
Jakarta, majalahspektrum.com – PADA sidang lanjutan dengan agenda meminta keterangan Terdakwa, di PN. Jakpus, Selasa (17/12/2024), pengacara terdakwa menguak sendiri kejanggalan keterangan Terdakwa dugaan Pemalsuan putusan Mahkamah Agung (MA), Guru Besar Universitas Hasanudin (Unhas), Makasar, Prof. Dr, Marthen Napang, S.H (MN).
Dalam sidang ke-16 perkara nomor 465/PIT.B/2024/PN JKPS itu, keterangan terdakwa menjawab pertanyaan pengacaranya justru menjadi tanda tanya bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memaksa JPU mengeluarkan bukti atas kejanggalan keterangan terdakwa.
Sebelumnya, pada sidang lanjutan dengan agenda yang sama, Selasa (10/12/2024), JPU juga menanyakan hal yang serupa dengan yang diajukan tim pengacara terdakwa. terdapat sejumlah kejanggalan jawaban terdakwa waktu itu. hal itu berulang pada sidang agenda lanjutan dengan sesi giliran tim pengacara terdakwa yang mengajukan pertanyaan. uniknya, keterangan terdakwa pada sesi menjawab pertanyaan JPU minggu lalu ada yang berbeda dengan keterangan terdakwa pada tim pengacaranya.
Berikut sejumlah keterangan terdakwa MN yang dinilai janggal, sampai mengundang tawa hadirin dan hakim.
1. Awal Bertemu Korban Pelapor
Pada sesi JPU mengajukan pertanyaan kepada terdakwa minggu lalu, terdakwa menyatakan mengenal korban pelapor pada Tahun 2004. saat itu pelapor, kata terdakwa, memberikan kartu nama sebagai Mediator resmi negara.
“Dalam perkenalan itu John Palinggi (pelapor) memberikan saya kartu nama ada logo mahkamah agung beliau sebagai mediator,” terang terdakwa MN, Selasa (10/12/2024).
Setelah pertemuan itu, terdakwa tidak pernah lagi bertemu dengan pelapor. pertemuan kembali terjadi saat terdakwa mendampingi Anggi rekannya untuk mengajukan proposal pengajuan bantuan dana ke pelapor di kantor pelapor.
Uniknya, saat JPU menunjukan kartu nama pelapor yang sama pada sidang lanjutan, Selasa (17/12/2024), dimana di dalam kartu nama tersebut baru dicetak pada tahun 2016, terdakwa buru-buru meralat keterangannya bahwa ia mendapatkan kartu nama tersebut saat bertemu pelapor di awal 2017.
Pelapor sendiri, John Palinggi, kepada wartawan menyatakan bahwa dirinya baru menjadi mediator resmi negara, mendapat SK pada Tahun 2009.
Baca Juga : ( Polda Metro Tetapkan Guru Besar Unhas Sebagai Tersangka 3 Pasal Betlapis )
2. Keberadaan Terdakwa di Tgl 12 Juni 2017
Dalam BAP Polda tertulis bahwa terdakwa meminta dan menerima uang via transfer ke 3 nomor rekening pada rentang waktu Tanggal 9-13 Juni 2017 dibantah oleh terdakwa dengan alasan dirinya di Tanggal 12 Juni berada di Makasar bukan di Jakarta.
“Saya baru ke Jakarta pada 12 Juni 2017 pukul 12 malam menggunakan pesawat Batik Air. lalu kembali ke Makasar pada 13 Juni 2017 pukul 10 pagi. saya sudah minta bukti keterangan penerbangan ke Batik Air tapi tidak dikasih karena dianggap sudah terlalu lama,” terang terdakwa, (10/12/2024).
Pengakuan terdakwa dirasa janggal karena JPU menghadirkan Staf Legal Lion Air Grup, Vande Samosir sebagai saksi pada sidang 1 Desember 2024, dimana Batik Air merupakan bagian dari Lion Air Grup.
Dalam kesaksiannya, Vande menunjukan bukti Manifest penerbangan terdakwa dimana tidak ada catatan penerbangan terdakwa dari Makasar ke Jakarta pada Tanggal 12 Juni jam 12 malam menggunakan pesawat Batik Air, namun untuk penerbangan Tanggal 13 Juni Jakarta-Makasar ada.

Baca Juga : ( 2 Meskapai Penerbangan Ungkap Keberadaan MN, Tersangka Dugaan Pemalsuan Putusan MA, Saat Kejadian Perkara )
3. Rekening Bank
Terdakwa membantah memberikan 3 nomor rekening Bank ke Pelapor sebagai tempat pengiriman uang atas nama Elsa Novita, Suaeb dan Sajudin. terdakwa membantah bahwa ketiga nomor rekening tersebut bukan miliknya yang diatas namakan orang lain. Namun dalam rekening koran di ketiga rekening tersebut ada transaksi pengiriman (transfer) atau setor dari terdakwa.
Membantah hal itu, terdakwa mengaku mengirim uang ke ketiga rekening tersebut sebagai pembayaran pembelian tanah di Kemayoran, Jakarta, Surabaya dan Kendari, Sulteng.
Kejanggalannya, Terdakwa membeli tanah melalui online via telephone tanpa bertemu muka dengan ketiga orang penjual tanah pemilik ketiga nomor rekening bank tersebut. “Karena saya tahu lokasi tanah tersebut, saya percaya saja dan kirim (transfer) uang,” kata Terdakwa meyakinkan JPU.
Uniknya. keberadaan status tanah 2017 senilai 1,5 miliar tersebut hingga kini tidak jelas. pengakuan terdakwa, ia kehilangan uang dan kesempatan memiliki tanah-tanah tersebut. Di persidangan terdakwa juga mengaku melayangkan somasi dan elaporkan Elsa Novita ke polisi, namun laporannya di polisi tidak ada tindak lanjut hingga sekarang dan terdakwa tidak menunjukan surat somasi ke Elsa Novita minta uangnya dikembalikan 500 juta.
terkait hal itu, Elsa Novita saat menjadi saksi di persidangan mengaku kebingungan namanya dicatut untuk pembukaan rekening di BCA Cempaka Putih. “Nama, NIK dan alamat sama tapi status, foto dan tandatangan berbeda,” kata Elsa dalam kesaksiannya.
Elsa bertambah bingung kala tiba-tiba ia mendapat surat minta pengembalian uang 500 juta padahal dirinya tidak tahu persoalan.
Baca Juga : ( Terkuak, Ada Dugaan Pemalsuan lain yang Dilakukan Marthen Napang Selain Putusan MA )
Begitupun dengan Sajudin. Terdakwa mengaku mengirim uang ke rekening bank atas nama Sajudin untuk pembelian tanah di Kendari, Sulteng. yang menjadi kejanggalannya adalah harga tanah yang luasnya 150 Meter persegi itu sangat mahal untuk ukuran harga tanah di daerah Kendari. begitu pun pembelian tanah oleh terdakwa via telephone di Surabaya, hingga kini tak jelas rimbanya.
Menjadi Unik dan janggal keterangan terdakwa jadinya karena kok bisa secara kebetulan terjadi transaksi pengiriman uang ke ketiga rekening bank tersebut, baik oleh terdakwa ataupun pelapor untuk urusan yang berbeda.
“Pelapor urusan sendiri, saya urusan sendiri,” kata Terdakwa di persidangan.
4. Alamat Email
Terdakwa mengaku bahwa alamat email yang dipakai untuk mengirim putusan MA palsu bukanlah miliknya. belakangan di persidangan ia menyatakan bahwa adayang meretas (hack) emailnya sehingga ia mengganti alamat emailnya.
5. Nama Febri Widjianto yang sama
Dalam keterangannya, terdakwa tidak mengenal dan pernah bertemu dengan Febri Widjianto. Terdakwa hanya melakukan percakapan telephone dengan Febri terkait pembelian tanah di Surabaya. awalnya Terdakwa mengaku dapat nomor rekening bank atas nama Suaeb dari seseorang yang mengaku eks mahasiswanya di Unhas bernama Hasanudin namun diralat dapat nomor rekening bank tersebut dari orang bernama Febri Widjiabto, nama yang persis sama dengan Panitera Pengganti di MA, yang memberikan bukti putusan asli MA kepada pelapor.
Menurut terdakwa, Febri Widjianto yang dia kenal terkait jual-beli tanah adalah seorang Pengusaha pemilik perusahaan bisnis jual kavling tanah di Sueabaya.
Untuk diketahui, Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan putusan MA dengan terdakwa Guru Besar Unhas, Prof. Marthen Napang akan berlanjut pada, Tanggal 6 Januari 2025 dengan agenda mendengar tuntutan JPU. (ARP)
Be the first to comment