Jakarta, majalahspektrum.com – MESKI sudah dijamin dalam UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (1) “ Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dst” dan Pasal 29, persekusi terhadap rumah ibadah dan umat beribadah masih terus terjadi. Mirisnya, ada Peraturan dan Undang-undang diskriminatif terhadap rumah ibadah dan umat beragama tertentu, padahal UUD’45 adalah dasar dari segala dasar hukum dan sumber hukum tertinggi di Republik Indonesia setelah Pancasila.
Akhir-akhir ini gangguan terhadap tempat peribadatan dan umat beribadah kembali marak terjadi, salah satu contohnya adalah kasus penghentian ibadah yang dilakukan oleh Ketua RT di Lampung dan penyegelan gereja GKPS di Purwakarta.
Berangkat dari kegelisahan atas berbagai peristiwa intoleran tersebut, Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) bekerjasama dengan kantor hukum Jhon SE Panggabean & Associates menggelar Diskusi bertajuk “Penegakan Hukum dalam Rangka Kebebasan Beragama dan Beribadah” pada hari Jumat, 14 April 2023 di Hotel John’s Pardede Internasional Hotel, Jakarta.
Melalui diskusi ini diharapkan ditemukan solusi terhadap persoalan pelanggaran hukum terhadap kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia. Selain itu, penegakan hukum dapat menekan terjadinya upaya-upaya menghalangi orang lain beribadah dan berkeyakinan.
Diskusi didahului dengan ibadah. Renungan khotbah dibawakan oleh Pdt. Dr. Mulayadi Sulaiman (Penasehat PERWAMKI). Mengambil nats Alkitab dari Matius 28, Pdt. Dr. Mulyadi mengajak para pewarta kristiani menjadi seperti wanita yang memberikan informasi atau kabar yang benar bukan kabar bohong seperti yang dilakukan oleh para prajurit, yang karena menerima suap dari imam kepala dan tua-tua memberikan kesaksian dusta tentang kebangkitan Yesus dari Kematian.
“Beritakanlah kabar kebenaran dan keadilan,” ajak Pdt.Dr. Mulyadi.
Dalam diskusi, Pemantik pertama Jhon SE Panggabean, S.H., M.H. memaparkan, maraknya kasus intoleran karena kurangnya sosialisasi ke masyarakat tentang falsafah Pancasila.
“Sudah lama Pancasila tidak lagi membumi di Indonesia pasca Reformasi,” kata Jhon Panggabean
Kemudian menurut Jhon Panggabean, penegakan hukum terhadap pelanggar hukum harus dilakukan secara tegas dan adil terkait pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan beribadah yang dijamin UUD 1945.
“Kasus pelarangan ibadah di Lampung contohnya. Meski kedua pihak menandatangani pernyataan perdamaian kerukunan umat beragama, namun proses hukum tetap berjalan dan pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam hal ini kita patut apresiasi kepada Polda Lampung. Ini menjadi barometer ke depan untuk kasus serupa,” jelasnya.
Ditegaskan Jhon Panggabean, negara Indonesia adalah negara hukum dimana hukum sebagai panglima. “Siapapun dengan dalil apapun mengganggu atau melarang orang lain yang sedang beribadah, apapun agamanya atau keyakinannya adalah perbuatan melanggar hukum yang harus diproses secara hukum. Karena hak beragama dan kebebasan beribadah tersebut adalah merupakan hak yang paling mendasar (hakiki) dalam kehidupan manusia sehingga dijamin oleh Negara yang wajib dilindungi,” tegasnya.
Menurut Jhon Panggabean, negara harus mempermudah perijinan pendirian rumah ibadah karena tempat beribadah adalah kebutuhan serta merupakan hak azasi umat beragama.
“Peraturan apapun termasuk peratuan dua Menteri harusnya tidak boleh ada bertentangan dengan UUD 1945. Sekarang ini memang sudah ada yang menggugatnya di Mahkamah Agung. Dalam tata urutan Undang-undang di Indonesia, UUD ’45 ada di atas Undang-undang, sehingga Peraturan Menteri maupun Kepala daerah yang tidak dapat bertentangan dengan peraturan diatasnya,” terang Jhon.
Sementara, Pemantik Kedua, Pdt. Jimmy Sormin memulai paparannya dengan ilustrasi dari cerita di Alkitab, baik di Perjanjian Lama maupun Baru dimana tokoh seperti Musa, Daniel dan Yesus dipersekusi karena keyakinannya.
“Artinya, persekusi terhadap keyakinan seseorang oleh kelompok mayoritas sudah terjadi sejak dahulu kala,” kata Sekretaris Eksekutif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI ini.
Namun, lanjut Jimmy, Beragama dan Berkeyakinan merupakan hak azasi manusia yang dilindungi Undang-undang di Indonesia. Artinya, seharusnya tidak boleh ada pembiaran terhadap gangguan beribadah dan berkeyakinan. “Negara tidak boleh kalah oleh pelanggar hukum,” tegasnya.
Menurut Jimmy Sormin, ada 5 masalah /kasus umum Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia yakni; Terkait Rumah Ibadah (Larangan, Pengrusakan, Perizinan yang dipersulit dsb), Penodaan Agama, Hasutan dan Ujaran Kebencian (Hate Speech), Penghayat Kepercayaan dan atau masyarakat adat kelompok agama yang rentan (syiah, Ahmadiyah) dan Pendidikan di Sekolah.
“Orang Kristen dan gereja juga harus peduli terhadap umat lain yang mengalami persekusi. Jangan kalau ada gereja dilarang teriak kencang tetapi tetangganya Ahmadiyah dipersekusi cuek tidak peduli,” terang Pendeta GPIB ini.
Kata Jimmy, pelarangan orang beribadah bukan hanya karena sentimen agama, tetapi cenderung juga marak dimotifi dengan kepentingan politik dan ekonomi. Kemudian, lanjut Jimmy Sormin, kurangnya pemahaman masyarakat tertentu tentang jenis gereja. Mereka menganggap setiap orang Kristen dapat beribadah di gereja manapun.
“Misalnya, melihat banyak gereja di suatu Kecamatan lalu dianggap marak kristenisasi. Padahal, pertambahan jumlah gereja tidak dibarengi jumlah orang Kristen karena faktanya tidak mungkin orang Jawa beribadah di Gereja etnis seperti GKPS (Gereja Berbahasa Batak Simalungun),” jelasnya.
Terakhir, menurut Jimmy Sormin, PBM (Peraturan Bersama Menteri) masih diperlukan tetapi harus diperbaiki, harus mempermudah ijin pendirian gereja.
“PBM masih diperlukan supaya tidak asal mendirikan gereja. Contoh kasus, ada gereja “A” berdiri berdekatan dengan gereja yang tadinya induk dari gereja “A”. gereja itu berdiri karena ada konflik dengan pimpinan gereja sebelumnya. Saat dipersoalkan warga, Gereja “A” protes ada intoleransi karena dilarang mendirikan rumah ibadah, padahal warga tersebut kebingungan kenapa ada 2 gereja yang sama berdiri berdekatan, kenapa tidak satu tempat ibadah gereja saja,” beber Jimmy.
Baca Juga : ( Beberapa Kasus Pengrusakan Rumah Ibadah, Dikira Intoleran Ternyata Kriminal Murni )
Menanggapi pemantik, Wakil Ketua FKUB DKI Jakarta Tahun 2007 – 2021, Rudy Pratikno mengatakan masalah intoleran merupakan problem yang kompleks. Meski sudah tertulis dalam UUD’45 tetapi belum dijabarkan dalam aturan pelaksanaannya berupa UU.
“Sebelum Peraturan Bersama 2 Menteri (PBM) tahun 2006, Surat Keputusan Bersama 2 Menteri tahun 1969 memang multi tafsir, siapapun dapat menafsirkan sesuka kehendaknya hingga diperbaharui dengan PBM tahun 2006. PBM sudah cukup lengkap meski tidak sempurna. PBM hasil musyawarah Bersama semua tokoh lintas agama dan pakar hukum.
“Apa yang tertulis di UUD 1945 biasanya diikuti dengan peraturan pelaksananya berupa Undang-Undang,” terang Rudy Pratikno.
Rudy Pratikno sepaham dengan Pemantik Jimmy Sormin bahwa PBM tahun 2006 sekarang masih harus disempurnakan, khususnya soal kemudahan pendirian rumah ibadah.
“Kasih masukan saja, bila perlu terdengar sampai ke Presiden. PBM dapat ditingkatkan menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” ujarnya.
Acara Diskusi tersebut dimoderatori Penyiar Senior Radio RPK FM, Pdt, Dr, Tema Adiputra Harefa. MC sekaligus Kata sambutan mewakili kantor Hukum Jhon SE Panggabean adalah Clara Panggabean. Sedangkan kata sambutan mewakili PERWAMKI oleh Ketum, Stevano Margianto. adapun ketua panitia acara adalah David Pasaribu. (ARP)
Be the first to comment