Dualisme GKSI, Frans Ansanay Percaya Konsistensi PGI dan Dirjend Bimas Kristen

Jakarta, majalahspektrum.com – KURANG lebih sudah 7 tahun terjadi dualisme kepemimpinan di sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI). Satu kepemimpinan sinode GKSI biasa disebut GKSI Kerja Bakti dan yang satunya lagi biasa disebut GKSI Daan Mogot merujuk pada alamat atau wilayah domisi kantor pusat kesekretariatan masing-masing pimpinan sinode GKSI.

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyatukan kembali sinode GKSI, sampai-sampai Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang merupakan aras gereja nasional yang menaungi sinode GKSI turun tangan, pun dengan Dirjend Bimas Kristen Kementerian Agama (Kemenag) RI. Keduanya, PGI dan Dirjend Bimas Kristen sama-sama mengambil kebijakan atau keputusan tidak mengakui salah satu dari dualisme kepemimpinan sinode GKSI tersebut sampai mereka mau berdamai dengan bersatu kembali.

Dalam beberapa kali sidang MPL dan Sidang Raya PGI, GKSI hanya diundang sebagai “Peninjau” bukan peserta yang memiliki hak suara. Hasil sidang MPL maupun Sidang Raya PGI soal GKSI selalu sama yakni mengharuskan mereka berdamai dan satu kembali.

Terkait hal itu, Bendahara Umum sinode GKSI Kerja Bakti, Willem Frans Ansanay, S.H, M.Pd mengatakan yakin dan percaya akan konsistensi sikap PGI dan Dirjend Bimas Kristen Kemenag. Frans mengatakan hal itu karena beredar isu “di luaran sana” yang mengatakan bahwa PGI dan Dirjend Bimas Kristen Kemenag hanya mengakui sinode GKSI Daan Mogot.

“Kami (GKSI Kerja Bakti) mengikuti saran dari PGI dan Dirjend Bimas Kristen yaitu harus berdamai, Ini sikap yang tepat menurut saya dan kami siap berdamai karena kami taat azas dan percaya konsistensi Ketum PGI, Pdt, Gomar Gultom akan sikapnya,” kata Frans yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Sinode GKSI Kerja Bakti ini usai acara wisuda Sarjana PAK STT Injili Jakarta (STTIJA) di Aula STTIJA, Kp.Makasar, Jakarta Timur, Rabu (24/11/2021).

Frans sangat menyayangkan adanya anggapan pihak “Sebelah” (GKSI Daan Mogot) yang mengatakan bahwa pihaknya (GKSI Kerja Bakti) ingin berdamai karena sudah tidak punya uang dan mau ambruk.

“Kita malah berkembang pesat, saat ini di Jakarta saja kita sudah punya, berdiri 14 jemaat gereja lokal, total nilai asset kita jauh lebih besar dari GKSI sebelah. Yang membuat saya makin miris adalah ada yang beranggapan dari pihak sana yang mengatakan bahwa kami ingin berdamai nantinya mau menguasai asset GKSI Daan Mogot, ini fitnah keji. Harus diingat asset gereja bukan asset pribadi, gereja bukan milik pribadi, saya akui memang Pdt, Matheus Mangentang pendiri GKSI tetapi GKSI bukan milik dia pun asetnya, jangan mau jadi Ketua Sinode seumur hidup, Negara saja membatasi periodeisasi Presiden ini kok mau seumur hidup, ada apa?,” beber Frans yang juga Ketua STTIJA ini.

Lagi kata Frans, sinode GKSI pihaknya hingga kini masih solid dan terus berkembang hingga ke daerah-daerah. Untuk menutupi kebutuhan dana gereja diupayakan dari usaha mandiri gereja-gereja GKSI lokal dan sumbangan pribadinya tanpa ada sponsor atau donator.

“Kita tidak mencari-cari sponsor atau donatur. GKSI tidak ‘Memperdagangkan’ Ladang Tuhan. Tidak maunya pihak sebelah (GKSI Daan Mogot) merupakan contoh teladan buruk gereja. Di mimbar kerap bicara damai-damai tetapi prakteknya tidak suka perdamaian,” ujar Frans yang juga seorang pengusaha dan konsultan beberapa perusahaan besar ini.

“Anak saya 4, 1 di BPK, 1 di tugas di Polda Sumut, 1 di Kejaksaan dan yang bungsu sedang kuliah di Atma Jaya, jadi apa lagi yang kurang buat saya?. Makanya saya ketawa saja jika ada yang bilang saya mau merebut asset GKSI pimpinan Matheus, asset saya hampir 1 triliyun rupiah, apa yang sudah saya kasih untuk gereja (GKSI) dan STTIJA sudah melebihi jumlah asset mereka,” tambah Frans menegaskan.

Berseloroh, Frans merasa pihaknya tidak mencari sponsor atau donator untuk GKSI karena besar kemungkinan pihak sponsor tidak percaya karena tampang dan perawakannya.

“Tampang saya khan kayak preman sedangkan pihak sebelah seperti malaikat, padahal bisa saja yang tampang malaikat berhati malaikat sedang yang bertampang malaikat berhati preman, he, he, he,,,” seloroh Frans yang saat ini diketahui satu-satunya orang Papua yang menjadi pimpinan atau Ketua STT di Jakarta.

Untuk diketahui, Sinode GKSI berdiri pada, 21 Nov 1988, sampai dengan 2014 dipimpin oleh Pdt, Dr, Matheus Mangentang, S,Th kemudian dalam Sidang Istimewa November 2014 digantikan possisinya sebagai pelaksana tugas (Plt.) oleh Pdt Ramles Silalahi sampai Sidang Sinode November 2015. Pada SI 2015 itulah Pdt Marjiyo, M.Th terpilih sebagai Ketum Sinode tetap. Pdt, Matheus Mangentang yang tak terima posisinya yang sudah 24 tahun menjadi Ketum sinode GKSI digantikan dalam SI 2014 kemudian tetap menjadi Ketum Sinode GKSI versi Daan Mogot, saat itulah terjadi dualisme kepemimpinan di GKSI.

Baca Juga : ( Contoh Baik Alih Kepemimpinan di GKSI Kerja Bakti )

Sementara, Ketua Sinode GKSI Kerja Bakti, Pdt, Iwan Tangka, M.Div mengatakan bahwa logo resmi sinode GKSI secara sah adalah milik GKSI versi mereka karena sudah didaftarkan ke Kemenkumham pada 26 Agustus 2016 dengan nomor sertifikat merk ;  IDM000795326.

“Jadi GKSI dan STT yang selama ini mengunakan logo tersebut di luar kami tidak boleh lagi menggunakannya karena merupakan pelanggaran hukum,” kata Pdt, Iwan Tangka.

Ketua Majelis Persidangan Frans Ansanay melantik Ketum Sinode GKSI baru Pdt, Dr, Iwan Tangka, M.Div. Hal yang sama dilakukan Frans Tahun 2011 melantik Pdt, Matheus Mangentang sebagai Ketum Sinode GKSI periode 2011-2016 di Pondok Remaja PGI Cisarua, Bogor, Jabar.

Dikatahui, pada Sidang Sinode 2020 bulan Novemver kembali Pdt Marjiyo terpilih, namun dalam kepemimpinanya kira-kira satu tahun, dalam Rakernas GKSI 2021, Pdt Marjiyo meminta posisinya digantikan dengan alasan agar lebih konsentrasi pada bidang usaha kemandirin Sinode GKSI, dimana persepuluh dari hasil usaha tersebut nantinya akan diserahkan ke sinode GKSI. Rakernas menerima permintaan Pdt Marjiyo yang kemudian untuk mencari penggantinya Rakernas menetapkan diadakan Sidang Istimewa yang disetujui semua peserta. Sidang Istimimewa memilih Pdt Dr Iwan Tangka, M. Div sebagai Ketum Sinode GKSI masa bakti 2020-2024, melanjutkan kepemimpinan yang ditinggalkan Pdt Marjiyo.  (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan