Jakarta, majalahspektrum.com – BERTAJUK “Peningkatan Kapasitas Perempuan dan Perlindungan Anak di Ruang Digital Melalui PP TUNAS”, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) menggelar “Konsultasi Nasional dan Fasilitator Perempuan GAMKI”.
Didampingi Sekum DPP GAMKI, ditandai pemukulan Gong, kegiatan itu secara resmi dibuka oleh Kementerian Komunikasi dan Digital di Nusantara Hall, NT Tower, Kamis (4/12/2025).
Menurut Sekum DPP GAMKI. Alan Singkali. kegistan itu digelar dalam rangka peningkatan advokasi terhadap perempuan, bekerjasama dengan Kemenkomdigi.
“Setelah mengikuti pelatihan di Bogor, diharapkan perempuan GAMKI dari seluruh Indonesia. kembali ke daerahnya dengan menjadi agen perubahan, mensosialisasikan pentingnya melindungi perempuan dan anak di ruang digital,” kata Alan.
Alan mengapresiasi banyaknya dukungan yang diberikan terhadap kegiatan ini. Hal tersebut nampak dari banyaknya peserta yang merupakan utusan lembaga dan komunitas dari berbagai daerah.
“Terimakasih kepada Kemenkomdigi atas kerjasamanya, juga kepada mitra kerja GAMKI dari GMKI, PERWAMKI (Perkumpulan Wartawan Media Kristen Indonesia), Universitas UKI, Jayabaya dan lainnya,” ungkap Alan.

Setelah acara pembukaan, selanjutanya peserta Konas Perempuan GAMKI akan mengikuti rangkaian pelatihan di Wisma Kinasih, Bogor, Jawa Barat selama 4 hari (Tgl 4-7 Desember 2025).
Pembukaan acara Konas Perempuan GAMKI diawali renungan yang dibawakan oleh aktivis perempuan Pdt, Lilly Danes. Dalam renungannya, Lily menyampaikan bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena masih kentalnya diskriminasi gender di tengah masyarakat. Padahal jika menilik ajaran agama, semua orang harus diperlakukan setara.
“Tidak boleh ada diskriminasi berbasis apapun, baik geser, sosial, suku, dan lain sebagainya. Bertolak dari situ, setiap orang harus proaktif menentang setiap diskriminasi,” katanya.
Untuk diketahui, jumlah kasus diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia saat ini memang masih terbilang tinggi. Selama periode Januari-Oktober 2025, tercatat ada 25.194 kasus. Umumnya kekerasan terjadi di lingkungan rumah tangga, sedangkan motif utamanya adalah soal ekonomi. Artinya, pelaku kekerasan justru adalah orang terdekat korban sendiri. Suatu fakta yang sangat ironis.
Mewakili Menteri Komdigi. Marroli Jeni Indarto, Direktur Kemitraan Komunikasi Lembaga dan Kehumasan, Kemkomdigi, Marroli Jeni mengatakan bahwa diskriminasi dan kekerasan berbasis gender terjadi karena faktor lingkungan. Salah satunya penggunaan media sosial yang kurang bertanggungjawab. Maka dari itu, ia mendorong agar masyarakat melakukan filter mandiri terhadap konten-konten negatif di media sosial.
“Di era digital sekarang ini. cyber builing kepada perempuan dan anak banyak terjadi di ruang-ruang media sosial melalui pesan digital. Data pribadi anak juga menjadi sasaran,” kata Marroli dalam sambutannya mewakili Menkomdigi.
Kata Marroli, di belahan dunia baru negara Australia kemudian Indonesia yang memiliki Peraturan tentang perlindungan Anak di ruang digital. Perlindungan Anak di ruang digital diatur dalam PP TUNAS.
Sementara itu, dalam sambutannya, Ketua Panitia Tri Ombun Sitorus menyebut ada sekitar 400 peserta yang hadir dari berbagai komunitas dan kalangan serta lintas agama. Para peserta akan diberi materi terkait Pengenalan Diri & Pemberdayaan, Ethics of Care, Membangun Jejaring Kepemimpinan Perempuan Lintas Aras, Advokasi dengan Pendekatan Psikologis dan Hukum, Jurnalistik sebagai Media Advokasi Perempuan, Dare to be Feminist Trainer, dan Inovasi Program Perempuan. (ARP)

Be the first to comment