Permudah Pendirian Rumah Ibadah, PBM Bisa Jadi Perpres

Jakarta, majalahspektrum.com – WAKIL Ketua FKUB DKI Jakarta Tahun 2007 – 2021, Rudy Pratikno mengatakan masalah intoleran merupakan problem yang kompleks. Meski sudah tertulis dalam UUD’45 tetapi belum dijabarkan dalam aturan pelaksanaannya berupa UU.

Dijelaskan Rudy, sebelum Peraturan Bersama 2 Menteri (PBM) tahun 2006, Surat Keputusan Bersama 2 Menteri tahun 1969 memang multi tafsir, siapapun dapat menafsirkan sesuka kehendaknya hingga diperbaharui dengan PBM tahun 2006.

“Apa yang tertulis di UUD 1945 biasanya diikuti dengan peraturan pelaksananya berupa Undang-Undang. PBM sudah cukup lengkap meski tidak sempurna. PBM itu hasil musyawarah Bersama semua tokoh lintas agama dan pakar hukum. ,” terang Rudy Pratikno di acara Diskusi bertajuk “Penegakan Hukum dalam Rangka Kebebasan Beragama dan Beribadah” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) bekerjasama dengan Kantor Hukum Jhon Panggabean di Hotel John’s Pardede Internasional Hotel, Jakarta, Jumat (14/4/2023).

Menurut Rudy, PBM tahun 2006 sekarang masih harus disempurnakan, khususnya soal kemudahan pendirian rumah ibadah.

“Kasih masukan saja, bila perlu terdengar sampai ke Presiden. PBM dapat ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” ujarnya.

Baca Juga : ( 5 Pelanggaran Kebebasan Beribadah Pasca Pernyataan Presiden Jokowi, Ini Sikap PGI )

Namun demikian, menurut Pematik dalam diskusi itu, Jhon SE Panggabean, Peraturan apapun termasuk peratuan dua Menteri harusnya tidak boleh ada karena bertentangan dengan UUD 1945. Dalam tata urutan Undang-undang di Indonesia, UUD ’45 ada di atas Undang-undang, sehingga Peraturan Menteri maupun Kepala daerah yang tidak dapat bertentangan dengan peraturan diatasnya

“Sekarang ini memang sudah ada yang menggugatnya di Mahkamah Agung,” kata Advokat Senior yang tengah menyelesaikan program Doktoral Hukum ini.

Ditegaskan Jhon Panggabean, negara harus mempermudah perijinan pendirian rumah ibadah karena tempat beribadah adalah kebutuhan serta merupakan hak azasi umat beragama. penegakan hukum terhadap pelanggar hukum harus dilakukan secara tegas dan adil terkait pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah karena dijamin UUD 1945.

Kembali ditegaskan Jhon Panggabean, negara Indonesia adalah negara hukum dimana hukum sebagai panglima.

“Siapapun dengan dalil apapun mengganggu atau melarang orang lain yang sedang beribadah, apapun agamanya atau keyakinannya  adalah perbuatan melanggar hukum yang harus diproses secara hukum. Karena hak beragama dan kebebasan beribadah tersebut adalah  merupakan hak yang paling mendasar (hakiki) dalam kehidupan manusia sehingga dijamin oleh Negara yang wajib dilindungi,” tegasnya.

Jhon kemudian memberikan contoh kasus pelarangan ibadah di Lampung. Meski kedua pihak menandatangani pernyataan perdamaian kerukunan umat beragama, namun proses hukum tetap berjalan dan pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Dalam hal ini kita patut apresiasi kepada Polda Lampung. Ini menjadi barometer ke depan untuk kasus serupa,” ungkapnya.

Menurut Jhon Panggabean, maraknya kasus intoleran karena kurangnya sosialisasi ke masyarakat tentang falsafah Pancasila.

“Sudah lama Pancasila tidak lagi membumi di Indonesia pasca Reformasi,” tandasnya. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan