
Salatiga, majalahspektrum.com – DOSEN Antropologi Fahd University of Petroleum and Minerals, Saudi Arabia, Prof, Dr, Sumanto Qurtuby, Ph.D mengatakan, jika dirinya menjadi Menteri Agama, akan mencabut kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Indonesia.
“Karena itu bisa menjadi adanya perlakuan diskriminatif terhadap orang tertentu warga negara Indonesia, misalnya, seseorang dalam mencari pekerjaan. Mau jadi Pegawai pemerintah (PNS) atau mengisi suatu jabatan tertentu tidak bisa karena agamanya yang dianut yang tertera dalam KTP,” kata Sumanto dalam paparannya sebagai pembicara dalam Seminar Agama-agama (SAA) ke-53 Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) di Balairung kampus Universitas Kristen Satya Wacana, kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (3/7/2019).
Menurut Sumanto, sesuai dengan Pancasila dan UUD’45, semua warga negara Indonesia harus diperlakukan sama, hak yang sama dilindungi oleh negara.
“Tidak ada istilah mayoritas-minoritas. Pemeluk agama islam bisa mayoritas di darerah tertentu tetapi minoritas di daerah lain, begitu juga sebaliknya kepada pemeluk agama lain. Semua warga negara Indonesia berhak tinggal dimana saja, memeluk agama apa saja dan menjalankan ibadahnya,” jelasnya.
Dalam paparannya bertajuk “Kontroversi dan Sikap Terhadap Penyiaran Agama dan Minoritas Agama di Indonesia”, secara khusus Sumanto menyoroti nasib warga pemeluk agama kepercayaan atau keyakinan agama budaya lokal seperti; Sunda wiwitan, Kejawen (Jawa), Parmalim (Batak) dan lainnya.
Meski sudah disahkan keberadaannya melalui Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian diakomodir di kolom agama pada KTP sebagai pemeluk Kepercayaan, namun mereka belum diakui dan difasilitasi negara kebutuhannya.
“Mereka ditolak, harus memilih salah satu dari 6 agama yang diakui negara saat kelahiran (akta lahir), perkawinan (akta nikah) dan Meninggal dunia (pemakaman). Kasihan mereka dari lahir sampai mati dipersulit, sudah mati pun masih dibikin susah karena tidak ada tempat pemakaman umum bagi mereka, kalau dikubur di halaman rumah salahkan, tidak boleh menurut aturan,” pungkasnya.
Baca Juga : ( SAA Ke-35 PGI Minta Negara Penuhi Hak Warga Penghayat Kepercayaan )
Dikeratui, setiap warga negara Indonesia tidak bisa membuat akta lahir anak jika tidak ada akta nikah orangtuanya, jika tidak ada akta lahir tidak bisa sekolah dan bikin akta nikah.
“Mereka pun tidak bisa menjadi pegawai negeri, TNI atau Polri,” ujarnya.
Menurut Sumanto, adanya mayoritas minoritas kelompok di Indonesia merupakan narasi yang diciptakan, dibangun, dibumikan oleh kelompok atau pihak tertentu untuk kepentingan tertentu.
“Di Jordania, presidennya selalu orang kristen. Di Palestina banyak Wali Kotanya beragama kristen,” tuturnya. (ARP)
Be the first to comment