Ini Berbagai Pemikiran di Refleksi Awal Tahun PIKI 2022

Jakarta, majalahspektrum.com – PERKUMPULAN Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) menggelar Refleksi Awal Tahun 2022 di Gedung Nusantara IV, Komplek Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (31/1/2022). Mengangkat tema; “Tegakan Keadilan” (Amos 5:15), acara tersebut dilaksanakan secara Hybrid (offline dan Online) dan menghadirkan pematik diskusi dari berbagai organisasi cendikiawan lintas agama.

Dalam paparannya, Ketua DPD RI, AA La Nyalla M Maltalitti selaku Keynote speaker di Refleksi Awal Tahun 2022 PIKI mengajak segenap organisasi cendikiawan lintas agama berperan aktif dalam menyumbangkan pemikiran dan gagasannya bagi kemajuan bangsa.

Secara khusus, La Nyalla mengajak Organisasi Lintas Agama bersama-sama dengan DPD RI berjuang menyuarakan dan menggelorakan sistem tata Negara Indonesia untuk kembali kepada konsep dasar yang dibuat oleh para pendiri bangsa sebelum amandemen UUD’45 Tahun 2002.

“Kita koreksi kembali amandemen UUD’45 20 tahun yang lalu itu yang telah merubah system tata Negara asli kita menjadi system demokerasi gaya ‘Barat’. Demokerasi yang konsep oleh pendiri bangsa ini adalah demokerasi Pancasila bukan seperti sekarang ini yang merupakan demokerasi gaya ‘Barat’. Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” kata Ketua DPD RI.

Menurut La Nyalla, MPR sebagai lembaga tertinggi Negara merupakan wadah bagi seluruh unsur rakyat Indonesia dimana di dalamnya ada utusan dari utusan daerah, golongan dan politisi tidak seperti sekarang ini dimana MPR didominasi, dikuasai oleh politisi.

“Beda antara politisi dengan Negarawan. Negarawan berpikir ‘Next Generation sedangan Politis berpikir Kekuasaan dan mengedepankan kepentingan partai politiknya ketimbang seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya.

Menurut La Nyall, Pancasila sudah ada sejak dahulu jauh sebelum Indonesia merdeka. Pancasila sudah hidup dalam kehidupan masyarakat nusantara.

“Ini ditegaskan oleh proklamator kita, Soekarno. Bahwa Pancasila sudah ada sejak dahulu kala, Tanggal 18 Agustus 1945 hanya penetapan Pancasila sebagai falsafah dan dasar Negara Indonesia sebagai syarat berdirinya suatu Negara,” terang Ketua DPD RI.

Seyogyanya, kata La Nyalla, MPR yang merupakan perwakilan yang mendapat mandat dari rakyat memilih pemimpin Negara yakni Presiden yang kemudian menetapkan GBHN untuk dilaksanakan oleh Presiden selaku pihak yang mendapatkan mandataris MPR.

“Jadi setelah mendapat mandataris dari MPR, Presiden itu milik rakyat bukan lagi milik partai politik. Presiden itu Petugas Rakyat bukan petugas partai politik,” tegasnya.

Setelah paparan dari Ketua DPD RI, secara bergantian pimpinan organisasi cendikiawan lintas agama memaparkan pemikirannya. Dimulai dari Kelompok Cendikiawan Budha Indonesia (KCBI). Pelaksana Harian KCBI, Erik Fernando mengatakan ada 3 aspek perhatian Indonesia di Tahun 2022 yang harus disikapi oleh organisasi cendikiawan lintas agama yakni; Penanganan Kesehatan terkait Covid-19, Transisi Ekonomi berbasis digital dan Ekonomi SDA yang berkelanjutan.

“Kita patut bangga dengan Presiden Jokowi yang menjadi Presidensi G-20, artinya kita Indonesia sudah dianggap sebagai salah satu Negara yang diperhitungakan menjadi Negara maju. Tugas kita adalah bagaimana meningkatkan SDM masyarakat Indonesia yang saat ini banyak sekali yang buta huruf,” kata Fernando.

Menurut Fernando, buta huruf di Indonesia dibagi menjadi 2 jenis yakni; buta huruf tidak bias membaca dan buta huruf secara Fungsional. “Buta huruf secara fungsional itu bisa membaca tetapi tidak memahami dan mengerti maksud dari apa yang dibacanya,” terang Fernando.

Sementara, dari Ikatan Cendikiawan Hindu Indonesia (ICHI) menyatakan bahwa salah satu factor penghambat kemajuan Indonesia adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya maka harus diperangi bersama.

Untuk memerangi KKN, kata Widya Ketum ICHI, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Organisasi Cendikiawan lintas agama yaitu dengan cara KKN juga. Namun KKN disini dalam arti; Kontribusi, Kolaborasi dan Networking.

“Kontribusi memberikan saran dan pendapat untuk kemajuan Indonesia, Kolektif untuk berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan Networking dengan jaringan kerja membangun kolaborasi bersuara ke pemerintah sumbang ide dan pemikiran,” jelasnya.

Dalam kesempatannya via online (zoom meeting), Joanes Joko dari Ikatan Sarjana Katholik (ISKA) mengajak organisasi cendikiawan lintas agama untuk memperjuangkan dan mensosialisasikan jiwa nasionalisme kebangsaan yang saat ini makin tergerus akibat adanya politisasi agama yang merongrong persatuan dan kesatuan bangsa.

“Dengan cara menguatkan nilai-nilai kearifan local dan pendekatan budaya nasional. Tenun-rajut Pancasila,” ajak Joanes Joko yang sedang menjalani isolasi mandiri akibat terpapar Covid-19 ini.

Selaku tuan rumah, Ketum PIKI, Dr, Badikenita Putri Sitepu, S.E, M.Si menilai situasi dan kondisi bangsa saat ini banyak perubahan yang terjadi akibat pandemic covid-19. Secara khusus PIKI menyoroti tentang UU Cipta kerja yang menghambat dan bertabrakan dengan UU BUMDes dimana kepala daerah tidak dapat membuat kebijakan atau Perda/Pergub yang dibutuhkan di wilayahnya terkait BUMDes.

Putri Sitepu juga mengusulkan adanya UU penggunaan bahasa daerah untuk mengatur penggunaan bahasa daerah yang merupakan kekayaan budaya Indonesia. Selain itu, PIKI, kata Putri Sitepu mengajak organisasi ceendikiawan lintas agama untuk bersama memikirkan apa yang akan terjadi nanti terhadap IKN Jakarta dan Kalimantan ke depan.

“Tanggal 4 Febuari nanti kita (PIKI) aka nada Rakerda Kaltim, saya mengajak rekan organisasi Cendikiawan lintas agama untuk hadir dan kita akan kunjungi lokasi IKN,” kata Putri Sitepu.

Setelah break Isoma, acara Refleksi Awal Tahun 2022 PIKI dilanjutkan dengan presentasi Paper (Karya Tulis) dari 8 pengurus PIKI baik dari tingkatan pengurus DPP, DPD dan DPC. Bersama buah pemikiran organisasi cendikiawan lintas agama, paper dari pengurus yang dipresentasikan itu akan disatukan dalam sebuah buku Bunga Rampai kukus Program PIKI 2022.

Adapun paper dari pengurus PIKI yang dipresentasikan dalam acara tersebut diantaranya; dari Dr, Jupiter Sitorus Pane tentang Membudayakan Riset dan Inovasi sebagai solusi menciptakan SDM Indonesia yang unggul dengan cara membiasakan diri untuk mencintai pengetahuan.

“Yang dapat dilakukan PIKI untuk meningkatkan SDM Indonesia dengan mengagas terbentuknya lembaga riset dan inovasi sejak dini di setiap wilayah,” kata Jupiter.

Sementara, Jhoni Sitorus menyoroti tentang isu Kemiskinan. Menurutnya, factor penyebab kemisikinan adalah adanya pengabaian hak mendapatkan pendidikan bagi semua anak, laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi, meningkatnya jumlah pengangguran, pendidikan rendah, bencana alam dan distribusi pendapatan yang tidak merata.

Sapta Purba bicara tentang Cinta dan Bela Negara, lalu Nikson Gans Lalu menyoroti Mafia Tanah Sebagai Kejahatan Terorganisir, Halomoan Siburian bicara tentang Insentif pada Mobil Niaga bagi pertumbuhan ekonomi, khususnya untuk ekonomi mikro atau UMKM, dan Adelen Hutapea tentang Literasi terhadap teknologi 4.0 bagi dunia kesehatan.

“Mafia tanah bekerjasama dengan aparat daerah dan pengadilan merampas tanah rakyat kecil. Melakukan pemalsuan dan memakai Pengadilan untuk melegitimasi status tanah yang dirampoknya dari rakyat kecil,” kata Nikson Gans. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan