2 Pimpinan MP GPdI Penuhi Panggilan Polda Metro. Ini Duduk Persoalannya

Jakarta, majalahspektrum.com – DUA orang pimpinan di Majelis Pusat (MP) Sinode GPdI Gereja Pentakosta di Indonesia (MP GPdI) yakni Ketum, Pdt, Dr, Johnny Weol dan Bendum, Pdt. Brando Lumatauw (mundur 2023 dari MP) memenuhi panggilan Klarifikasi penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. mereka dimintai keterangannya terkait adanya laporan dugaan penggelapan dana kas sinode oleh rekan pendeta di GPdI, Pdt, Jacky M.

Pdt, Johnny Weol mendatangi Polda Metro pada, Senin (21/04/2025), sedangkan Pdt. Brando hadir didampingi kuasa hukumnya, Sondang Siagian, S.H pada, Rabu (23/4/2025).

Pdt, Johnny Weol (kiri berjas) dan Pdt, Brando

Dalam keterangannya mewakili Pdt Brando kepada wartawan, Sondang Siagian mengatakan, kepada penyidik Ditreskrimum Polda Metro, Pdt. Brando menerangkan bahwa sejumlah dana yang dilaporkan diduga digelapkan adalah atas perintah Ketum MP GPdI, Pdt, Johnny Weol via Telephone.

“Johnny Weol (JW) melalui telephone meminta kepada pak Brando untuk menyerahkan sejumlah uang ke Sekum. dia sendiri tidak tahu persis kegunaannya untuk apa. Uang tersebut ada juga yang ditrasfer langsung ke JW (Johnny Weol), semua itu ada catatannya,” kata Sondang, via voice note menjawab pertanyaan majalahspektrum.com, Kamis (24/4/2025).

Diketahui dasar laporan ke Polda yakni bahwa dalam Sinode GPdI, laporan resmi keuangan organisasi disampaikan oleh Majelis Pusat (MP) ke semua Majelis Daerah (MD) setiap enam (6) bulan.

Dari buku-buku laporan tersebut, Pendeta-pendeta Sinode GPdI di seluruh Indonesia dapat mengetahui kondisi keuangan organisasi serta penggunaan keuangan tersebut.

Laporan Keuangan (Hal.46) Sebelum Revisi

Temuan, di dalam buku laporan MP untuk September 2022 – Februari 2023, terdapat pengeluaran keuangan yang menyalahi ketentuan-ketentuan konstitusi GPdI. Secara spesifik di halaman 46 buku laporan keuangan itu terdapat enam (6) kali pengeluaran untuk sebuah lembaga penegak hukum miliki negara, dan dua (2) kali di antaranya diserahkan secara langsung oleh Sekum MP GPdI dan Pdt, John Weol selaku Ketum MP GPdI.

Masih di halaman yang sama dalam buku laporan itu terdapat juga pengeluaran yang jumlahnya dianggap cukup fantastik. Atas dasar itu Pdt, Jacky membuat laporan ke Polda Metro pada, 6 November 2023.

“Saya membuat laporan ke Polda Metro sejak 6 November 2023. Laporan itu saya lakukan beberapa waktu setelah saya membaca buku laporan MP tentang Keuangan organisasi GPdI, periode September 2022 – Februari 2023,” terang Jacky, dalam keteramgannya yang diterima via layanan WhatsApp, Jumat (21/03/2025).

Menurut Jacky, adapun sumber kas MP GPdI berasal dari iuran wajib seluruh Pendeta GPdI se- Indonesia yang berjumlah 10.000 orang (10% dari Pendapatan per-bulan) sesuai AD/ART dan tujuan utama penggunaan keuangan organisasi sinode GPdI, adalah untuk kepentingan dan kemajuan organisasi, membantu pembangunan fasilitas tempat ibadah di daerah-daerah, terutama di pedesaan, dan untuk kesejahteraan para pendeta dan keluarganya yang masih dalam tahap perintisan gereja, bukan untuk yang lain. apalagi untuk kepentingan pribadi.

“Bagi saya dan kawan-kawan sesama pendeta GPdI, bukan jumlah nominal dana yang menjadi masalah, akan tetapi nilai moral dari perbuatan tersebut,” ungkapnya.

Sementara. terdapat aturan dalam AD/ART GPdI melarang untuk membawa masalah internal gereja ke ranah hukum (AD/ART GPdI 2012, Psl. 31 ayat 10 dan penjelasannya).

Terkait aturan Pasal 31 ayat 10 itu. Pelapor dan Sondang Siagian (kuasa hukum Pdt, Brando) berpendapat sama yakni. karena MP telah terlebih dahulu melakukan hal yang sama yaitu melaporkan MD Lampung ke Polda Lampung.

“Pasal 31 itu bukan saja MD membawa persoalan ke luar GPdI, ranah hukum, tetapi MP pernah melakukan hal yang sama sebelumnya dengan cara melaporkam Majelis Daerah (MD) GPdI Lampung yang saat itu dijabat Pdt. Samuel Karundeng ke Polda Lampung. juga MP pernah memberikan kuasa kepada MD Jateng untung melakukan gugatan ke PTUN “ terang Sondang.

“Jadi sebenarnya ini sudah saling tabrak gitu ya. Sehingga Pasal 31 AD/ART GPdI tersebut sulit untuk dikatakan bahwa sudah tidak boleh lagi karena semua sudah saling berbenturan, sudah tidak memperdulikan lagi Pasal 31 itu,” sambung Sondang.

Keterangan Ketum MP GPdI

Terkait Laporan dugaan penggelapan uang kas MP GPdI di Polda Metro, Ketum MP GPdI, Pdt, Dr, Johnny Weol saat ditemui di kantornya. “Centra GPdI”, Jl. Sunter Selatan, Blok E No. 1, Jakarta Utara, Sabtu (25/4/2025) mengatakan, bahwa tidak ada penggelapan uang seperti yang dimaksud pelapor.

Dijelaskan Pdt. Johnny Weol (JW), dugaan penggelapan uang yang dimaksud berawal dari adanya laporan seseorang di internal GPdI ke Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan pemalsuan tandatangan Dirjend Bimas Kristen di Buku Saku AD/ART hasil Mukernas di Malang Tahun 2019. Padahal sebelumnya Dirjend Bimas Kristen Kemenag sendiri telah mencabut laporannya di Polda Metro Jaya.

“Ya namanya Polisi wajib menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang ada,” kata Pdt. Johnny Weol.

Lebih jauh dijelaskan Pdt, Weol, karena dirinya saat itu baru saja menjalani operasi jantung. maka ia mengutus Sekum MP GPdI, Pdt, Dr, Elim Simamora untuk memenuhi panggilan Mabes Polri guna menyelesaikan laporan perkara itu.

“Berulang-ulang dipanggil ke Mabes Polri tentu memerlukan biaya untuk keperluan pak Elim yang tinggal di Medan ke Jakarta. Selain ongkos pesawat bolak-balik juga biaya transportasi darat ke dan dari Bandara ke Mabes Polri. belum lagi biaya penginapan hotel dan konsumsi,” terang Pdt, Weol.

Lanjut Pdt, Weol, biaya-biaya urus perkara di Mabes Polri itulah yang dilaporkan berdasarkan Laporan Keuangan yang berujung adanya Laporan dugaan penggelapan dana ke Polda Metro saat ini.

“Ada 6 poin dengan total Rp. 46 juta. hanya saja penulisan /narasi di laporan keuangan itu salah, sehingga menimbulkan salah sangka,” katanya.

Karena adanya kesalahan penulisan itu. kata Pdt, Weol, laporan keuangan tersebut. atas saran teman, direvisi redaksionalnya namun tidak merubah jumlahnya.

Laporan Keuangan Pasca Revisi Penulisan

“Di Laporan Keuangan sebelum diperbaiki tertulis; “Kebutuhan Bareskrim Polri /via Sekum, ada juga yang via Pdt, Jopi dan saya. nah tepat hari Kamis pas 17 Agustus saya ditelphone teman agar merubah penulisan itu karena terkesan uang itu untuk Bareskrim padahal untuk Sekum dan lainnya urus perkara di Mabes Polri. Setelah diperbaiki, salahsatu contoh, penulisan laporan keuangannya menjadi; ‘Biaya Penyelesaian masalah AD/ART Versi Mukernas 2019 via Sekum’. ada juga biaya untuk jasa pengacara yang juga untuk masalah tersebut,” terang Pdt, Weol sambil memperlihatkan laporan keuangan sebelum revisi dan sesudah revisi redaksional biaya.

“Laporan perkara di Mabes Polri itu pun sudah selesai dengan diterbitkannya SP2 (Surat Penghentian Penyelidikan) oleh Bareskrim Polri,” ujar Pdt, Weol.

Surat Penghentian Penyelidikan (SP2) Bareskrim Polri

Terkait laopran dugaan pemalsuan tandatangan Dirjen Bimas di Buku saku AD/ART Versi Mukernas di Malang 2019, Pdt, Weol menjelaskan. perbuatan tersebut dilakukan atas inisiatif salahseorang panitia Mukernas yang juga pengurus MP Bidang Penerbitan, Pdt. Hadi Prayitno (Almarhum) menerbitkan buku saku AD/ART karena sifatnya internal.

“Namun tak disangka buku saku itu jadi gejolak, akhirnya kita (MP) tarik kembali. di buku saku itu, Tandatangan saya dan Sekum pun di AD/ART itu hasil scan. tidak tahu TTD Dirjend Bimas asli atau tidak. namun Pdt. Hadi dengan Sekum waktu itu Pdt, Hus Lumenta. juga sudah almarhum, mendatangi kantor Dirjend Bimas untuk klarifikasi dan meminta maaf dan diterima yang pada akhirnya Dirjend Bimas mencabut laporannya di Polda Metro,” beber Pdt, Weol.

Baca Juga ; (Dugaan Pemalsuan Stempel dan Tanda Tangan Dirjend Bimas Kristen Kemenag RI di AD/ART Sinode GPdI)

Terkait persoalan adanya laporan MP kepada MD Lampung ke Polda Lampung. Pdt, Weol menjelaskan bahwa hal itu terpaksa dilakukan MP karena tak ada penyelesaian internal yang cukup lama.

“Kasusnya adalah. adanya setoran MD Lampung ke MP (sesuai AD/ART) yang tidak wajar. dari yang seharusnya yang disetor Rp. 700 juta hanya Rp. 80 juta. kalau ini bolehlah dibilang penggelapan,” terang Pdt, Weol.

Dijelaskan Pdt, Weol, bahwa ada aturan di AD/ART berdasarkan kesepakatan bersama bahwa para Pendeta di suatu Daerah (MD) menyetor 10% pendapatannya per-bulan ke kas MD, Lalu MD menyetor sebesar 20% dari pendapatannya kepada MP.

“Jadi tidak benar itu kalau dibilang MP terima setoran 10% dari pendapatan per-bulan Pendeta GPdI dari seluruh Indonesia,” jelasnya.

Atas tudingan yang kerap disematkan kepadanya, Pdt, Weol menyatakan ketidak inginannya untuk membalas.

“Bagi saya, Cara balas dendam yang paling bijaksana adalah tidak menjadi jahat seperti orang yang menyakiti kita,” tuturnya.

Di ujung percakapan Pdt, Weol berpesan, bagi siapa saja yang ingin mencalonkan diri pada Munas dipersilahkan asal memenuhi persyaratan sesuai AD/ART. Jangan membuat gejolak atau gaduh.

“Janganlah mencederai gereja sendiri,” imbaunya.

Lebih lanjut Pdt, Weol mengungkapkan, menduduki sebuah jabatan di GPdI hanyalah Pelayanan karena tidak ada gaji di situ.

“Namun seperti yang dikatakan seorang Filsuf, Abraham Maslow bahwa orang butuh Prestige,” tutupnya. (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan