Bagaimana Menjadi Pemimpin Gereja Menurut Pdt, DR, Mulyadi Sulaeman

Jakarta, majalahspektrum.com – PEMILIHAN Pimpinan gereja dengan system voting (pemilihan), menurut Gembala  Sidang GSPDI Jemaat Filadelfia Bellezza, Permata Hijau, Jakarta Selatan, Pdt, DR, Mulyadi Sulaeman tidaklah cocok diterapkan untuk gereja-gereja Indonesia atau aliran gereja di Indonesia.

“Karena seperti pemilihan pemilu, yaitu pemilihan langsung. Saya lebih condong dengan formatur, menugaskan para senior untuk berdoa dan memilih calon pemimpin berikutnya. Dan itu sebenarnya sudah dilaksanakan sebelum tahun 2005, Munas.  Oleh karena mencontoh sinode-sinode lain yang melakukan sistem voting. Sistem pemilihan langsung, Mubes itu merasa punya hak untuk memilih calonnya/jagoannya,” terang Pdt, Mulyadi di komplek gerejanya, Sabtu (17/10/2020).

Pdt, Mulyadi, bisa terpilih sebagai Ketua Umum Sinode GSPDI. Padahal kala itu, dirinya tidak termasuk dalam kategori yang bisa terpilih karena  bukan anak pendiri, bukan anak hamba Tuhan atau tokoh-tokoh di GSPDI.

“Tetapi bisa kepilih. Saya tidak diperhitungkan. Bahkan dalam penghitungan suarapun saya sudah tidur. Karena terlalu lama penghitungan. Nah, saya merasa ini adalah tugas yang Tuhan berikan. Membangun sinode, dengan kemampuan yang Tuhan berikan. Dengan kemurahan Tuhan, saya boleh memimpin sinode ini selama 3 periode (4 tahunan) 2005 s/d 2017) selama 12 tahun,” bebernya.

Pdt, Mulyadi Sulaeman mengaku, saat dirinya menjadi Ketum sinode GSPDI, nats Alkitab yang menjadi pegangannya adalah; Efesus 4:15. Nats itu pula yang menjadi  visi dan misi daripada sinode. “Tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.

Dalam kepemimpinan organisasi, khussnya gereja, kata dia, segala perbedaan-perbedaan yang ada janganlah dijadikan suatu penghalang untuk suatu kemajuan. Kita tidak bisa paksakan perbedaan-perbedaan itu menjadi sama. Karena begitu kita memaksakan pendapat kepada orang lain supaya sama, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama orang itu merubah paradigmanya, menyamakan dengan paradigma dengan pendapat kita.

“Yang bagus itu sehati, sepikir. Tetapi ada orang yang sesungguhnya dia menentang, tetapi karena situasi untuk mendapatkan kedudukan, dia seakan-akan setuju. Ini yang berbahaya sesungguhnya untuk suatu perjalanan kemajuan bersama. Karena nanti di tengah jalan, dia bisa menjadi benalu atau parasit yang menggangu nantinya. Karena memang dasarnya sudah tidak sama. Oleh sebab itu saya menerapkan konsep tidak seperti itu,” katanya.

Perbedaan-perbedaan itu, lanjut Pdt, Mulyadi,  harus seperti puzzle yang saling mengisi. Tetapi jangan dipaksakan di tempat yang bukan tempatnya karena bisa patah, kalau pas pada tempatnya jadi bisa klik. Karena kita semua punya kelebihan dan kekurangan.

“Dua atau Tiga orang yang sepakat, Tuhan bilang, Sorga akan mengabulkan apa yang kita minta. Justru keegoan, keakuannya begini, itu berbahaya, karena itu dianggap arogan. Dianggap sombong. Tuhan juga bicara mengenai tubuh Kristus yang berlainan, tetapi disatukan,” tutur Pdt, Mulyadi.

Menurut Pdt, Mulyadi, seringkali para pemimpin itu merasa kalau tidak ada dia, maka organisasi itu tidak akan jalan. Padahal prinsip firman Tuhan adalah pemimpin yang melayani. Oleh sebab itu, Pdt, Mulyadi bersama GSPDI menerapkan visi-misi itu.

“Kita harus bertumbuh ke arah Kristus. Kalau setiap perbedaan-perbedaan orang-orang yang berbeda-beda ini bertumbuh ke arah Kristus, maka di satu titik, mereka akan unity, menjadi satu. Tetapi kalau dari awal mereka bertumbuhnya ke arah yang lain, makin jauh. Jadi bagaimana kepemimpinan waktu itu adalah menyatukan semua untuk bertumbuhnya ke arah Kristus. Jadi Kristuslah yang menjadi fokus. Oleh sebab itu kami menerapkan spirit dari GSPDI Filadelphia. Makanya disebut GSPDI Filadephilpia. Memang kata Filadelphia ini sudah diberikan kepada para founder, pendirinya, Pdt. THW Korompis di Bandung,” tukasnya.

Bagi Pdt, Mulyadi, kata Filadelphia ia terjemahkan sebagai kasih filia (kasih persaudaraan). Spiritnya dalam kepemimpinannya adalah kasih persaudaraan.

“Saya menghilangkan birokarasi. Saya katakan setiap pemimpin itu tidak ada bedanya dengan yang dipimpin. Walaupun namanya Majelis Pusat, Majelis Daerah, secara manusianya kita semua sama. Jangan dibikin hirarki yang macam-macam. Kita mempunyai tugas dan fungsi berbeda-berbeda yang harus dijalankan. Bahwasannya kita harus menghormati ya memang. Misalnya penghormatan bagi yang lebih tinggi, lebih tua itu harus. Tetapi bukan karena jabatan, kita minta dihormati,” ujarnya.

Di masa periode ketiganya memimpin GSPDI, kata Pdt, Mulyadi, karena masih berlaku pemilihan langsung, dirinya melepaskan diri untuk dicalonkan lagi.

“Kalau saya tidak lepas maka akan kepilih lagi. Makanya saya batasi. Saya kasih kandidat, silakan pilih kandidat itu, baik yang senior maupun yang muda. Baik yang ada hubungannya dengan founder, maupun yang bukan. Puji Tuhan kandidat yang terpilih, umur 48 tahun yaitu Pendeta Paul Massie. Mereka membentuk pengurus juga generasi muda,” jelasnya.

Sekarang ini, di GSPDI Ketua Umumnya berumur 50 tahunan, Sekummya umur 51-an, Bendumnya 49-an.

“Jadi mereka bisa kerjasama. Demikian mereka bisa kerjasama yang muda-muda. Ternyata bisa. Walaupun cara berpikir mereka tidak cocok,” ungkapnya.

Di masa pandemi virus corona saat ini, kata Pdt, Mulyadi, Tuhan memberikan kesempatan kepada setiap pemimpin untuk mempersiapkan kader yang baik. Karena justru yang sudah umur 60 tahun ke atas, itu rentan sekali terhadap penularan virus corona.

“Ya kan menurut WHO, seperti saya juga dilarang banyak keluar ketemu orang. Jadi saya harus mulai mengkaderkan,” akunya.

Kata Pdt, Mulyadi, dirinya mengaku heran juga tentang pemilihan Presiden di Amerika Serikat (USA) dimana para calonnya berumur 74 lawan 77 tahun, seperti tidak ada anak muda di negara tersebut yang berpenduduk begitu besar, yang dikenal sebagai  negara  (USA) paling demokrasi. Melihat kenyataan di AS tersebut, Pdt, Mulyadi mengaku bangga dengan Indonesi yang memiliki Presiden Jokowi yang tergolong berumur masih muda. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan