Disusul PDIP, Nasdem Jadi Parpol Terbanyak Usung Mantan Napi Koruptor Jadi Caleg

Jakarta, majalahspektrum.com – INDONESIA Corruption Watch (ICW) mendesak agar KPU RI segera mengumumkan nama bacaleg, baik tingkat DPRD kota/kabupaten/provinsi, DPR RI, dan DPD RI yang berstatus sebagai mantan koruptor.

Sedikitnya ada 15 nama mantan napi koruptor yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR dan DPD RI yang berhasil ditelusuri ICW. Dari 15 nama tersebut, 9 nama menjadi Caleg DPR RI dan 6 nama Caleg DPD RI.

“Per hari ini, Sabtu, 26 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB, total mantan terpidana korupsi yang menjadi bacaleg berjumlah 15 orang. Penting diingat, yang ICW lansir belum termasuk nama mantan terpidana korupsi sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD, baik level kota, kabupaten, maupun provinsi,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadana dalam keterangannya, Sabtu, 26 Agustus 2023.

Dari 9 nama Caleg DPR RI, Partai Nasdem menjadi Parpol terbanyak yang mengusung mantan napi koruptor yakni 5 orang, disusul PDIP 2 orang. Mirisnya, para mantan napi koruptor ini seperti mendapat “Karpet Merah” karena menjadi Caleg dengan nomor urut; 1. Mereka adalah:

Partai Nasdem 5 Caleg:

  1. Abdillah, Caleg DPR RI Dapil Sumatera Utara I, nomor urut 5. kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan penyelewengan dana APBD.
  2. Abdullah Puteh, Caleg DPR RI Dapil Aceh II, nomor urut 1, kasus korupsi pembelian 2 unit helikotpter saat menjadi Gubernur Aceh.
  3. Rahudman Harahap, caleg DPR Dapil Sumut I, nomor urut 4, korupsi dana tunjangan aparat desa Tapanuli Selatan saat menjadi Sekda Tapanuli Selatan.
  4. Budi Antoni Aljufri, Caleg DPR RI Dapil Sumatera Selatan II, Nomor Urut 9, mantan terpidana korupsi dalam perkara suap Ketua Mahkamah Konstitusi, mantan Bupati Empat Lawang).
  5. Eep Hidayat Caleg DRP RI Dapil Jawa Barat IX, Nomor Urut 1, mantan terpidana korupsi dalam perkara biaya pungut pajak bumi dan bangunan kabupaten Subang, mantan Bupati Subang.

PDIP 2 Caleg:

  1. Al Amin Nasution, caleg DPR RI Dapil Jawa Tengah VII, nomor urut 1. Kasus Korupsi: menerima suap dari Sekda Kab. Bintan Kepri Azirwan untuk memuluskan proses alih fungsi hutan lindung di Kab Bintan.
  2. Rokhmin Dahuri, caleg DPR RI Dapil Jabar VIII, nomor urut 1. Kasus korupsi dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan.

Golkar dan PKB Masing-masing 1 Nama Caleg:

  1. 1. Susno Duadji, Caleg DPR RI, PKB, nomor urut 2, korupsi pengamanan Pilkada Jabar 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari.
  2. Nurdin Halid, Caleg DPR RI, Partai Golkar, Dapil Sulsel II, nomor urut 2, korupsi distribusi minyak goreng Bulog.

Caleg DPD RI, 6 Nama:

  1. Patrice Rio Capella, caleg DPD, Dapil Bengkulu, nomor urut 10, kasus: menerima gratifikasi dalam proses penanganan perkara bantuan daerah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal sejumlah BUMD di Sumut oleh Kejaksaan.
  2. Dody Rondonuwu, caleg DPD, dapil Kalimantan Timur, nomor urut 7, kasus: korupsi dana asuransi 25 orang anggota DPRD Kota Bontang periode 2000-2004 (saat itu Dody masih menjadi anggota DPRD Kota Bontang)
  3. Emir Moeis, caleg DPD, Dapil Kaltim, nomor urut 8, kasus suap proyek pembangunan PLTU di Tarahan, Lampung, 2004.
  4. Irman Gusman, caleg DPD, Dapil Sumbar, nomor urut 7, kasus suap dalam impor gula oleh Perum Bulog.
  5. Cinde Laras Yulianto, DPD, Yogyakarta, nomor urut 3, kasus: korupsi dana purna tugas Rp3 miliar.
  6. Ismeth Abdullah (Daerah Pemilihan Kepulauan Riau, DPD RI, Nomor Urut 8, mantan terpidana korupsi dalam perkara pengadaan mobil kebakaran, mantan Gubernur Kepulauan Riau).

Terkait fenomena itu, ICW mendesak agar Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) segera mengumumkan kepada masyarakat terkait status hukum para caleg tersebut.

“Harapan adanya kebijakan progresif dalam pemberantasan korupsi di masa mendatang sepertinya masih menjadi angan-angan semu. Bagaimana tidak, hari ini partai politik sebagai pengusung bakal caleg ternyata masih memberi karpet merah kepada mantan terpidana korupsi,” harap Kurnia.

Kurnia menagih janji Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari yang pada akhir Juli lalu menyatakan bahwa mantan terpidana korupsi yang didaftarkan sebagai bacaleg akan diumumkan saat penetapan DCS.

Ketiadaan pengumuman status terpidana korupsi dalam DCS tentu akan menyulitkan masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dan tanggapan terhadap DCS secara maksimal. Terlebih, informasi mengenai daftar riwayat hidup para bakal caleg juga tidak disampaikan melalui laman KPU.

Jika pada akhirnya para mantan terpidana korupsi tersebut lolos dan ditetapkan dalam daftar calon tetap (DCT), tentu probabilitas masyarakat memilih calon yang bersih dan berintegritas akan semakin kecil. Padahal hasil survei jajak pendapat yang dipublikasikan oleh Litbang Kompas menunjukkan bahwa sebanyak 90,9 persen responden tidak setuju mantan napi korupsi maju sebagai caleg dalam pemilu.

“Artinya, langkah KPU RI saat ini jelas sebuah langkah mundur, tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukkan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel sebagaimana disinggung dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tegasnya.

Kurnia mengatakan, kondisi ini berbeda dengan Pemilu 2019 di mana KPU pada saat itu justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi.

Kok Bisa?, Elektabilitas Parpol Tinggi Meski Banyak Korupsi

Dalam berbagai survei, PDI-P, Gerindra dan Golkar memang umumnya menempati tiga posisi teratas partai dengan elektabilitas teratas. Popularitas ketiga partai tersebut tetap tinggi meski sejumlah kader mereka terjerat kasus korupsi.

“Sejak Juli 2021 temuan survei kami memang menujukkan ketiga partai tersebut secara konsisten menempati posisi tiga besar,” kata Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, kepada Kompas.com, Senin (10/1/2022).

Dari PDI-P, sebutlah mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Pada akhir 2020, Juliari tersandung suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 dan telah divonis penjara 12 tahun penjara. Lalu ada Harun Masiku, yang menjadi buron KPK sejak awal 2020 karena terjerat kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.

Kader PDIP yang terakhir tersangkut Korupsi yakni; Ismail Thomas, anggota Komisi I DPR RI ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pemalsuan dokumen perizinan tambang PT Sendawar Jaya untuk kepentingan sebuah perkara. Mantan bupati dua periode yang juga tokoh penting di Kubar itu, kini ditahan di Rutan Salemba, Jakarta.

Atas kasus Thomas, Ketua DPRD Kutai Barat, Ridwai, yang juga dari PDIP sempat tersangkut kasus korupsi itu. Menanggapi hal itu, Ridwai secara gamblang menyampaikan bahwa dirinya tak mengetahui telah dicatut sebagai petinggi direksi perusahaan.

Sementara, dari Partai Gerindra, ada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Ia terjerat perkara suap ekspor benih losbter atau benur. Pada pertengahan Juli 2021, Edhy divonis 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Kasus korupsi juga menjerat kader Partai Golkar. Mantan Menteri Sosial Idrus Marham misalnya, pada April 2019 divonis 3 tahun penjara karena terbukti menerima suap dalam kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1. Suap itu Idrus terima ketika masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar.

Masih dari Partai Golkar, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsudin Azis Syamsuddin belum lama ini didakwa melakukan suap pengurusan perkara di KPK. Jaksa menduga Azis memberi suap senilai Rp 3,6 miliar pada eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan rekannya Maskur Husain. Hingga kini, persidangan perkara kasus Azis masih bergulir di pengadilan.

Baca Juga : (PSI Satu-satunya Parpol Terbukti Nyata Lawan Korupsi dan Intoleransi )

Terkait hal ini, Bawono Kumoro mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan elektabilitas partai tetap tinggi. PDI-P misalnya, meraih elektabilitas tertinggi karena efek elektoral dari kinerja Presiden Joko Widodo.

Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, tren kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden terus meningkat dalam 4 bulan terakhir. Survei 6-11 Desember 2021 memperlihatkan angka kepuasan responden terhadap kerja Jokowi mencapai 71,4 persen. Sementara, yang tidak puas sebanyak 27,8 persen. (RED/DBS)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan