Indonesia Akan Punah Jika 3 Hal Ini Terus Dibiarkan

Jakarta, majalahspektrum.com – DALAM sebuah pidatonya, penulis yang memperoleh penghargaan pulitzer, Jarred Diamond mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu Negara yang sebentar lagi peradabannya akan punah. Apa pasal?.

Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa apabila anda ingin menghancurkan peradaban sebuah bangsa, ada tiga cara untuk melakukannya:
1. Hancurkan tatanan keluarga.
2. Hancurkan pendidikan.
3. Hancurkan keteladanan dari orang-orang yang jadi panutan dan ulama.

1. Hancurkan Keluarga

Untuk menghancurkan keluarga caranya dengan mengikis peranan ibu-ibu. Sibukan mereka dengan dunia luar dengan menyerahkan urusan rumah tangga kepada pembantu. buatlah mereka malu menjalani peran sebagai ibu rumah tangga dengan bangga menjadi wanita karir, dengan dalih emansipasi.

Jejali anggota keluarga (ayah, ibu dan anak) dengan kesibukan dan keasyikan sendiri (contoh; smartphone bermedsos ria) sehingga timbul egoisme dan suasana keakraban keluarga. Dengan demikian, anak-anak rusak, mental generasi penerus bangsa rusak.

2. Hancurkan Pendidikan

Untuk menghancurkan pendidikan caranya; jangan jadikan para pendidik sebagai orang yang penting dalam masyarakat. Kurangi penghargaan terhadap mereka, alihkan perhatian mereka sebagai pendidik dengan berbagai kewajiban administratif , dengan tujuan materi semata, hingga mereka abai terhadap fungsi utama sebagai pendidik hingga para pelajar meremehkannya.

3. Rusak Akhlak Pemuka Agama

Untuk menghancurkan keteladanan rusak akhlak para ulama, para pemimpin agama dan orang-orang yang ditokohkan dalam masyarakat, dengan melibatkan mereka dalam politik praktis, yang berorientasi materi dan jabatan. Hingga tidak ada lagi orang pintar yang patut dipercayai. Tidak ada orang yang mendengarkan perkataannya, apalagi meneladani perbuatan dan sifatnya karena dinilai munafik.

Apabila ibu-ibu rumah tangga yang punya kesadaran sudah hilang, para guru yang ikhlas lenyap, dan para ulama/pemimpin agama / panutan sudah sirna, maka siapa lagi yang akan mendidik generasi dengan nilai-nilai luhur. Itulah awal kehancuran yang sesungguh sungguhnya. Saat itulah kehancuran suatu bangsa akan terjadi.

Belajar Dari Tembok Cina

Setelah susah payah dibangun selama 100 tahun, tembok Cina tidak berguna sama sekali sebagai “pertahanan Negara”. Ketika orang-orang Cina zaman kuno dulu ingin hidup dalam kondisi aman, mereka membangun tembok Cina yang sangat besar. Mereka berkeyakinan tidak akan ada orang yang sanggup menerobosnya karena tinggi sekali.

Akan tetapi, 100 tahun pertama setelah tembok selesai dibangun, Cina terlibat tiga kali perperangan besar. Pada setiap kali perperangan, Angkatan Darat musuh tidak butuh menghancurkan tembok atau memanjatnya untuk menerobos masuk. Tapi cukup bagi mereka setiap kali perang menyogok penjaga pintu gerbang, kemudian mereka masuk melalui pintu.

Perhatian orang Cina di zaman itu disibukkan dengan pembangunan tembok, tapi mereka lupa membangun manusia. Membangun manusia seharusnya dilakukan sebelum membangun apapun. Dan itulah yang dibutuhkan oleh bangsa ini sekarang.

Kemajuan teknologi, semua serba instan dan gaya hidup ekslusiveme adalah beberapa faktor yang membuat ketahan keluarga, karakter guru dan pemuka agama menjadi rusak. Jika terus dibiarkan, melihat kehancuran peradaban di Indonesia hanya tinggal menunggu waktu.

Kalau ingin kaya dan hidup glamor jangan jadi guru atau pemuka agama. Kalau ibu-ibu hobbynya shoping dan traveling, jangan harap mengurus dan mendidik anak-anak dengan baik. Manusia memang sangat rentan menjadi “hamba uang”, tidak pernah merasa cukup dan tak tahu mengucap syukur. Kesombongan dirilah yang menjadi akarnya.

Sekarang ini banyak pendeta menjadi pengusaha, bahkan menjadikan gereja sebagai perusahaan dengan usaha bisnis bergerak di bidang rohani yang menghibur dan membakar emosi jiwa. Ajaran firman Tuhan tidak mengakar lalu bertumbuh dan berbuah. Nats Alkitab asal kutip untuk bahan menggiring opini jemaat agar lebih menghormati sang pendeta dan mau memberikan persembahan besar. Ibaratnya, bukan gereja yang berdiakonia kepada jemaat tetapi jemaatlah yang berdiakonia ke gereja atau pendetanya.

Penulis : Agus Riyanto /DBS

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan