
Jakarta, majalahspektrum.com – DALAM Dupliknya menjawab Replik Jaksa Penuntut Umum (JPU), Terdakwa dugaan pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA), Prof. Dr. Marthen Napang, S.H, M.H (MN) mengancam sejumlah pihak termasuk kepada para wartawan yang kerap meliput sidang perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN. Jakpus).
“Bahwa para wartawan kristiani tersebut tidak memiliki legalitas dan bukanlah anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia),” kata terdakwa yang merupakan Guru Besar Universitas Hasanudin (Unhas), Makasar yang juga Ketua Badan Pengurus Yayasan STT Intim Makassar ini di PN Jakpus, Rabu (12/2/2025).
Mendengar pernyataan terdakwa tersebut sontak membuat para wartawan yang meliput jalanya persidangan itu terkejut, namun ada juga yang tertawa.
“Profesor kok wawasannya sempit. dia pikir PWI itu satu-satunya organisasi wartawan dan kalau bukan anggota PWI tidak boleh membuat berita,” kata seorang wartawan mantan Redpel salahsatu harian umum nasional.
“Beberapa anak buah saya dulu, tulisannya masih saya edit. adalah ketua DPC PWI, saya bukan anggota PWI pun tidak ikut Uji Kopetensi Wartawan,” sambungnya.
Untuk diketahui, selain PWI, ada beberapa organisasi wartawan di Indonesia yang diakui Kemenkumham diantaranya; AJI (Aliansi Jurnalis Independen), SEJUK (Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman), ada pula organisasi khusus untuk media Tekevisi, Radio, Online dan media khusus kerohanian seperti PERWAMKI (Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia) misalnya.
Wartawan lainnya menanggapi, bahwa Terdakwa Prof. MN kerap muncul di berita. bahkan di Cover beberapa majalah kristiani yang ditudingnya tidak memiliki legalitas, diakui sebagai media pers resmi. Di cover majalah itu (2016). terdakwa bahkan sudah memakai gelar Profesornya, padahal pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Internasional, Fakultas Hukum Unhas, Makassar, yang diembannya, baru pada 18 Agustus 2022 lalu.
“Dia (MN) bilang kita media kristen ilegal tapi dia kok mau muncul di cover majalah media kristiani yang dia tuding ilegal karena bukan anggota PWI. Padahal gelar Profesor dia yang ilegal di majalah itu. saya sudah cek ke Kemenristekdikti kala itu dia masih Doktor belum Profesor. jangan-jangan dia pakai gelar profesornya kala itu untuk menarik simpatik orang, termasuk korban pelapor John Palinggi,” ketusnya.
“Kita beritakan kasus dia karena dia khan pengurus Sekolah Teologia. ini khan bisa jadi pelajaran kepada STT agar sekektif merekrut pengurus, utamanya soal keteladanan,” tambahnya beralasan meliput sidang.
Baca Juga : ( Terkuak, Ada Dugaan Pemalsuan Lain Oleh Mathen Napang Selain Putusan MA )
Di awal Dupliknya juga terungkap terdakwa MN sebelumnya pernah melayangkan somasi (ancaman hukum) kepada ketiga saksi korban pelapor yakni; Rina, Rusdini dan Surti karrna menjadi saksi di PN. Makasar, juga atas terdakwa MN untuk kasus Pasal 220 KUHPidana dan atau Pasal 137 KUHPidana, yang dianggap MN kasus yang sama yang saat ini dia jalani di PN.Jakpus.
“Ketiga saksi tersebut pernah disomasi agar tidak memberikan kesaksiannta eh malah menjadi saksi lagi di persidangan ini,” kata terdakwa Prof. MN yang juga tercatat sebagai Pengawas di Akademi Terapu Wicara yang beralamat di Jl. Kramat VII No. 27, Jakarta Pusat.
Selain itu, Terdakwa MN juga menuding saksi pelapor John N Palinggi melakukan kriminalisasi terhadap dirinnya karena menolak meminhamkan uang sebessr 1 Miliar Rupiah. Ia menuding John melakukan pidana upaya menyuap hakim agung di MA dengan mengirim uang sebesar 850 juta ke ketiga nomor rekening bank, yang menurut pengakuan John didapat atau disuruh oleh terdakwa MN.
Dari dupliknya tersebut tersirat ancaman terdakwa MN bakal mempidanakan Pengusaha beraset ratusan miliar yang juga konsultan investor asing, John N Palinggi.
Bukan cuman itu, dalam dupliknya terdakwa MN juga menuding gelar pendidikan Doktor dan Magister John N Palinggi yang juga berprofesi sebagai Mediator Resmi Negara non Hakim yang namanya tercatat di semua pengadilan negeri di Jakarta itu.
Dalam sidang perkara dengan agenda mendengarkan Duplik terdakwa tersebut, hakim ketua persidangan kembali menegur terdakwa karena terlalu banyak pengulangan sehingga membuat jalannya sidang menjadi lama.
“Tolong pak dipersingkat, yang penting-penting saja. jangan banyak pengulangan,” kata Hakim Ketua Persidangan, Buyung.
Baca Juga; ( Kena Tegur Hakim Lagi, Ini Pledoi Prof. Mathen Napang, Terdakwa Dugaan Putusan Palsu MA )
Sebelum sidang ditutup, hakim ketua mengagendakan sidang lanjutan 2 minggu ke depan dengan agenda Putusan perkara oleh Hakim. (ARP)
Be the first to comment