Jakarta, majalahspektrum.com – SETELAH melakukan evaluasi dari berbagai percakapan tentang dualisme kepemimpinan di Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI), dan guna mencari jalan terbaik untuk menyelesaikannya. Mulai dari sidang MPL PGI di Parapat, Sumut hingga Sidang MPL Balikpapan, Kaltim, ternyata belum juga ditemukan juga penyelesaian masalah dualisme kepemimpinan yang mendera Sinode GKSI sejak Tahun 2014.
Untuk diketahui, sinode GKSI berdiri pada, 21 November 1988, yang mana Pdt, Dr, Matheus Mangentang, S,Th sebagai Ketua sinodenya. Kemudian pada Sidang istimewa tahun 2014, Pdt, Matheus Mangentang dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Sinode, namun yang bersangkutan tidak berterima sehingga terjadilah perpecahan dualisme kepemimpinan di sinode GKSI. Pdt, Matheus Mangentang kemudian memimpin sebagai ketua sinode GKSI versi Jl.Daan Mogot.
Sedangkan sinode GKSI versi lainnya saat ini dipimpin oleh Pdt, Dr, Iwan Tangka, M. Div yang pada Rakernas GKSI 2021 menggantikan Ketum sebelumnya, Pdt Marjiyo.
GKSI pimpinan Pdt, Iwan Tangka yang berkantor sekretariat di Jl.Kerja Bakti, Kp.Makasar, Jakarta Timur dikenal sebagai sinode GKSI Rekonsiliasi. Pasalnya, sejak terjadi dualisme kepemimpinan Tahun 2014 mengusung semangat dan selalu berupaya terjadinya perdamaian melalui rekonsiliasi yang demokratis di tubuh GKSI.
“Kita (GKSI Rekonsiliasi) konsisten hingga saat ini mengupayakan adanya rekonsiliasi, damai GKSI kembali bersatu. Hasil rapat komisi Rekomendasi tetap memasukan poin rekonsiliasi GKSI,” kata Ketua sinode GKSI rekonsiliasi Pdt, Dr, Iwan Tangka kala itu di acara Rakernas ke-1 sinode GKSI Tahun 2022, 21 November 2022 lalu.
Dari pantauan selama ini, diketahui ada keputusan di Sidang Raya PGI di Waingapu, Sumba Timur, NTT Tahun 2019 yang menyatakan bahwa PGI menyerahkan sepenuhnya kepada keduanbelah pihak untuk menyelesaikan masalah perpecahan, dualisme kepemimpinan di tubuh Sinode GKSI melalui upaya rekonsiliasi.
Penyerahan penyelesaian persoalan tersebut ditegaskan kembali oleh PGI pada sidang MPL PGI Balikpapan, Febuari 2023. Artinya kedua pihak harus berdamai dan memang harusnya para pendeta berdamai bila mengalami masalah dan hal itu sebagai contoh yang baik.
“Bukannya pendeta memberikan contoh buruk kepada umat kristen dimana jika berseteru tidak bisa berdamai,” kata Pdt. Iwan Tangka saat ditemui di sekretariat kantor pusat GKSI Rekonsiliasi, Jumat (16/2/2023).
Pihak Sinode GKSI pimpinan Pdt Iwan Tangka siap berdamai sementara pihak pdt Mangentang tidak mau berdamai dan memilih berpisah tetapi masih menggunakan nama Sinode GKSI.
Baca Juga; ( Pasca Sidang MPL PGI Balikpapan, GKSI Usung Misi “Membangun Kembali Sinode GKSI Melalui Jalan Lain )
Sementara, Majelis Tinggi Sinode GKSI versi Rekonsiliasi, Willem Frans Ansanay, SH, M.Pd dalam pertemuan dengan wartawan kristen di kantornya mengatakan bahwa memang benar pihak kelompok Matheus Mangentang memilih berpisah dan berusaha mempengaruhi PGI agar menerima keberadaan mereka di PGI dengan alasan pengikutnya lebih banyak dari GKSI pimpinan Pdt Iwan Tangka.
“Jika benar pengikutnya banyak maka pilihan berpisah itu hendaknya diteruskan dengan membuat Sinode baru dan segera mendaftar sebagai anggota PGI sehingga kisruh di Sinode GKSI segera berakhir. Dalam pleno gksi Pdt Iwan Tangka telah disepakati jika pihak Mengentang membentuk Sinode sendiri dan mendaftar ke PGI maka Pdt Iwan Tangka selaku ketua Sinode akan membuat Rekomendasi mendukung Sinode baru Mangentang dan pengikutnya serta berjuang untuk kelompok Mangentang diterima sebagai anggota PGI,” ungkap Frans. (ARP)
Be the first to comment