Jakarta, majalahspektrum.com – SETELAH didaftarkan pada Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkumham RI), penggunaan Logo sinode Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) tidak bisa lagi sembarangan.
Hal itu dikatakan Ketua sinode GKSI, Pdt, Marjio, S.Th, M.Th saat perayaan ulang tahun GKSI di Aula Kantor Pusat Sinode GKSI, Jl. Kerja Bakti, Kp.Makasar, Jakarta Timur, Sabtu (21/11/2020).
“Gereja-gereja dan sekolah-sekolah yang selama ini menggunakan logo GKSI di luar kami tidak dapat lagi menggunakan logo tersebut. Pilihannya Cuma 2, bergabung bersama kami atau cabut penggunaan logo tersebut,” kata Pdt, Marjio, Sabtu (21/11/2020) malam.
Pernyataan Marjio tersebut karena saat ini terjadi dualisme kepemimpinan di sinode GKSI. Yang pertama GKSI Jl. Kerja Bakti pimpinan Pdt, Mario dan yang satunya lagi GKSI Jl.Daan Mogot pimpinan Pdt, Matheus Magentang. Hingga saat ini, baik gereja-gereja GKSI dibawah pimpinan Matheus Mangentang maupun STT Setia dan sekolah-sekolah lainnya masih menggunakan logo tersebut.
Selaras dengan Marjio, Ketua Majelis Tinggi GKSI, Frans Ansanay, S.H, M.Pd mengatakan, setelah didaftarkan ke Kemenkumham pada, 26 Agustus 2016 dengan nomor: IDM000795326, dan kini telah diterbitkannya Sertifikat Merk atas logo resmi sinode GKSI tersebut, maka pihak lain, di luar GKSI Jl. Kerja Bakti, tidak dapat lagi menggunakan logo tersebut sesuai dengan yang tertulis dalam Sertifikat Merk atas merk logo tersebut.
“Pembuat logo (tahun 1987) tersebut menyerahkan kepada kami pemula Setia GKSI untuk dipatenkan (sertifikat Kemenkumham), ada saksinya Pak Pdt, Paul. Sejarahnya, pecipta logo tersebut dahulu juga korban yang disingkirkan oleh Matheus Mangentang saat masih di Yayasan YAPENRI,” terang Frans saat acara ramah tamah HUT ke- 32 GKSI (21 November 1988-2020).
Menurut Frans, sejak 2015 pihaknya selalu berupaya adanya perdamaian rekonsiliasi di tubuh GKSI. Namun, ajakan tersebut kerap ditolak oleh pihak Matheus Mangentang. Sedah beberapa kali PGI, sebagai mediator berupaya menyatukan kembali GKSI namun selalu kandas.
“Kami selalu membuka pintu perdamaian dan rekonsiliasi. Kalau gereja mainstream (sinode besar) saja bias rekonsiliasi kenapa tidak?. Ini kan soal adanya kemauan untuk berdamai, kalau ngak mau damai, perlu dipertanyakan, Ada Apa?,” tegas Frans.
Dengan adanya sertifikat hak penggunaan logo GKSI di pihaknya, Frans berharap gereja-gereja GKSi yang belum bergabung untuk bergabung, atau tidak lagi menggunakan logo tersebut, yang otomatis tidak lagi memakai, atau menamai gerejanya GKSI.
“Kalau tidak mau bergabung, ya copot logo dan bentuk sinode gereja yang baru saja. Saya sih berkeyakinan pihak Matheus akan bentuk sinode baru ngak mau gabung berdamai dengan rekonsiliasi,” ungkap Frans.
Catatan sejarah GKSI yang dikutip dari Wikipedia, tercatat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) berdiri sebagai hasil pekabaran Injil dan pelayanan mahasiswa Sekolah Tinggi Theologia Injili Arastamar (STT SETIA) yang dimotori oleh Matheus Mangentang, Willem Frans Ansanay, mampe Tua Mangunsong, Paul Jayadi Amirullah, GKSI didirikan pada Sabtu, 21 November 1998.
Kebaktian perdana diadakan pada tanggal 21 Desember 1988 dan sekaligus ditetapkan sebagai hari berdirinya GKSI. Sebagai bagian dari pelayanan GKSI, Sekolah Tinggi Teologia Injili Arastamar (SETIA) adalah lembaga pendidikan yang bertujuan mempersiapkan hamba-hamba Tuhan untuk dikirim ke seluruh pelosok desa-desa di Indonesia, di daerah-daerah terpencil dan terbelakang. Selama dalam pelayanannya GKSI dan SETIA telah mengirim lebih dari 4000 alumni untuk melayani 800 Jemaat dan Pos Pekabaran Injil di desa-desa di seluruh Indonesia, dari Aceh sampai Papua.
Dalam perjalanannya, GKSI kemudian mengalami kemunduran pada tahun 2014 dimana terjadi dualisme kepemimpinan. Pemimpin yang lama masih mempertahankan status quo (jadi ketua sinode tak tergantikan sejak awal. Sementara, kelompok reformasi kepemimpinan GSKI, yang saat ini dipimpin Pdt, Marjio sebagai Ketua Sinodenya, sudah 2 kali sidang sinode, pemilihan ketuanya berjalan demokratis
Baca Juga : ( Pesan PGI di HUT 4 Windu Sinode GKSI )
Adapun perayaan HUT 4 Windu GKSI berdiri mengusung tema: “Akulah Alfa dan Omega”. Dengan Subtema: “Menjadi Jemaat GKSI yang Mandiri, Peduli, Berintegritas dalam Kesederhanaan Pelayanan untuk Mewujudkan Jemaat Otonom yang Dewasa dalam Daya dan Dana”. (ARP)
Be the first to comment