Kisah Rasul Toraja, Rela Tinggalkan Kenyamanan, Bantu dan Sahabat Para Tokoh Pejuang Kemerdekaan Indonesia

Toraja-Jakarta, majalahspektrum.com – ANTONI Aris Van De Loosdrecht (Anton Van Loosdrecht, 1 Maret 1885 – 26 Juli 1917 ) dan Alida Petronella Sizoo atau yang lebih dikenal dengan nama Ida van de Loosdrecht (17 September 1890 – 21 Juli 1953) adalah pasangan suami-isteri misionaris pertama di Tana Toraja atau Rasul-nya orang Toraja.

Pasutri muda ini rela meninggalkan kebahagiaan dan kenyamanan mereka demi misi Zanding (Penginjilan) di Toraja. Mereka tidak menikmati masa-masa indah sebagai pengantin baru karena langsung melakukan misi zending ke Toraja.

Ida Van Loosdrecht sendiri adalah putri semata wayang dari saudagar kaya di Belanda. namun hidup nyaman sebagai putri orang kaya tak membuatnya manja dan mau hidup susah di hutan belantara Toraja mengikuti suaminya zending ke Toraja.

Ida bahkan mempersiapkan betul dirinya guna mendampingi dan membantu suami dalam melakukan pekerjaan misi zending. ia belajar adat istiadat dan bahasa Toraja. bukan hanya itu. Ida mengikuti kursus Keperawatan agar mampu membantu orang Toraja yang sakit.

Anton Van Loosdrecht sendiri telah mempersiapkan dirinya dengan berbagai kemampuan untuk melakukan misi zending ke Toraja. Bahasa. adat istiadat Toraja telah ia kuasai. kemampuan menulis dan mengajar telah ia dapat semasa kuliah di Fakultas Teologi Universitas Heidelberg.

Ida van de Loosdrecht ikut membantu suaminya dalam pelayanan di Tana Toraja, khususnya bagi pendidikan para perempuan dan juga dalam bidang kesehatan.

Setelah suaminya meninggal, ia bekerja di salah satu rumah sakit di Solo. Pada akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke Belanda.

Rumah Ida van de Loosdrecht di Oegstgeest, Belanda pernah menjadi tempat tinggal sementara para tokoh pejuang kemerdekaan RI seperti: Mohammad Hatta, Amir Syarifuddin, Sutan Gunung Mulia dan Ferdinand Tampubolon.

Amir Syarifudin bahkan membaca Alkitab pertama kali dan mengenal kekristenan di rumah Ida. sampai akhirnya di Indonedia Amir memutuskan menjadi Kristen. ia dibaptis di gereja HKBP Kernolog. Rest. Jakarta yang kala itu masih menumpang di GKI Kwitang, Jakarta Pusat.

Karena kecintaannya kepada orang Toraja dan Indonesia. rumah Ida sering dikunjungi oleh para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, termasuk menyediakan tempat tinggal sementara (Transit) sebelum mereka tinggal di asrama kampus.

Kisah Ida dan Anton bermula dari awal tahun 1913, ketika Ida bersama seorang teman perempuannya menghadiri kuliah oleh seorang lulusan baru Sekolah Misi di Rotterdam. Mereka duduk di barisan pertama dan gadis-gadis ini terpikat oleh pembicara yang penuh semangat dan pandai berpidato ini. ia afalah Anton Van De Losdrecht.

Anton mengungkapkan kepada para pendengar tentang suatu misi baru ke masyarakat Toraja di bagian tengah Sulawesi, dan ia telah dipilih sebagai misionaris pertama. Firasat Ida, ia langsung tahu pada saat itu juga bahwa ia akan dinikahi Anton dan mengikutinya ke ladang misinya. Mereka kemudian bertemu setelah kuliah selesai dan segera saling menyukai.

Lalu Anton menulis surat kepada orang tua Ida, memohon izin untuk bertemu kembali dengannya. Setelah pertemuan dan berpacaran singkat, mereka menikah tanggal 7 Agustus 1913 yang sebulan kemudian mereka tiba di Indonesia.

Sebelum berangkat ke Indonesia Ida mengambil kursus di rumah saki besar di Rotterdam, yang khusus untuk membina misionaris perempuan, la tahu bagaimana membantu persalinan dan sedikit tentang penyakit daerah tropis. Ia menyenangi pekerjaan di ruang persalinan dan ruang operasi. Tetapi kemudian, di tengah hutan tropis, di tempat itu ia sendirian tanpa orang yang mampu untuk membantunya, suasananya pasti sangat berbeda!.

Dari Surat-surat Ida menunjukkan bahwa selama tahun-tahun di Indonesia ia ikut ambil bagian sebanyak mungkin dalam pekerjaan misionaris. Khususnya saat ia melayani seorang guru muda yang mendekati ajal, dan istrinya yang akan melahirkan anak pertamanya!

Di Toraja, tepatnya daerah Rantepao, Anton dan Ida menempati rumah pos zending mereka di desa Banara yang dalam bahasa Toraja berarti pohon Beringin. karena memang di kampung itu banyak tumbuh pohon beringin. di situlah kini berdiri Sekolah Unggulan SMA Kristen Barana, salah satu SMA terbaik di Provinsi Sulawesi Selatan atau peringkat 6 dari 10 SMA Kristen terbaik se-Indonesia berdasarkan data Tahun 2023.

Baca Juga: ( Mengenal Sekolah Unggul SMA Kristen Barana, Toraja)

Seperti misionaris pada umumnya, pelayanan mereka diawali pada bidang Pendidikan dan Kesehatan. SMA Kristen Barana dan RS. Elim di Rantapao adalah buah zending Anton dan Ida Van Loosdrecht. Namun sesungguhnya, ada banyak guru dan sekolah yang didirikan Anton di Toraja.

Anton Van Loosdrevht berasal dari Veenendaal, kota kecil tempat banyak orang bekerja di penenunan wool lokal atau pabrik rokok. Anton adalah penulis berbakat dan gemar bercerita terlihat jelas dari tulisan mengenai perjala- nannya dari Rotterdam ke Sulawesi dan laporan perjalanan selanjutnya di lokasi kegiatan misinya. telah banyak buku berbahasa Toraja yang dibuat Anton. tentunya menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Toraja.

Ia berusaha keras belajar bahasa Toraja dengan cepat, sehingga ia dapat berbincang dengan penduduk desa. Dari cerita penduduk desa. betapa berbedanya Anton dari orang kulit putih lainnya. Ia mau duduk bersila di lantai dengan mereka, berbicara dengan mereka dan mencoba mengerti canda dan cerita tentang hari-hari mereka.

Orang Toraja senang sekali mendengar ia bercerita dan memainkan organ atau suling. Dalam waktu singkat ia mulai bekerja dengan menulis buku bacaan sederhana berbahasa Toraja untuk sekolah-sekolah.

Peristiwa Tragis Kematian Anton Van Loosdrecth

(Perjalanan Zending Yang Singkat)

Awal kedatangan misi Zending Snton dan Ida Van Loosdrecht ke Toraja dimulai di daerah Poso selama awal tahun 1914, di Desa Tentena, sekitar 200 km timur laut Rantepao. Di desa ini tinggal Misionaris Guru Albert C. Kruyt yang menetap sejak 1882. Penerjemah Alkitab, N. Adriani, membantu misionaris muda ini untuk menyesuaikan diri, mengenal bahasa dan tradisi masyarakat Toraja. Awal April mereka meninggalkan Poso menuju Rantepao.

Sebelum mengucapkan selamat tinggal kepada pasangan Adriani, Ida mendapat peringatan firasat buruk dari Ibu Adriani. Ibu Adriani memiliki kemampuan spiritual khusus. Ia menarik tangan Ida dan memberitahukan bahwa menurut perkiraannya Anton adalah seorang yang telah mencapai tingkat tinggi dalam perkembangan spiritualnya. Ia mem- perkirakan Anton tidak akan lama lagi di dunia dan bahwa Ida sebaiknya menyiapkan diri akan kemungkinan kehilangan suaminya dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Mendengar petingatan ibu Adriani, Ida terkejut sekali. Sejak semula mereka merasa siap dan sangat bersemangat untuk memulai pekerjaan misi di antara masyarakat Toraja. Mereka baru saja menikah dan begitu saling mencintai. Kesempatan bekerja di antara masyarakat Toraja merupakan suatu kehormatan bagi mereka. Namun peringatan ibu Adtiani itulah yang menjadi kekuatan. penghiburan Ida saat suami tercintanya. Anton mati terbunuh.

Dalam perjalanan mereka meninggalkan Tentena dengan menunggang kuda, Anton dengan cepat merasakan ada yang sangat mengganggu pikiran Ida. Lalu Ida menceritakan tentang peringatan Ibu Adriani. Awalnya Anton menertawakan

peringatan itu, namun segera ia menyadari bahwa Ida sangat khawatir. lalu menghiburnya.

Kepada Isterinya Anton mengingatkan bahwa mereka diberi tugas yang sulit namun mulia. Menjadi seorang misionaris adalah sesuatu yang selalu diimpikannya.

Firasat Ida yang akan ditinggal suaminya muncul lagi di awal Tahun 1917, saat ia sedang mandi atau berenang di Sungai Sa’dan, ia menyadari cincin kawinnya hilang. la sangat menyesal karena tidak melepaskan cincinnya sebelum ke sungai.

Pada akhir tahun, Mama ke Palopo, ditemani oleh bebe- rapa tentara dan pembawa barang. Waktu itu Mama sedang hamil anak ketiga dan satu-satunya dokter ada di Palopo.

Kamis, 26 Juli, z2917. belum genap jam tiga siang. Anton Van de Loosdrecht bersiap untuk melakukan perjalanan dinas singkat ke wilayah kerjanya. Menurut rencana ia akan ke Nanggala dulu, dari sana menuju Balusu dan kemudian kembali melalui Bori’. Dalam perjalanan ini ia berencana untuk mengunjungi tiga sekolah dan membawa seorang tukang kayu ke Nanggala, supaya pembangunan sebuah sekolah baru dan sebuah rumah untuk guru bisa dimulai. Ini karena penduduk di kampung telah selesai meratakan tanah untuk kedua bangunan itu.

Namun entah kenapa Anton Tiba-tiba mengubah rencana- nya. kira-kira jam empat ia menaiki kudanya dan setelah mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anaknya, ia berangkat bukan ke Nanggala melainkan ke Bori’. Dengan kata lain ia memutuskan untuk membalik arah perjalanannya dari yang telah direncanakan.

Sekitar jam lima sore Anton tiba di Bori’, dan beristirahat di rumah guru yang baru dibangun. Setelah bertemu

dengan keluarga guru selama sekitar lima belas menit, ia menuju ke kali yang jaraknya kurang lebih 500 kaki dari sekolah untuk mandi. Sekembalinya ke rumah keadaan sudah mulai gelap dan lampu meja telah dinyalakan. Ia duduk di meja di beranda rumah, memanggil guru dan mulai memeriksa terjemahan cerita Alkitab ke bahasa Toraja.

Belum sampai sepuluh kalimat yang mereka periksa, seorang yang membawa tombak muncul tiba- tiba, seperti sekelebat cahaya dalam kegelapan. Ketika Van de Loosdrecht mengangkat wajahnya dari kertas yang sedang dibacanya, orang itu melompat ke beranda dan secepat kilat melancarkan tusukan yang mematikan. Tidak ada waktu untuk berpikir ataupun bangun, semuanya terjadi dalam sekejab. Penjahat itu menarik senjatanya dari luka tusukannya dan tanpa melukai guru yang duduk di sebelah kiri Van de Loosdrecht, ia lari dalam kegelapan secepat kilat, sama seperti saat ia muncul.

Karena Anton jatuh ke lantai dari kursinya, meja dan lampu ikut terjatuh dan segera mengobarkan api yang cukup besar di lanti. Mula-mula guru taertegun berdiri seakan-akan lumpuh dan hanya memandang apa yang terjadi, tetapi kemudian ia berteriak sekuat tenaga. Anggota keluarga berdatangan.

Anton sempat berusaha memadamkan api, ia bangun dan berusaha meraih pegangan tetapi ia jatuh lagi dan berkata “beritahu pihak pemerintah dan istri saya”.

Ketika pembantu yang disuruh Anton akan pergi menyampaikan berita itu, pembantu tersebut diserang dengan lemparan batu dari kegelapan. Ia kemudian memutuskan untuk membatalkan perjalanan dan segera kembali ke sekolah.

Sementara Anton yang terluka dibaringkan oleh guru, istrinya dan kedua anak perempuan yang tinggal di sana. Luka di dadanya diperiksa dan tampaknya tusukan itu terjadi tepat di bawah jantung. Ujung tombak itu dibelokkan oleh arlojinya yang pecah, kemudian menusuk ke dalam dadanya dan luka inilah yang membuat Anton kehilangan banyak darah.

“oh” ia berkata, “saya telah berusaha melakukan yang terbaik bagi orang Toraja dan inilah balasannya kepada saya”. Dengan penuh kesulitan, akhirnya guru mampu menutup sementara luka itu, tetapi ini tidak banyak membantu dan pendarahan terus terjadi.

Seluruh harapannya untuk hidup telah pupus. Nyora guru bertanya “Bukankah sebaiknya kami menjemput istrinya ke sini?” tetapi Anton menolak dan ia mengatakan “Tidak, tidak perlu lagi karena saya akan segera mati. Sekarang saya hanya ingin berdoa”. Ia melipat tangannya dan menengadah ke atas.

Mereka yang hadir saat itu, diam berdiri di latar belakang, menyadari bahwa Anton tengah mendekati ajalnya.

Anton berdoa tanpa kepedihan dan kesakitan menuju kepada kekekalan. Waktu antara penyerangan dan saat ia menghembuskan napasnya tidak lebih dari lima belas menit.

Makam A A Van De Loosdrecht di Ranteoao, Toraja Utara

Penyebab pembunuhan ke Anton terungkap. mirisnya. anak di pembunuh ternyata bersekolah atau murid di sekolah yang didirikan Anton.

Teruangkap alasan kelompok pembunuh iti karena pemerintah Hindia Belanda masa itu membatasi jumlah hari kegiatan judi yang diizinkan kepada masyatrakat dan itu yang tidak disukai masyarakat Toraja kala itu. Sudah bukan rahasia lagi bahwa penduduk sangat kecanduan dengan kegiatan judi dan setiap pembatasan dianggap mengancam kemerdekaan untuk berjudi.

Kemarahan.yang mendalam masyarakat berakibat adanya rencana pembunuhan kepada kepala pemerintahan di daerah itu. tetapi mereka tidak menemukannya di kediaman si pejabat karena sang pejabat sedang tugas ke luar daerah.

Kesal rencana pembunuhan mereka gagal, seiring perjalanan pulang ke kampungnya, mereka melihat Anton Van Loosdrecht yang sedang mandi. mereka akhirnya berpikir. “Tak ada Akar. Rumput pun Jadi”. akhirnya rencana pembunuhan kepada sang pejabat dilampiaskan ke Anton.

“Sama-sama orang Belanda” mungkin pikir mereka.

Namun pemerintah tertinggi Hindia Belanda kala itu menyimpulkan kemarahan kelompok pembunuh itu bukan hanya karena kesalahan pemerintah semata tetapi juga kesalahan lembaga zanding. khususnya Anton.

Anton dinilai penduduk setuju bahkan ikut terlibat dalam munculnya aturan pembatasan waktu berjudi (Sabung ayam dan gaplek) masyarakat Toraja. yang sebelumnya Jumlah hari judi yang diizinkan dua belas hari, dikurangi menjadi empat hari.

Mereka yang tadinya hendak mengadang Mr. Brouwer, tetapi ia luput dan Anton yang jadi korban sasarannya. Pemrakarsa perlawanan ini adalah Pong Masangka, seorang gembong judi yang bersembunyi di hutan dan terus mengajak dan mempengaruhi kroninya untuk melawan. Ketika kepala distrik yang berkuasa di Balusu tidak hanya menjanjikan dukungan tetapi juga bersedia memberikan imbalan satu kerbau dan seratus gulden untuk nyawa pemerintah Hindia Belanda.

Pemerintah beranggapan Penduduk bersikap waswas terhadap usaha perkabaran Injil, karena dianggap merongrong adat. Bahwa zending, terutama Anton Van de Loosdrecht kadang- kadang bertindak terlalu agresif terhadap kebiasaan yang berlaku di Toraja.

Anton dikatakan kerap menyuruh orang berkumpul lalu berpidato pada waktu kesempatan adu ayam. Orang juga tidak senang, sebagaimana nyata kemudian. Menurut pandangan mereka, “tuan pandita” itu seharusnya tidak mengganggu mereka pada pesta mereka dan jangan menyita satu jam lagi dari waktu pesta yang begitu berharga bagi mereka, mengingat pesta itu sudah dibatasi sampai 4 hari saja lamanya dan izin jarang diberikan.

Anton bahkan berkhotbah di tengah arena judi sabung ayam. menegur orang dan mengatakan kepada mereka bahwa kebiasaan mengadu ayam berasal dari orang Bugis dan tidak tergolong adat turun-temurun yang baik.

Pemerintah beralibi, bahwa zending mengajukan permohonan kepada Gubernur pada waktu Konferensi 3 Maret yang diselenggaran Gubernur bersama zending di Rantepao. zending mau bertindak agresif. Pada waktu itu meminta agar pemerintah menghapus pasar di hari Minggu, melarang pesta ma’bugi (pesta pemanggilan roh-roh), bertindak terhadap adu ayam dan membatasi pesta-pesta kematian (dengan alasan memperbaiki keadaan ekonomi, karena pesta kematian merupakan penghalang besar untuk ekonomi). Permohonan-permohonan itu tidak diluluskan, kecuali permintaan zending agar adu ayam dibatasi.

Dr. Van der Veen berkata, Van de Loosdrecht adalah tumbal sebagai ganti Saudaranya para pejabat dan zendeling.

Dikatakan, orang Toraja tidak bisa membedakan Gubernemen dari zending. Patut disayangkan Anton Van de Loosdrecht tidak berhasil menjelaskan perbedaan itu kepada orang-orang. Atau dengan kata lain, ia tidak berhasil lebih banyak merebut kepercayaan orang.

Pembunuhan yang dialami Antoni Aris Van De Loosdrechti adalah akibat dari semangatnya yang menyala-nyala mengabdi kepada Tuhan. (ARP/DBS)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan