Jakarta, majalahspektrum.com – AGAMA menjadi sangat sensitive di Indonesia yang dapat berujung pada jeruji besi. Baru-baru ini, seseorang dipolisikan gegara singgung soal agama dari soal cinta seorang pemuda yang ditolak oleh seorang wanita pujaannya yang berbeda keyakinan hingga soal memandikan mayat.
Yang paling fenomenal ialah kasus mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok dan kasus Suara Adzan. Ahok bahkan sampai harus mendekam dalam penjara, padahal, kasusnya sengaja diadakan demi kepentingan politik memperebutkan kursi Gubernur pada Pilkada DKI Jakarta.
Diduga menista agama, seorang pemuda berinisial ID alias AC diringkus jajaran Polres Serdang Bedagai. Dia diduga menghina ulama dengan kata-kata kotor.
Warga Desa Sialangbuah, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatra Utara, ini pun ditetapkan menjadi tersangka. Dia menistakan agama lewat unggahan di media sosial dengan akun Sun Go Kong.
Dalam video yang beredar di media sosial, warga mendatangi rumah ID, dan ia nyaris menjadi bulan-bulanan masyarakat yang geram dengan unggahannya. Namun polisi segera datang dan menjemput dia
Kapolres Serdang Bedagai AKBP Robin Simatupang menjelaskan, motif ID menistakan agama karena diduga putus cinta. Ditolak cintanya oleh sang wanita, lantas ID menghina agama si wanita.
“Motifnya masalah asmara. Tersangka cintanya ditolak oleh perempuan yang berbeda agama,” ujar Robin, Medan, Minggu, 21 Februari 2021 lalu.
ID terancam dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU RI no 17 Tahun 2016 dan Pasal 45 ayat (2) UU RI No 11 Tahun 2016, tentang ITE subsider Pasal 156 huruf a KUHPidana tentang penistaan agama, dengan ancaman penjara 5-6 tahun.
Yang tengah heboh dan viral saat ini adalah kasus penistaan agama oleh 4 orang tim tenaga kesehatan Covid-19 di RSUD Djasamen Saragih, Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penyebabnya, keempat tenaga Askes berjenis kelamin Lakilaki tersebut memandikan mayat seorang wanita muslim berumur 51 tahun.
Diduga kena hasutan kaum Kadrun, kata Denny Siregar, sang suami memperkarakan masalah yang sudah 5 bulan berlalu tersebut ke kepolisian atas dalil menistakan agama karena memandikan mayat wanita yang bukan muhrimnya.
Keterangan dari pihak RSUD, keempat pria Askes tersebut terpaksa memandikan jenazah wanita itu karena tidak adanya Askes Covid-19 wanita yang bertugas. Jadinya, Dimandikan salah, tidak dimandikan salah juga.
Tuntutan hukum dilakukan beberapa ormas sampai harus demo-demo ke kantor kepolisian dan pengadilan negeri Siantar. Mau dibuat viral dan heboh karena emang punya tujuan bikin kegaduhan, kata Denny Siregar menanggapi aksi demo, yang disebutnya sebagai, kelompok kadrun.
Sudah banyak kasus atas nama agama, dituding menista agama memakan korban sampai harus dipenjara. Mereka-mereka yang memperkarakan hukum atas nama agama itu pun rata-rata dilakukan oleh kelompok-kelompok itu itu saja, yang anti pluralisme dan intoleran, yang ingin menggantikan Pancasila sebagai idiologi negara dengan Khilafah.
Miris memang ketika sekelompok orang mati-matian membela agama bahkan Tuhannya. Padahal bukan agama yang membuat orang dinilai baik atau masuk surga tetapi ajaran agama melalui kitabnya dana amal perbuatan baiknya. Agama seringkali dipakai untuk kepentingan pribadi, politik dan ekonomi, inilah sesungguhnya yang membuat agama di Indonesia itu menjadi sangat sensitive.
Unik dan anehnya, mereka kerap mengklaim sebagai pembela Tuhan. Sepertinya mereka tidak yakin akan kekuasaan dan kemampuan Tuhan sampai harus dibela matia-matian mengorbankan nyawa diri sendiri dan keluarga, sampai harus melakukan aksi bunuh diri segala.
Tuhan mereka kerdilkan, karena sebenarnya Tuhan tidak perlu dibela, Dia, Tuhan dapat membela dirinya sendiri, manusialah sebenarnya yang butuh pembelaan Tuhan. Jadi, mereka yang mengatasnamakan membela Tuhan inilah sesungguhnya yang menista Tuhan dan agama. (ARP/DBS)
Be the first to comment