Jakarta, majalahspektrum.com – TERKAIT permintaan Pdt, Saefudin Ibrahim, seorang mantan guru besar pesantren Al’Zaitun yang murtad menjadi Kristen, yang meminta kepada Menteri Agama RI agar menghilangkan 300 ayat dalam Al’quran dihapus, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan pernyataan bahwa apa yang dikatakan oleh Pdt, Saefudin tersebut bukanlah pernyataan atau suara gereja atau umat Kristen tetapi suara pribadi seorang Saefudin.
“Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang ditujukan ke PGI terkait pernyataan yang meminta agar Menag mencabut 300 ayat dalam Alquran, MPH-PGI merasa perlu memberikan beberapa penjelasan,” ujar Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow seperti dikutip dari Republika.co.id, Kamis (17/3/2022).
Jeirry menyampaikan pernyataan pendeta tersebut bersifat pribadi dan tidak ada hubungannya dengan PGI dan gereja-gereja pada umumnya di Indonesia. Karena itu, PGI meminta kepada masyarakat Indonesia agar tidak menganggap pernyataan tersebut sebagai sikap komunitas Kristen.
“PGI memohon agar masyarakat tidak terjebak untuk menggeneralisasi sikap dan pandangan pribadi sebagai sikap komunitas Kristen. Kekristenan tidak mengajarkan jalan kebencian ataupun sikap membalas dendam,” ucap dia.
Pada kasus Yahya Waloni yang menistakan agama Kristen, khususnya tentang roh kudus, PGI menyatakan member maaf atas apa yang dilakukan oleh Yahya Waloni, mungkin karena maaf dari PGI tersebut Waloni kini telah bebas dari penjara. Padahal, penistaan yang dilakukan oleh Waloni, mengacu pada Alkitab adalah dosa yang tidak dapat diampuni oleh Tuhan yakni menghujat roh kudus.
Dalam Injil Markus 3:29, dikatakan bahwa menghujat Roh Kudus merupakan dosa yang kekal. Artinya, tidak ada pengampunan di masa kini dan masa depan, bahkan di kekekalan.
Sikap PGI berbeda terhadap Mohamad Kace (MKC) yang dinilai telah menistakan agama Islam, PGI mengecam MKC, padahal pernyataan MKC melalui akun youtubenya tersebut adalah upaya menjawab statemen Ustad Abdul Somad yang sangat menghina umat kristiani dan tidak ada dasarnya yakni dengan mengatakan bahwa ada Jin Kafir pada Salib, sedangkan jawaban atau pernyataan MKC berdasarkan isi surat dalam Al’quran. UAS sendiri saat ini tidak ditangkap apalagi diadili, padahal sudah banyak yang melaporkannya.
“Ini patut disesalkan (pernyataan MKC), ini patut dikecam. Terutama di tengah situasi pandemi, di mana agama-agama diminta berdiri bersama, bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan di tengah bangsa Indonesia untuk membawa bangsa ini keluar dari Covid 19,” kata Sekum PGI Jackvelyn Frits Manuputty, dalam video kepada KompasTV, Senin (23/8).
Untuk kasus UAS yang menghina atau menistakan agama Kristen, PGI malahan diam. Dalam sebuah tulisan di Kompasiana berjudul; “Di Balik sikap ‘Diam’ PGI dan KWI atas Ceramah Ustad Abdul Somad”, menarik perhatian saya sebagaian tulisan yang mengatakan bahwa KWI dan PGI tidak akan segegabah itu dalam memberikan tanggapan atau rekomendasi-rekomendasi. KWI dan PGI yang diisi oleh orang-orang yang sungguh paham akan ajaran Kristiani tentang Salib, pengampunan dan cinta kasih tentu akan lebih memilih memaafkan Ustad Abdul Somad. Sebagai umat Kristiani yang paham akan imannya pasti juga akan mengikuti jalan maaf dan pengampunan.
Seringkali kita dengan alasan “kasih” mengampuni begitu saja orang yang telah menyakiti dan menghina kita. Padahal kasih yang diajarkan Yesus Kristus bukanlah seperti itu, kasih itu memafkan yang disertai didikan dan pengajaran agar orang yang melakukan salah bertobat tidak melakukan kesalahan lagi. Lagipula, Tuhan sendiri tidak begitu saja memberikan pengampunan bagi umatnya yang berbuat dosa, pengampunan dosa diberikan dengan terlebih dahulu ada penyesalan pengakuan dosa lalu meminta ampun, itu sebabnya, dalam tata ibadah gereja umumnya, Pengampunan Dosa diucapkan majelis tugas setelah pengakuan dosa.
Dari berbagai contoh kasus penistaan agama tersebut terlihat jelas PGI tidak berani menyuarakan suara Kenabian-nya, seperti mottonya, menyuarakan kebenaran suara kenabian. Terhadap kasus Pdt, Saefudin Ibrahim sikap PGI seolah lepas tangan seperti “Pilatus” saat Yesus diserahkan kepadanya untuk diadili. Jangan kepada Saefudin mengatakan bukan urusan gereja tak ada hubungan dengan dengan gereja dan umat kristiani tetapi terhadap Yahya Waloni mengatasnamakan Gereja dan umat kristiani memaafkannya, yang padahal kesalahan Waloni menurut Injil Markus 3:29 adalah dosa yang tak termaafkan atau terampuni.
Baca Juga: ( Penistaan Oleh Yahya Waloni ini Tak Terampuni, Kok PGI Memaafkan? )
Terhadap masalah Pdt, Saefudin haruslnya PGI melihat latar belakang atau hal apa yang mendasari mengapa Pdt, Saefudin mengatakan hal tersebut. Seperti kita ketahui, Pdt, Saefudin adalah sosok yang setia mendampingi dan membela MKC atas kasus yang menimpanya.
Saya melihat, Pdt, Saefudin kecewa atas hukuman yang dijatuhkan kepada MKC yakni 10 Tahun penjara sementara Munarman yang disangkakan sebagai teroris hanya dihukum 8 tahun, Irjen Napoleon, yang menyiksa MKC dan memaksa memakan kotoran manusia tidak jelas status hukumnya sampai saat ini, pun dengan Ustad Somad yang menyulut pernyataan MKC malah menghirup udara bebas tanpa ditangkap apalagi diadili.
Saya setuju dengan PGI mengatakan Pdt, Saefudin bersalah atas sikapnya namun janganlah sebatas itu harus pula disertai himbauan kepada aparat pemerintah agar bersikap adil dalam masalah penistaan agama dan memberikan solusi atau masukan bagaimana agar hal seperti itu tidak terjadi lagi, itulah suara kenabian.
Saya berharap PGI jangan takut menyuarakan “Kebenaran”. Yang penting ditegakan dan diperjuangkan di Negara ini adalah “Kebenaran” bukan “Kebaikan”. Baik dan Benar itu beda tipis, yang Baik itu belum tentu Benar tetapi Kebenaran sudah pasti Baik walau kadang menyakitkan. (RED)
Be the first to comment