Jakarta, majalahspektrum.com – MANTAN Rektor Universitas Kristen Indonesia (UKI) yang juga pensiunan Hakim, Dr, Maruarar Siahaan, S.H, MH mengatakan, berdasarkan UU Nomor;53 tentang Yayasan bahwa pihak ketiga selain organ penggelola suatu yayasan berhak mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap suatu Yayasan yang dinilai bermasalah ada perbuatan melawan hukum.
“Setiap orang yang berkepentingan dan yang menjadi sasaran tujuan dari didirikannya Yayasan adalah orang ketiga yang dapat memeriksa yayasan, bahkan Kejaksaan boleh mengajukan pemeriksaan terhadap suatu Yayasan yang dinilai bermasalah ada perbuatan melawan hukum,” terang Maruarar Siahaan saat menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/6/2022).
Dari pengalamannya sebagai Pengurus, Pengawas dan Pembina bahkan pernah menjadi Ketua Pembina berbagai Yayasan, menurut Maruarar seringkali Pengurus, khususnya Pembina Yayasan merasa unit usaha Yayasan sebagai miliknya sehingga timbul sikap otoriter dan tidak transparan karena merasa tidak perlu semua orang tahu tentang keadaan yayasan, padahal ini bertentangan dengan Undang-undang dan filosofi didirikannya suatu Yayasan.
“Filosofi didirikannya suatu yayasan adalah adanya seseorang atau pihak yang mengibahkan harta miliknya untuk menyediakan pelayanan sosial guna menolong orang miskin dan yang berkesusahan. Adapun organ dalam Yayasan ada Pengurus, Pembina dan Pengawas. Pengurus mengangkat eksekutif untuk mengelola unit usaha yang dibangun oleh Yayasan,” jelasnya.
Lagi kata mantan Hakim dan Ketua berbagai Pengadilan Tinggi ini, menurut UU 53 Yayasan, bahwa setiap orang yang berkepentingan terhadap tujuan didirikannya yayasan adalah orang ketiga yang dapat memeriksa yayasan.
“Prinsip yayasan adalah keterbukaan dan akuntable karena tujuannya adalah sosial dimana pemiliknya bukan perorangan dan bertujuan profite. Tidak menempelkan hasil kinerja atau laporan yayasan oleh pengurus saja sudah masuk kategori tindakan melawan hukum,” kata mantan Hakim Konstitusi ini.
“Etika dan moral menjadi pertimbangan yang harus dimiliki dalam menyelesaikan persoalan dalam yayasan,” sambung Maruarar menekankan.
Seperti diketahui, sekelompok Dokter dan Tenaga Kesehatan (Nakes) Rumah Sakit Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (RS PGI) Cikini meminta Yayasan Kesehatan (Yakes) PGI Cikini diperiksa pengadilan. Permohonan pemeriksaan telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanggal 14 Juli 2021, dengan surat No. 01/RS-PGICIKINI/VII/2021 tertanggal 12 Juli 2021. Adapun hal yang diajukan adalah Permohonan Penetapan Untuk Pemeriksaan Terhadap Yayasan Kesehatan PGI Cikini.
Sementara, kuasa hukum Pemohon sebagai Kelompok Dokter dan Nakes RS PGI Cikini, Dra. Risma Situmorang, S.H., M.H mengatakan, keterangan saksi ahli dalam persidangan itu sangat dibutuhkan guna membuktikan legal standing (keabsahan) permohonan dari para dokter dan Nakes RS. PGI Cikini untuk dilakukan pemeriksaan terhadap Yayasan Kesehatan PGI yang melakukan BOT RS. PGI Cikini dengan Primaya Hospital.
“Keterangan ahli menjadi terang masalah permohonan pemeriksaan Yayasan RS.PGI Cikini karena selama ini khan permohonan para dokter dan Nakes ini dinilai pihak termohon tidak ada Legal Standingnya,” kata Risma usai sidang yang dipimpin hakim tunggal, Heru Hanindyo, S.H, M.H itu.
Kata Risma, keterangan dari ahli yang perpengalaman dan kompeten sangat dibutuhkan untuk memunculkan titik terang persoalan yang tengah ditanganinya. Menurut dia, dari keterangan ahli tadi sangat jelas bahwa pihak ketiga bias mengajukan pemeriksaan terhadap suatu yayasan yang dinilai bermasalah dan melakukan perbuatan melawan hokum.
“Yang berkepentingan itu bukan cumin dokter bahkan bias masyarakan luas yang berkepentingan yang merupakan sasaran dari yayasan itu. Yayasan harus akuntable dan terbuka. Selama ini khan pengurus Yayasan RS, PGI Cikini tidak transparan tidak pernah terbuka tentang keadaan RS.PGI Cikini yang sebenarnya, tahu-tahu melalui website diumumkan mengalami kerugian 110 miliar rupiah. Khan harus dicari tahu kenapa merugi, apakah salah kelola, siapa yang salah, siapa dan bagaimana pertanggungjawabannya,” terang Risma.
Oleh karenanya, lanjut Risma, melalui pengadilan, pemohon menginginkan adanya pemeriksaan ulang terhadap yayasan kesehatan PGI yang lebih akuntable dan transparan.
“Periksa ulang oleh lembaga audit independen, profesioanl dan kredible benarkah RS.PGI mengalami kerugian, kenapa bisa begitu, siapa yang salah dan bertanggungjawab.kita minta data-datanya termasuk surat-surat dan perjanjian-perjanjian yang dibuat serta SOP RS.PGI Cikini,” jelasnya.
Diketahui, RS.PGI Cikini kini telah berubah nama menjadi RS. Primaya Hospital PGI akibat penanaman modal oleh Primaya Hospital terhadap RS. PGI Cikini dengan alasan RS.PGI Cikini terus merugi hingga 110 miliar rupiah. Mergernya RS.PGI Cikini dengan Primaya Hospital dipersoalkan oleh para dokter, Nakes dan karyawan non kesehatan di RS.PGI yang tidak ingin RS.PGI diswakelola oleh Primaya Hospital
Oleh pihak yayasan, khususnya PGI menganggap apa yang dimohonkan oleh para dokter dan Nakes RS.PGI tersebut tidak memiliki legal standing karena lahan RS,PGI Cikini adalah milik PGi yang bukan merupakan yayasan.
“Tanah yang diBOT-kan memang milik PGI bukan Yayasan tetapi yang dipersoalkan ialah kelanjutan usaha Yayasan. Yang diBOT-kan bukan cuma tanah tetapi nasib Rumah Sakit juga sudah dialihkan, faktanya nama RS.PGI Cikini saja sudah berubah menjadi RS.Primaya Hospital PGI,” sangah Risma.
Baca Juga : ( Hasil Riset, Kemunafikan Pemimpin Gereja Jadi Alasan Anak Muda Enggan ke Gereja )
Untuk diketahui, Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan : a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar; b. lalai dalam melaksanakan tugasnya; c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan.Kemudian, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Yayasan disebutkan yaitu: “Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan yayasan”; dan dengan demikian, pengajuan permohonan a quo oleh Para Pemohon terhadap Termohon 1 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat, benar sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (2) Jo Pasal 1 angka 2 UU Yayasan, dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa permohonan a quo; oleh karenanya cukup alasan bagi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menerima Permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.
Pemohon juga menyatakan antara lain, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (2) UU Yayasan, sudah sangat jelas bahwa permohonan pemeriksaan terhadap Termohon 1 yang diajukan oleh Para Pemohon selaku pihak ketiga yang sangat berkepentingan akan kelanjutan Yayasan Kesehatan PGI Cikini (Termohon 1) tersebut, dikarenakan adanya tindakan dari organ Termohon 1 yaitu Pembina Termohon 1 (Termohon 2 s/d Termohon 6) dan Pengurus Termohon 1 (Termohon 7 s/d Termohon 13), yang telah melakukan tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan Anggaran Dasar Termohon 1, yaitu telah mengalihkan sebahagian dari total luas areal tanah RS PGI Cikini yang dimiliki oleh PGI, yaitu seluas 1 Hektar dari total luas 5.6 Hektar yang terletak di Jl Raden Saleh No. 40, Jakarta Pusat, kepada pihak lain yang belakangan diketahui bernama PT. Primaya Grup dan manajemen RS PGI Cikini diserahkan kepada PT. Oikos Fortuna Cikini.
Timbul pertanyaan, apakah lahan RS PGI Cikini yang diserahkan KSAD Jenderal Nasution untuk diawasi dan dikuasai DGI (sebelum berubah nama menjadi PGI) dapat di-BOT-kan?. (ARP)
Be the first to comment