surat Ukur Nomor 00042/2012 tanggal 07 Mei 2012 luas tanah atas Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor: 07465/Kedoya Utara tercatat atas nama Lily tersebut adalah seluas 371 M2 (tiga ratus tujuh puluh satu meter persegi).
“Nyatanya, bahwa sesuai dengan data yang ada pada buku tanah, bahwa letak tanah seluas 371 M2 (tiga ratus tujuh puluh satu meter persegi) sesuai dengan data pada Buku Tanah Hak Guna Bangunan Nomor : 07465/Kedoya Utara An. Lily tersebut adalah terletak di Perumahan Green Garden Blok O 4 No. 16. atas nama Lily,” jelasnya.
Artinya, tegas Suko, bangunan Nomor: 2925/Kedoya Utara An. Amih Widjaja status sertifikat tersebut sudah tidak berlaku karena sudah dihibahkan ke Lily. Sebagaiman klaim yayasan bahwa dihibahkan kepada mereka.
“Mereka lupa, berdasarkan KUHPER Kitab Undang-Undang Perdata Bagian tentang Cara Menghibahkan Sesuatu. Pasal 1682 Tiada suatu penghibahan pun kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan demikian maka penghibahan itu tidak sah,” tandasnya. (ARP)
Be the first to comment