Jakarta, majalahspektrum.com – SETELAH relawan Jokowi (Projo dan BaraJP) dan keluarga, kini PSI menjadi sasaran tembak PDIP guna menekan mereka agar segera mendeklarasikan diri mendukung Capres yang mereka usung yakni; Ganjar Pranowo, hanya karena menerima kunjungan Menhan Prabowo Subianto yang juga Capres yang diusung Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).
Gaya yang digunakan PDIP mirip seperti kebiasaan “Emak-emak Rempong” saat kumpul di tukang sayur untuk menekan mereka agar mau mendeklarasikan diri mendukung Ganjar dan tunduk dalam komando PDIP.
Sama seperti relawan jokowi, PSI pun menekankan saat kunjungan Prabowo ke kantornya masih menunggu arahan Jokowi, namun oleh PDIP, lewat kader dan buzzer-buzzernya membelokan narasi seolah inkonsistensi dengan mendukung Parabowo sebagai capres.
Politisi senior PDIP, Panda Nababan pun ikutan menekan anak dan menantu Jokowi. Oleh Panda, Gibran disebut anak ingusan untuk menjadi Cawapres (diisukan mendampingi Prabowo).
“Gibran anak ingusan kok, gimana? Nanti anak itu besar kepala, masih belajar dulu lah,” kata mantan Napi Koruptor itu saat Diskusi Adu Perspektif yang digelar Senin, 26 Juni 2023 lalu.
Dua relawan Jokowi, Bara JP dan Projo, masih menunggu arahan Jokowii, terkait dukungan dalam Pilpres 2024.
Usai Ketum Projo Budi Arie Setiadi menjamu relawan pendukung Prabowo Subianto di kantornya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai simpatisan Jokowi itu kerap menunjukkan sikap yang berubah-ubah atau inkonsisten. Padahal Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa Projo belum memutuskan siapa capres yang akan didukung, masih menunggu arahan Jokowi.
“Agenda perjuangan sudah sama, cara pandang melihat tantangan ke depan sudah sama (dengan relawan jokowi lainnya), masak figurnya bisa berbeda?” kata Budi, Jakarta, Kamis (6/7/2023).
Serupa dengan Projo, Ketua Umum Bara JP, Utje Gustaaf Patty juga menyatakan bahwa mereka masih menunggu arahan dari Jokowi. Dia menyebut akan mengikuti arahan yang dipilih oleh Jokowi untuk Pilpres 2024.
Dituding dukung Capres Prabowo juga dialami PSI. pasca menerima kunjungan Prabowo, PSI dituding mendukung Prabowo dan juga dinilai inkonsistensi. Mereka hanya mengutip sepenggal pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie dengan mengabaikan pernyataan Grace bahwa PSI masih menunggu arahan Jokowi.
Menanggapi tudingan tersebut, Grace Natalie menjelaskan bahwa PSI masih punya sejumlah mekanisme internal antara lain Kopdarnas. “Kok bisa konklusinya begini (PSI beralih dukung Prabowo)?” kata Grace Natalie, dikutip dari laman detik.com.
Grace kembali menekankan bahwa berbeda pilihan saat ini tidak menjadikan PSI berjarak dengan siapa pun. “Sekali lagi, PSI belum mengambil keputusan final kecapres mana akan berlabuh. Masih ada mekanisme internal. Kami mengikuti pernyataan Pak Jokowi ‘Ojo Kesusu’,” tegas Grace.
Bukan hanya relawan, keluarga dan PSI, PDIP lewat pecinta setianya Aliffurahman di Chanel youtubenya sewordtv berupaya melemahkan charisma Jokowi dengan membuat tayangan berjudul “Ganjar Lebih Kuat Dari Jokowi”. Mungkin itu dilakukan juga dalam upaya menekan Jokowi agar segera menyatakan dukungan kepada Ganjar di bawah kendali PDIP sebagai Capres.
Beruntung Perkumpulan Wartawan Media Kristiani Indonesia (PERWAMKI) tidak “dirempongi” karena pembukaan Munas mereka pada 7 Juli 2023 juga Mengahdirkan Menhan Prabowo Subianto sebagai Keynote Speaker.
Terkait fenomena tersebut saya menilai saat ini PDIP tengah berupaya menekan sejumlah pihak yang selama ini setia bersama Jokowi agar membuat pernyataan mendukung Ganjar Pranowo dengan tunduk pada aturan PDIP. PDIP ingin memonopoli Capres, tidak seperti saat Jokowi Capres 2019 dimana semuanya adalah kebersamaan, bahkan Ketua Tim Pemenangan Jokowi bukanlah dari PDIP tetapi sosok non parpol, Erick Tohir.
Gaya menekan PDIP tersebut mirip seperti gaya Emak-emang rempong. Emak-emak yang doyan ngerumpi biasanya membicarakan kejelekan orang lain dengan mencari-cari kekurangannya. Tujuannya, agar orang tersebut tidak disukai dan orang lain menyukai si pengosip.
Mengapa Belum Mau Statemen Dukung Ganjar?
Kalau PSI dan para relawan murni Jokowi yang berasal dari masyarakat yang tidak berafiliasi dengan Parpol tertentu belum menyatakan dukungan ke Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024 saya rasa karena ulah PDIP itu sendiri.
Saya melihat, dengan adanya “Desk PDIP” untuk mendukung Ganjar, PDIP ingin mengatur, mengendalikan dan menguasai semua. Inilah yang membuat para relawan seperti akan diperlakukan sama seperti Ganjar sebagai “Petugas Partai” guna mencapai tujuan PDIP, bukan petugas Rakyat yang menjalankan mandataris rakyat guna mencapai cita-cita Negara yang tertuang dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD.
Para relawan Jokowi atau siapa pun yang ingin mendukung Ganjar harus mendapat persetujuan dari PDIP. PDIP dapat menerima atau menolak mereka yang ingin mendukung Ganjar, sekalipun itu parpol seperti PSI. Bahkan ada syarat kepada PSI jika ingin diterima menjadi pendukung Ganjar dengan minta maaf terlebih dahulu kepada Megawati, Ketum PDIP. Inilah salah satu alas an banyak yang menyebut PDIP terlalu sombong dan arogan yang membuat yang tadinya sejak awal mendukung Ganjar menjadi pasif.
Mungkin saja PDIP ingin mematikan atau menghapuskan relawan Jokowi karena dianggap sudah usai dan dinilai bahaya karena akan dapat menjadikan Jokowi Ketum PDIP menggantikan Megawati bukan Puan Maharani.
Saya melihat PDIP sakit hati kepada relawan tersebut dan PSI karena mereka dianggap mendikte, memaksa PDIP untuk mendukung Ganjar sebagai Capres di Pilpres 2024 bukan Puan Maharani seperti yang diinginkan PDIP sejak awal. Padahal para petinggi PDIP sampai membentuk “Dewan Kolonel”, dan memasang baliho Puan dimana-mana tapi elektabilitasnya tidak naik-naik, malahan Ganjar makin melejit.
Saya menilai pernyataan Ganjar yang menolak Timnas Israel di ajang Piala Dunia U-20 atas arahan petinggi PDIP sebagai upaya menurunkan elektabilitas Ganjar sambil berharap naiknya elektabilitas Puan. Usai pernyataan menolak Timnas Israel tersebut memang elektabilitas Ganjar turun tapi Puan tak naik juga.
Sempat akan dibentuk Koalisi Besar yang ingin mendeklarasikan Capres-Cawapres Ganjar-Prabowo atau Prabowo-Ganjar tanpa melibatkan PDIP. PDIP yang ingin masuk ke koalisi besar ditolak karena diaggap ingin mengontrol koalisi. Nah, sakit hati ditolak dan keinginannya ditolak koalisi besar, PDIP segera mendeklarasikan Ganjar sebagai Capres. “Daripada dibajak pihak lain, mending bajak duluan” kata PDIP mungkin dalam hati.
Kok PDIP bajak Ganjar?, Pasalnya, bukan kebiasaan Megawati mendeklarasikan Calon pemimpin, baik Calon kepala daerah maupun presiden dengan tergesa-gesa. Kebiasaan Megawati yang saya tahu selalu di saat injurytime atau di hari khusus yang berkaitan dengan Soekarno ayahnya.
Bisa jadi keinginan PDIP masuk ke koalisi besar dengan mengajukan Puan sebagai Capres atau Cawapres bersama Prabowo tetapi ditolak karena koalisi besar maunya Ganjar. Hal ini mirip seperti analaisa saya pada Pilpres 2014. Dikabarkan, usai MegaPro (Megawati dengan Prabowo sebagai Capres-Cawapres 2009) berikutnya gentian Prabowo dengan PDIP di Pilpres 2014 sesuai pernjanjian “batu Tulis”, saat Pilpres 2014 Megawati mengajukan Puan tetapi Prabowo menolak maka diusunglah Jokowi menjadi Capres PDIP (apalagi elektabilitas Jokowi tinggi saat itu) guna membuat Prabowo sakit hati karena harus melawan otrang yang diorbitkannya sendiri menjadi Gubernur DKI Jakarta dari Solo.
Gagal menyetir Jokowi dan menjadikan Presiden boneka, lantas kembali menegaskan dan memperlakukan Ganjar sebagai “Petugas Partai”. Kali ini dengan sebuah perjanjian tertulis dimana Jokowi tidak dilibatkan dan tidak tahu saat pendeklarasian pencapresan Ganjar.
Mungkin saja, istilah “Petugas Partai” karena Megawati ingin menjadi Presiden RI di balik layar karena ia dua kali gagal menjadi Presiden lewat pemilihan langsung rakyat yakni, Pilpres 2004 dan 2009. Ya seperti pelampiasan dan balas dendamlah.
Itu sebabnya Megawati kerap merendahkan Jokowi di berbagai kesempatan, dan menekankan bahwa PDIP lah yang sangat berjasa kepada Jokowi hingga menjadi Presiden RI, padahal sebaliknya, PDIP lah yang diuntungkan oleh Jokowi. Faktanya, Perolehan suara PDIP saat Pemilu 2009, dimana Megawati sebagai Capres, hanya 14%, baru pada Pemilu 2014, saat Jokowi Capres, suara PDIP meroket hingga menjadi pemenang Pemilu selama 2 tahun berturut-turut.
Jadi, kepada PDIP, stoplah merendahkan Jokowi dan menekan relawan Jokowi dan PSI. Berhentilah bersikap arogan dan sombong agar Ganjar dapat dukungan penuh dari mereka-mereka yang ingin Presiden RI adalah Negarawan bukan Politisi. Mari sukseskan Ganjar menjadi Presiden RI 2024 dengan Kebersamaan, bukan dimonopoli. Bukankah Kebersamaan itu indah?. Semoga!.
Penulis : Agus Panjaitan – “Tegak Lurus Bersama Jokowi”
Be the first to comment