FGD Mengenal Kejuangan Raja Sijorat VIII, Upaya Pengajuan Pahlawan Nasional

Jakarta, majalahspektrum.com – TARNAMA Institut bersama Forum Jurnalis Batak (FORJUBA) menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Mengenal dan Mengangkat Kejuangan Raja Sijorat VIII”. FGD itu digelar dalam upaya mengajukan Raja Sijorat VIII sebagai Pahlawan Nasional kepada pemerintah RI.

Hasil FGD yang digelar di Kampus Universitas Mpu Tantular, Senin, 6 Oktober 2025 itu akan digunakan sebagai bahan untuk seminar pada 28 Oktober 2025 di tempat yang sama.

Mengawali diskusi, Ludin Panjaitan, S.H, MM yang mengaku sebagai bagian ketutunan Raja Sijorat VIII memaparkan kisah perjuangan Raja Sijorat melawan tentara Belanda di tanah Batak.

Menurut Ludin, pada Tahun 1878. Raja Sijorat VIII memimpin pasukan melawan Belanda, Tahun 1883: Meskipun Balige jatuh ke tangan Belanda, perjuangan Raja Sijorat VIII mempertahankan tanah air dan budaya tetap membara.

Pada tanggal 8 Agustus 1883, Raja Sijorat VIII memimpin sekitar 2000 personil, termasuk 20 pejuang suku Aceh sebagai penasihat militer, dalam serangan terhadap benteng Belanda di Simanangking Laguboti.

Pada tanggal 24 Agustus 1883, Raja Sijorat VIII mengirimkan “Oorlogsverklaring” atau maklumat perang kepada Belanda di Simanangking Laguboti. Maklumat ini ditulis dalam bahasa Batak di sekerat bambu dan digantungkan di pohon dekat tangsi Belanda, menyatakan kesiapan Raja Sijorat VIII untuk perang habis-habisan melawan Belanda.

Maklumat perang ini tidak diabaikan oleh Belanda. Pada malam yang sama, seorang prajurit penjaga tangsi Belanda bernama Kertodongso tertembak dan menderita luka berat, memicu reaksi keras dari Belanda. Pada tanggal 26 Agustus 1883, pasukan Belanda di bawah komando Kapten Haver Droeze bergerak ke Sitorang dengan pasukan sekitar 2000 orang, lengkap dengan persenjataan berat dan artileri.

Pasukan Belanda melewati berbagai wilayah, termasuk sungai Aek Simare-mare, Laguboti, Pintubosi, Sigumpar, Pintubatu, dan Silaen. Banyak huta yang dilalui oleh pasukan Belanda tidak melakukan perlawanan dan malah menaikkan bendera putih sebagai tanda menyerah. Namun, ketika pasukan Belanda tiba di Sitorang, mereka dihadapi oleh perlawanan sengit dari pejuang Batak. Meskipun berjuang dengan gigih, pejuang Batak akhirnya kalah karena persenjataan yang tidak seimbang. Hampir semua huta-huta di Sitorang dibakar habis, termasuk padi dan ternak.

Setelah tiga hari tiga malam dikepung, huta Raja Sijorat VIII di Lumbantor, Sitorang, akhirnya jatuh ke tangan serdadu Belanda. Rumah kesaktiannya dibakar setelah dijarah, dan harta bendanya dibawa oleh Belanda. Meskipun Raja Sijorat VIII sempat ditawan, dia berhasil melarikan diri dan melanjutkan perjuangannya melalui perang gerilya di daerah Habinsaran.

“Beliau (Raja Sijorat) memimpin 2.000 pasukan melawan Belanda di wilayah TobaHabinsaran, Tapanuli dan berasal dari huta (kampung) Sitorang. dari tahun 1877 hingga 1907, bersamaan dengan Sisingamangaraja XII di Bakara. Jadi, Raja Sijorat bukan Panglimanya Sisingamangaraja XII tetapi kejuangan sendiri di wilayah yang berbeda,” terang Ludin.

Lundu Panjaitan (tengah), Petrus Panjaita (kanan) dan CH Robin Simanulang

Hadir sebagai pematik diskusi, jurnalis senior, penulis buku “Hita Batak”, Drs, CH Robin Simanulang dan dosen UKI Dr, Petrus Panjaitan.

Dalam pandangannya, Petrus Panjaitan menekankan perlunya kajian lebih dalam tentang kejuangan Raja Sijorat VIII. ia kemudian menunjukan beberapa buku sebagai rujukan awal tentang kejuangan Raja Sijorat VIII.

“Harus kumpulkan literasi lebih banyak dan akurat,” katanya.

Sementara, CH Robin Simanulang berpendapat, rujukan untuk mencari literasi buku tentang kejuangan Raja Sijorat VIII tak lain ke negeri Belanda.

“Cari tahu dengan siapa saja yang dihadapi tentara berperang di tanah Batak. Lalu bisa tanya atau wawancara pengakuan warga Toba Habisaran tentang kejuangan Raja Sijorat VIII,” kata Robin Simanulang.

Ia juga sepakat untuk meseminarkan kejuangan Raja Sijorat VIII dengan mengundang pakar sejarah sebagai pembicara dan menghadirkan saksi sejarah.

“Memang usaha keras dalam mengumpulkan literasi dan pengakuan masyarakat tentang Kejuangan Raja Sijorat VIII ini,” tukasnya.

Di Tengah-tengah diskusi muncul kontra atau penolakan pembahasan Kejuangan Raja Sijorat VIII yang bertujuan mengajukan tokoh itu sebagai pahlawan nasional melalui berbagai pesan whatsApp yang diterima beberapa peserta diskusi. Penolakan itu bahkan datang marga Panjaitan sendiri. “Siapa mereka berhak membahas Raja Sijorat” bunyi salahsatu pesan yang diterima.

Menanggapi hal itu, Ludin Panjaitan berpendapat hal itu berasal dari orang-orang yang iri atau cemburu (Late) saja.

Sementara Robin Simanulang meyakinkan bahwa penolakan, pro dan kontra pasti ada. Hal itu harus disikapi dengan bijaksa.

“Jangan ditanggapi sinis, jadikan cambuk pemicu, kita fokus saja berusaha mempersiapkan diri memenuhi syarat yang dibutuhkan untuk menjadikan Raja Sijorat VIII sebagai Pahlawan,” katanya bijak. dan mengkaji lebih dalam perjuangannya, (ARP)

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*