
Jakarta, majalahspektrum.com – MEDIATOR resmi negara yang juga pengusaha nasional, Dr, John N Palinggi, MM, M.BA mengeluhkan kemacetan jalan di Jakarta, pun ditambah lagi dengan keberadaan Proyek Strategis Nasional (PSN) memperparah kemacetan.

Menurut John, pihak yang bertanggungjawab terhadap kemacetan jalan sudah melanggar Undang-undang (UU) Nomor: 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan.
“Lalu lintas jalan mempunyai Peran Strategis dalam mendukung pembangunan dan Integrasi Nasional dalam Upaya mewujudkan kesejahteraan umum sesuai dengan UUD “45. Jika lalu lintas tersedat, roda ekonomi pun tersedat,” kata Pengusaha ini di kantornya Grha Mandiri, Menteng, Jakarta, Jumat (13/12/2024).
Bukan hanya roda perekonomian yang tersedat, menurut mediator resmi negara ini, kerugian masyarakat akibat kemacetan jalan dapat membuat orang sakit jiwa.
“Orang jadi mudah marah, stres, depresi berujung sakit jiwa. bahkan membuka peluang terjadinya perselingkuhan dalam rumah tangga, ini saya tahu betul karena seringnya saya memediasi kasus percerian di pengadilan karena perselingkuhan akibat jalanan macet ada yang kongkow dengan teman kantor atau kenalan lawan jenis,” terang John.
Bukan cuman itu, lanjut John, orang juga jadi sering berbohong. “Telat masuk kantor atau urusan lainnya dengan alasan jalan macet. bohong itu dosa loh,” ujarnya.
Padahal, kata John, Sistim Transportasi Nasional mestinya mengembangkan Potensi dan Perannya untuk mewujudkan keamanan, Keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas.
“Harusnya dan kenyataannya itu berbeda kesengsaraan di Jalan itu semakin bertambah. Saya perhatikan, selama 20 tahun ini kesengsaraan di jalan itu semakin bertambah. pertambahan jumlah kendaraan dengan pertambahan ruas jalan tidak sebanding, jauh lebih banyak pertambahan kendaraan yang kalau saya hitung hilang 3 Km jalan per-tahun,” beber John.
John mengungkapkan bagaimana dirinya dari Kantor di Grha Mandiri, Menteng Ke Rumahnya di kawasan Kebon Jeruk memakan waktu 2,5 jam Yang Seharusnya, Jika Jalanan lançar hanya membutuhkan waktu tempuh 15 menit saja.
“Saya sampai 3 kali terbangun dari tidur baru Sampai Rumah. contohnya lalu lintas dari jalan Thamrin sampai jalan Sudirman,” keluhnya.
Untuk itu, usul John, pemerintah harus membuat kebijakan yang bertujuan membatasi volume kendaraan.
“Di luar negeri usia kendaraan dibatasi. jika sudah mencapai batas kendaraannya ditimbang dan dibayar negara lalu dilebur. selain itu, bagi orang yang ingin menambah jumlah mobilnya dikenakan pajak tinggi, misalnya 30% dari harga mobil kedua, tambah mobil ketiga 3 dikenakan pajak 50%,” usul John.
John menduga ada pihak yang sengaja menciptakan kemacetan. Dugaan itu karena melihat pengaturan lalu lintas jalan yang amburadul, malahan membuat macet.
“Ada jalan yang seharusnya dua arah saja malah jadi satu arah (one way). selain itu, tikungan putar balik yang terlalu jauh membuat terjadinya penumpukan kendaraan. Harus ada penelitian arus jalan,” bebernya.
John juga mengeluhkan petugas yang bertanggungjawab terhadap kelancaran lalu lintas jalan tak kelihatan untuk mengurai kemacetan.
“Dishub atau LLAJR harus bisa lebih baik lagi dalam menyiapkan infrastruktur jalan, rambu atau tanda jalan untuk kelancaran jalan,” usul John lagi.
John mengungkapkan, sering kali dirinya melihat ada mobil mendapatkan pengawalan (patwal) atau voorijder menambah kemacetan jalan, yang saat dicheck ternyata orang biasa.
“Saya foto plat mobilnya, kirim ke Polda eh ternyata pengusaha dan atau bukan orang yang semestinya mendapatkan pengawalan. pemerintah harus membatasi siapa saja pejabat yang diperbolehkan menggunakan voirijder,” tandasnya.
Terkait paparan John, dari pantauan majalahspektrum.con di lapangan, seringkali Polantas justru banyak muncul di jalan-jalan yang tidak macet untuk menilang kendaraan, bahkan tak jarang akibat razia (kebanyakan tak resmi) kendaraan membuat lalu lintas jadi macet. Malahan, saat jalan macet, mereka tak kelihatan “batang hidungnya” untuk mengurai kemacetan. (ARP)
Be the first to comment