Site icon

Tak Mau Minta Maaf, Direktur RS Primaya PGI Bakal Dipolisikan Usai Gagal Dimediasi

Jakarta, majalahspektrum.com – DIREKTUR RS. Primaya Hospital PGI Cikini, dr, Tweggie Hellina, MM bakal dipolisikan usai gagal dimediasi oleh pihak Kepolisian Sektor Cikini, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan yang digelar di Ruang Rapat 2 RS. Primaya PGI Cikini antara pihak direksi, pasien, Lidya Sembiring dan Polsek Cikini, dr, Tweggie tidak mengakui perbuatannya yang dirasa melakukan fitnah terhadap Lidya Sembiring dan Parningotan Pardede (Pasien) dan ogah meminta maaf.

“Saya sudah buat laporan ke Polres lalu ke Polsek atas fitnah kepada saya oleh Direktur RS Primaya PGI Cikini, dr, Tweggie namun sebelum ditindak lanjuti ke perkara hokum pihak polisi melakukan upaya damai memediasi kami, namun dr, Tweggie tak mau meminta maaf bahkan tidak mengakui perbuatannya. Oleh karena itu nanti saya tindak lanjuti laporan kepolisian saya untuk diproses hukum,” kata Lidya Sembiring yang merupakan Costumer Service di RS. Primaya PGI Cikini, usai pertemuan yang gagal mediasi tersebut, Senin (29/8/2022).

Persoalan bermula kala seorang pasien Ir, Parninggotan Pardede melakukan berobat jalan di RS PGI Cikini (sebelum berubah nama menjadi RS. Primaya Hospital PGI Cikini). Parningotan dating pagi-pagi untuk mengambil nomor antrian dan dapat nomor antrian 2. Namun saat ia kembali ke RS dari urusan penting pekerjaan, nomor antriannya berubah menjadi nomor 22. Tak terima akan masalah itu, Parningotan melakukan protes ke pihak Managemen RS dan melaporkannya ke pihak BPJS Kesehatan.

“Saya minta tolong ke CS Lidya Sembiring untuk mendaftarkan berkas saya, lalu karena ada urusan penting saya pergi sebentar, pas balik lagi ke RS tahu-tahu nomor antrian saya jadi nomor 22. Kata pihak managemen RS pasien nomor 1 sampai 18 adalah untuk pasien pribadi atau mandiri dan asuransi lain. Ini khan sepertinya pasien BPJS itu warga kelas 3 di RS ini. Dan juga harusnya saya nomor 20 kok malah nomor 22,” terang Parningotan.

Lanjut Parningotan, dalam persoalan itu pihak RS menyarankan dirinya untuk melakukan pendaftaran pasien online. Saran itu juga sebagai jawaban kenapa nomor antrian pasien Parningotan menjadi nomor 22. Namun oleh CS Lidya Sembiring diklarifikasi bahwa pendaftaran online tidak dapat dilakukan saat ini karena systemnya belum rampung. Atas keterangan Lidya tersebut, Sekpri Direktur menegur Lidya agar tidak mendebat dirinya.

“Lalu saya laporkan ke kantor BPJS Jakarta Pusat dan BPJS Pusat dan sudah ada jawaban dari BPJS agar pihak RS Primaya PGI melakukan klarifikasi. Saat dilakukan pertemuan guna klarifikasi inilah saya dituduh telah mengatakan bahwa saya mendapatkan nomor telephone pak Yos dan ibu Lina yang merupakan Pimpinan Primaya Hospital dari saudara Lidya, padahal saya tidak pernah mengatakan itu di rapay pertemuan dan tak ada di notulen rapat tentang hal itu,” jelasnya.

Sementara, Lidya Sembiring mengaku dituduh oleh dr, Tweggie telah membocorkan berbagai informasi penting mengenai Primaya Hospital PGI Cikini kepada Parningotan, memberikan termasuk nomor-nomor handphone petinggi Primaya Group. dr, Tweggie mengira bahwa Lidya dan Parningotan memiliki hubungan dekat, oleh karenanya ia memperingatkan Lydia agar tidak terlalu dekat dengan keluarga Pardede (Parningotan).

“Waktu saya menghadap dr. Tweggie ke ruangannya, Mei 2022, ada dua orang di dalam ruangan itu. Disitu saya dituduh membocorkan nomor telepon petinggi Primaya. Padahal, saya tidak pernah bertemu orangnya apalagi memiliki nomor telephone mereka semua,” terang Lidya yang sudah 34 tahun mengabdi di RS Primaya PGI Cikini.

Tidak terima dengan tuduhan Tweggie, Lidya pun mencoba meminta klarifikasi kepada Direktur RS. Primaya PGI tersebut tentang siapa yang mengatakan bahwa dirinya yang memberikan nomor telp pimpinan Primaya Hospital kepada Parningotan. Namun saat ada kesempatan bertemu, Tweggie malah tidak mengakui perbuatannya tersebut, malahan ia mengatakan bahwa Parningotan Pardede sendirilah yang mengatakan hal itu pada rapat klarifikasi nomor antrian pasien BPJS antara pihak RS, Pasien dan BPJS Kesehatan.

“Saya bahkan minta dipertemukan dengan keluarga Pardede, apakah benar saya pernah mengatakan hal itu kepada mereka dan apakah benar pak Parningotan mengatakan hal itu di rapat dengan BPJS?. Namun nyatanya dia (dr, Twiggie) tak mau mengakui perbuatannya dan meminta maaf. Saya sebenarnya hanya ingin nama baik saya dibersihkan dan dr, Tweggie meminta maaf atas perbuatannya, itu saja. Tetapi hingga pertemuan mediasi tadi dengan pihak kepolisian, dia tak juga mengakui dan minta maaf. Oleh karena itu, saya dengan ibu Siahaan (isteri Parningotan Pardede) nanti akan ke POlsek untuk meminta agar masalah ini dilanjutkan ke proses hukum delik aduan fitnah,” beber Lidya.

Rapat mediasi yang diadakan Senin, 29 Agustus, di Primaya Hospital PGI Cikini mentah. Pihak Lidya dan Keluarga Pardede tetap meminta Tweggie untuk mempertanggungjawabkan dugaan fitnah yang ia pintarkan. “Kami hanya minta dia mengakui kesalahannya dan minta maaf,” kata Yunisar boru Siahaan istri Pardede.

Sementara, saat awak media ingin meminta tanggapan dan klarifikasi tentang persoalan tersebut di hari itu juga,  dr. Tweggie tidak bersedia diwawancara memberikan keterangan. “Saya tidak mau. Saya tidak bersedia, hubungi Humas saja,” kata Tweggie singkat.

Atas jawaban dr, Tweggie tersebut, majalahspektrum.com tidak mencoba menghubungi pihak Humas RS Primaya PGI Cikini seperti yang disarankan Tweggie karena masalah tersebut tersangkut pribadi si Direktur bukan tentang kebijakan managamen RS. (ARP)

Exit mobile version