Pdt. Edy Wagino, Dari Penjara Kembali Ke Penjara

Jakarta, majalahspektrum.com – LAHIR dan tumbuh dewasa di kota Medan, Sumatera Utara, Edy Wagino yang dikenal sebagai preman dengan nama alias “Aho Medan” ini sejak kecil mengalami hal yang menyakitkan di keluarganya. Orangtuanya memiliki kesibukan sendiri yang membuatnya mencari perhatian dalam pergaulannya.

Ayah Edy mendidik Edy dengan keras dan mengajarkannya ilmu bela diri supaya Edy tidak kalah dalam setiap perkelahian dengan teman-temannya. Edy terus mendalami bela diri hingga ia tumbuh dewasa. Sampai akhirnya Edy merasa ingin mencoba ilmunya di jalan. Ia bertemu dengan orang lain di jalan lalu berkelahi dan berkelahi. Ia merasa sudah hebat karena bisa mengalahkan orang sampai suatu hari kena batunya.

Suatu hari, Edy terjebak dalam suatu perkelahian  yang membuat dirinya terluka parah, dua tusukan di perut dan pukulan dengan kayu-kayu nesar di kepalanya membuatnya sadar dan langsung takut, meminta pertolongan Tuhan. Lalu Edy berlari dan minta pertolongan warga.

Kemudian, Edy mencobai Tuhan dengan hal lain, yaitu narkoba. Rasa takut ia alami karena kecanduan obat yang ia konsumsi. Edy mengunci dirinya  di kamar dan tidak ingin siapapun masuk termasuk anaknya. Setiap ia melihat jendela terbuka, ia merasa takut dan mendengar suara-suara yang tidak jelas. Ia diberi makan layaknya binatang, makanannya ditaruh di atas lantai. Istri Edy akhirnya tersadar mengetahui bahwa suaminya adalah preman dan pecandu. Ia menyesal telah menikah dengan Edy. Ia merasa dibohongi, kecewa dan hancur hati.

Pada suatu hari Edy ingin pergi ke Karawang dengan memakai taksi. Karena ingin cepat sampai, Edy meminta untuk membawa taksinya sendiri, padahal dia sedang mabuk. Tanpa ia duga ada motor melintas di depan taksinya dan akhirnya terjadi kecelakaan yang mengakibatkan orang yang ditabrak itu terluka. Karena panik, maka Edy langsung menancap gas, menendang sopir taksi keluar dan melarikan diri. Tetapi Edy tidak beruntung. Pada saat itu ada polisi yang mengejarnya dan Edy pun tertangkap.

Edy harus mendekam di penjara untuk keenam kalinya karena kekerasan dan obat terlarang. Istri Edy merasa sedih, karena pada saat Edy dipenjara, ia mengalami kesulitan ekonomi. Ia harus menjual semua barang di rumahnya untuk biaya sehari-hari. Walaupun ia merasa kecewa dengan suaminya tetapi ia tetap mengasihi suaminya.

Hingga pada suatu hari saat di penjara, Edy mengikuti suatu kebaktian di dalam Lapas 2 Karawang, September 1996 yang dilayani Pdt, Wiweko Mulyono yang saat ini menjadi gembala pembinanya di Rayon 8 Lippo Cikarang. Ia mendengar khotbah tentang suatu hal yang menyebutkan; “Bahwa di dalam Yesus, sesuatu yang lama sudah berlalu dan yang baru sudah datang”. Pada saat itu ia merasa ada sesuatu yang ia dapatkan. Ia merasa ada yang menyentuh hatinya. Ia menangis tanpa bisa dibendung.

Pada saat Edy mendengar pujian pada ibada tersebut, saat menutup matanya dan menengadah ke atas,  ia serasa melihat ada sosok besar putih berdiri di hadapannya. Ia sadar itu adalah sosok Tuhan Yesus yang ia kenal. Ia semakin tak kuasa menahan air matanya. Kemudian ia memeluk-meluk kaki Tuhan. Selesai mengalami lawatanTuhan tersebut, Edy merasa hidupnya jadi baru. Ia mengambil satu komitmen dalam dirinya bahwa mulai saat itu ia akan tinggalkan semua kehidupannya yang lama dan menjadi manusia yang baru di dalam Tuhan.

Pdt, Edy Wagino (tengah baju hitam) saat Jamuan Kasih Dengan Pengurus DPP PERWAMKI (Perkumpulan Media Kristen Indonesia)

Keluar dari penjara dan berkumpul dengan keluarga, Edy sudah menjadi manusia yang baru, ia diubahkan Tuhan 180 derajat. Saat ini Edy sudah menjadi seorang hamba Tuhan, ia adalah Gembala siding gereja GBI Sinano, Karawang dan juga seorang pengusaha sukses.

Namun ia tidak melupakan penjara sebagai tempat dimana ia berasal mengalami pertobatan, mengenal dan mengasihi Tuhan serta menjadi Pelayan-Nya. Hingga saat ini Pdt, Edy Wagino dikenal aktif melakukan pelayanan ke penjara-penjara. Ya, Dari Penjara Kembali ke Penjara. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan