Jakarta, majalahspektrum.com – POLDA Metro Jaya menetapkan Guru Besar Universitas Hasanudin, yang juga Ketua Pengurus Yayasan Sekolah Tinggi Teologia (STT) INTIM, Makasar, Sulawesi Selatan, Prof, Dr, Marthen Napang, S.H, M.H sebagai tersangka 3 pasal berlapis sekaligus, yakni Pasal 378, 372 dan Pasal 263 KUHP.
Hal itu tersebut seperti tertuang dalam Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka oleh Polda Metro Jaya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dengan Nomor: B/3874/VI/RES/.1.11/2024/Ditreskrimum.
Prof Marthen Napang ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan kuat pemalsuan Surat Putusan Mahkamah Agung (MA).
Menurut Muhammad Iqbal, S.H, M.H kasus dugaan pemalsuan Putusan MA oleh Prof, Marthen Napang terhadap kliennya, Dr, John N Palinggi, M.M, MBA bermula pada Tahun 2017 dimana Marthen Napang (MN) datang kepada John Palinggi untuk meminta bantuan disediakan satu ruangan di Lt,25 Graha Mandiri, Menteng, Jakarta, untuk dijadikan kantor bantuan hukumnya. Oleh John diberikan satu bagian ruangan kantor miliknya kepada MN lengkap dengan segala fasilitasnya.
Dalam perjalanannya, pada suatu waktu MN mendatangi John untuk menawarkan jasanya dalam pengurusan perkara di MA yang sedang John tangani atau ketahui mengingat John Palinggi, selain seorang pengusaha, ia juga adalah Mediator resmi Negara.
“Kebetulan Pak John memiliki senior, Ibnu A Setiawan, yang dahulu banyak berjasa kepadanya dalam meraih sukses, sedang berperkara, banding Kasasi di MA. sebagai balas budi, klien saya John Palinggi meminta MN untuk mengurus kasus tersebut,” kata Iqbal kepada majalahspektrum.com, Senin (10/6/2024) di Jakarta.
Lanjut Iqbal, dalam pertemuan dengan John Palinggi, MN sempat menunjukan beberfapa berkas putusan perkara di MA yang berhasil dimenangkan MN dengan tujuan untuk meyakinkan John Palinggi menggunakan jasanya.
“Pak John sempat meng-Copy 4 dari beberapa berkas putusan MA tersebut, dimana salah satunya adalah perkara MN,” terang Iqbal.
Setelah sepakat menggunakan jasa MN dalam mengurus perkara kasasi di MA seniornya, John kemudian mentransfer dana operasiaonal awal yang diminta oleh MN sebesar Rp, 50 juta ke rekening BCA atas nama Elsa Novita sperti yang diminta MN. Pada Tanggal 12 Juni 2017, John kembali mentransfer dana yang diminta MN ke 3 nomor rekening Bank, atas nama; Elsa Novita (BCA), Suaeb (BNI) dan Sadikin (BCA) dengan total Rp. 800 jt.
“Pada Tanggal 13 Juni, pak John mendatangi MN untuk meminta perkembangan pengurusan masalah di MA kepada MN yang oleh MN dijawab sudah beres tidak ada masalah, lalu pada Pukul 13:00 WIB, MN mengirim E-Mail ke John Palinggi berisi putusan MA yang oleh pak John diprint out, dimana hasil dari putusan Kasasi MA adalah ‘DIKABULKAN’ banding perkara senior pak John tersebut,” tutur Iqbal.
“Lalu MN meminta sukses fee sebesar 100 juta rupiah ke pak John dan diberikan. jadi total uang yang diterima MN dari John Palinggi sebesar Rp, 950 juta, total kerugian itu belum termasuk lain-lain yang diberikan John secara cash loh,,” sambung Iqbal.
Untuk meyakinkan atas putusan MA yang diemail MN tersebut, John Palinggi mendatangi kantor MA. di sana John mendapati keterangan dari Staff di MA bahwa ternyata putusan MA dari MN tersebut adalah Palsu sambil menunjukan bukti putusan asli, yang ternyata hasilnya, banding kasasi senior John Palinggi adalah “DITOLAK”.
“Berawal dari situlah klien saya Dr, John Palinggi melaporkan MN ke Polda Metro Jaya pada 22 Agustus 2017 dengan Nomor LP: 3951/VII/2017 dimana proses LP tersebut mandek atau ditangguhkan karena kesibukan penyidik, situasi Covid-19 dan faktor lainnya. akhirnya, pada 4 Juni 2024 MN ditetapkan Polda Metro sebagai Tersangka,” beber Iqbal.
Putusan Perkara MN di PN Makasar
Lebih lanjut Iqbal menceritakan, saat ini MN telah diputus oleh Pengadilan Negeri (PN) Makasar sanksi kurungan 6 bulan atas tuduhan Pelaporan Palsu kepada John Palinggi imbas dari perkara putusan palsu MA tersebut.
“dia MN melakukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) namun ditolak. tak puas, dia lakukan banding lagi ke tingkat Kasasi di MA yang putusannya akan keluar dalam 1 hingga 2 Minggu ke depan,” terang Iqbal.
Diceritakan Iqbal, putusan PN Makasar berupa hukuman 6 bulan penjara kepada MN adalah karena ulahnya sendiri yang melaporkan John Palinggi ke Poltabes Makasar dengan tuduhan Pencemaran Nama Baik.
“Namun tuduhan pencemaran nama baik kepada klien saya oleh MN tidak terbukti atas putusan pengadilan. gegara itu MN bahkan melakukan Pra Peradilan kepada Polda Sulsel yang menetapkannya sebagai tersangka pelaporan Palsu dan kalah,” jelasnya.
Baca Juga: (Praperadilan Ditolak, Guru Besar Unhas Jadi Tersangka Pelaporan Palsu)
Awalnya, lanjut Iqbal, MN melaporkan John pencemaran nama baik berdasarkan surat John kepada Rektorat UNHAS agar menegur dan meminta kepada MN untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada John Palinggi untuk diselesaikan secara baik-baik (Reestorasi Justice) seperti yang diinginkan John.
Namun, berdasarkan surat John ke rektorat Unhas tersebut, MN malah melaporkan John ke Poltabes Makasar dengan tuduhan Pencemaran Nama Baik.
“Sudah banyak pihak, termasuk penyidik Kepolisian yang menyarankan kepada MN untuk menyelesaikan masalahnya dengan John P dengan baik-baik namun ditolak MN. Pak John ingin MN kembalikan saja uangnya dan masalah selesai. ya mungkin karena pak John merasa satu suku dengan MN sehingga ingin masalah tersebut diselesaikan secara kekeluargaan yang apadahal kerugian yang diderita klien saya jauh lebih lebih besar dari 950 juta rupiah,” terang Iqbal.
Iqbal menyayangkan adanya seorang Guru Besar dan Ketua BP Yayasan Sekolah Teologi melakukan berbagai tindak pidana. “Harusnya Saudara Marthen Napang bisa menjadi contoh, utamanya bagi generasi muda, bukan malah melakukan tindak pidana. Ini juga preseden buruk bagi lembaga pendidikan, di mana ia bernaung,” tuturnya.
Dalam laman STT Intim diketahui Marthen Napang duduk sebagai Ketua Badan Pengurus Yayasan dimana Pdt Dr. Alfred Anggui yang merupakan Ketua Umum Gereja Kristen Toraja (GKT) sebagai Ketua Badan Pembinanya. Sebagai ketua Sinode GKT dan Ketua Pembina STT INTUIM, hingga berita ini diturunkan, Alfred Anggui belum memberikan respon dan pernyataan resmi terkait perkara MN. (ARP)
Be the first to comment