Opini, Jakarta, Majalahspektrum.com – AKSI yang dilakukan Najwa Shihab dalam melakukan wawancara kursi kosong yang harusnya diisi oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Letjend TNI (Purn) DR, dr, Terawan Agus Putranto, Sp.Rad sungguh membuat malu Pers Indonesia.
Menurut saya, Najwa telah melakukan pengkhianatan terhadap marwah seorang jurnalis atau pers dan telah melakukan pembodohan publik, hal yang sangat mencederai fungsi Pers sebagai kontrol sosial, mengedukasi masyarakat dan membela kepentingan umum. Pers sebagai pilar keempat demokerasi pun dikotori oleh sikap otoriter Najwa saat melakukan wawancara.
Najwa telah melanggar Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik dimana Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Seorang narasumber memiliki hak untuk menolak diwawancara oleh wartawan. Yang terjadi, Najwa Shihab memaksa Menkes Terawan untuk datang sebagai narasumbernya. Padahal Terawan sudah mengutus dirjen kementerian kesehatan untuk datang ke sana, namun tak digubris oleh Najwa, parahnya, dia malah mewawancara kursi kosong. Mewawancara kursi kosong yang seharusnya diisi Terawan merupakan tindakan pelecehan nan keji.
Kecewa karena narasumbernya berhalangan hadir bukan berarti hak wartawan untuk mempermalukan narasumber seperti yang dilakukan Najwa.
Mungkin benar yang dikatakan Denny Siregar dalam chanel youtubenya bahwa Najwa tidak bertujuan memperoleh informasi dari narasumbernya untuk diketahui masyarakat luas tetapi untuk mencari sensasi dan gengsinya.
Padahal, dengan mewawancara seorang Dirjend Kesehatan yang diutus menggantikan Menkes Terawan, masyarakat dapat mendapatkan informasi yang berharga. Namun itu tak dilakukan Najwa karena mungkin tujuannya menghadirkan Menkes Terawan untuk mempermalukan dan menyudutkan sang menteri. Wajar saja jika ada sebagian pengamat, termasuk saya menilai apa yang dilakukan Najwa ada agenda titipan dari orang-orang yang tak menyukai Terawan.
Bukan cuman terhadap Terawan, Najwa juga pernah berlaku tidak sopan kepada narasumbernya dengan memotong omomngan narsum seperti; Menko Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan dan Presiden Jokowi. Sepertinya Najwa ingin memframing buruknya pemerintah saat ini.
Saat mewawancara kursi kosong Terawan, pertanyaan-pertanyaan yang diluncurkan Najwa pun sangat kentara ingin menyudutkan sang menteri. Persis sama seperti yang sering dikoar-koarkan oleh para pembenci Terawan selama ini yakni Menteri tak becus kerja, khususnya terkait pandemi covid-19 dan mendesak mundur dari kursi Menteri Kesehatan.
Saya mencatat ada 2 pertanyaan wawancara Najwa yang tampak sekali ingin menyudutkan Terawan. Salah satu pertanyaan Najwa malahan merupakan pembodohan publik karena disarikan dengan informasi yang tidak benar atau pembohongan publik.
Pertanyaan pertama Najwa kepada Terawan yang saya soroti adalah soal kenapa Terawan sebagai Menkes tidak pernah tampil di publik atau media untuk memberikan keterangan soal penanganan pandemi virus corona. Padahal, di Negara-negara lain pun bukan Menkesnya yang ngomong soal corona tetapi Perdana Menteri atau Presidennya atau yang ditunjuk soal itu. Di Indonesia sendiri, Presiden Jokowi telah menunjuk satuan Gugus Tugas penanganan corona, dan gugus tugas memiliki Juru Bicara (Jubir) sebagai pemberi informasi dan keterangan kepada masyarakat.
Pertanyaan wawancara kedua Najwa, yang saya anggap pembohongan dan pembodohan public adalah soal mendurnya Menteri Kesehatan di beberapa Negara yang ia (Najwa) contohkan seperti; Polandia, Newzeland dan Ceko yang semua diketahui melalui pemberitaan media.
Mungkin hanya membaca judul atau sengaja menyembunyikan fakta, Najwa seolah-olah ingin Terawan juga mundur sebagai Menkes seperti para Menkes di beberapa Negara tersebut karena gagal menanggulangi wabah corona. Padahal kenyataannya, para Menkes dari beberapa Negara tersebut mundur tidak ada kaitannya soal kegagalan menangani wabah corona di negerinya.
Menkes Polandia mundur karena tuduhan korupsi, Menkes Ceko mundur karena tidak cocok dengan Perdana Menterinya dan partai pengusungnyalah yang menyuruh sang mekes mundur, dan Menkes Newzeland mundur karena melanggar aturan Lockdown negaranya dimana di saat Lockdown, sang menkes justeru jalan-jalan ke pantai bersama keluarganya.
Kita tahu bahwa selama ini ada persoalan antara Terawan dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), jauh sebelum Terawan menjadi Menkes. Terawan sampai harus dipecat oleh IDI karena terapi cuci otaknya, yang sudah menyembuhkan banyak orang penting di negeri ini dianggap salah oleh IDI. Bisa jadi IDI semakin gerah dankesal lantaran dokter yang mereka pecat justeru diangkat menjadi Menteri Kesehatan oleh Presiden Jokowi.
Satu hal lagi yang ingin saya nilai, Najwa kerap menyerang para orang penting di pemerintahan saat ini karena ingin Kementerian atau Lembaga pemerintah memasang iklan layanan masyarakat di medianya. Untuk hal ini, banyak media melakukannya, menyerang pejabat atau institusi pemerintah pun swasta kemudian tutup mulut kalau sudah pasang iklan. Inilah yang saya juluki wartawan “Bodrek Karpet Merah”.
Saya jadi teringat akan aturan Dewan Pers yang mewajibkan wartawan dari media yang distempel resmi sebagai industri pers harus mengikuti Uji Kopetensi Wartawan (UKW). Salah satu alas an Dewan pers adalah untuk meniadakan keberadaan wartawan yang dicap abal-abal atau Bodrek. Pertanyaannya, jangan-jangan Najwa belum UKW, atau tak perlu UKW seperti penguji UKW atau penggagas UKW karena dianggap senior atau sudah jago?. Karena nyatanya, Wartawan “Bodrek /abal-abal Karpet Merah” itu nyata, sama nyatanya dengan wartawan yang mereka nilai abal-abal atau bodrek.
Penulis : Agus Riyanto
Kadrun mah gitu berlagak pintar n sok berkuasa dan selalu ingin menguasai.
Presrasi nol besar mulut besar dan intoletan