Kasasi Ditolak MA, Guru Besar Unhas, Prof. Marthen Napang Bakal Segera Dijeruji 3 Tahun

Jakarta, majalahspektrum.com – AKIBAT kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), Guru Besar Universitas Hasanudin (Unhas), Prof. Dr. Marthen Napang, S.H., M.H., bakal segera masuk jeruji tahanan selama 3 tahun untuk kasus penipuan (Pasal 378 kUHP).

Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Marthen Napang (MN) divonis hukuman 1 tahun penjara potong masa tahanan.

Tak puas dengan putusan PN. Jakpus, baik MN maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

Sialnya bagi MN, PT. Jakarta malah menambah hukuman penjara bagi Ketua Pengurus Yayasan Sekolah Tinggi Teologia (STT) INTIM, Makasar, Sulawesi Selatan, itu menjadi 3 tahun.

MN tentu tidak puas atas putusan PT. Jakarta tersebut. ia kemudian mengajukan Kasasi ke MA. Melalui register perkara Nomor 1394 K/PID/2025, Rabu, 20 Agustus 2025, MA menolak Kasasi MN. Dengan demikian, MN akan menjalani hukuman penjara selama 3 tahun sesuai putusan PT. Jakarta.

“Begitu salinan putusan diterima PN Jakarta Pusat dan diteruskan ke Kejaksaan, maka Kejari Jakpud akan langsung mengeksekusi yang bersangkutan (MN) untuk masuk tahanan. Diperkirakan salinan putusan MA akan tiba di Kejari Jakpus dalam 12 hari (2 Minggu) ke depan,” kata kuasa hukum korban pelapor, Muhamad Iqbal. S.H. di Jakarta, Selasa (26/08/2025).

Sebetulnya, dalam BAP Polda Metro Jakarta ke PN. Jakpus. MN didskwa 3 pasal berlapis yakni: Pasal 378, 372 dan Pasal 263 KUHP.

“Kami akan perkarakan lagi untuk kasus Pemalsuan Surat Putusan MA (Pasal 263 KUHP) dan menggugat Perdata-nya,” ungkap Iqbal.

Diakui Iqbal, MN masih memiliki hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA, namun langkah tersebut tidak otomatis menunda eksekusi kurungan penjara.

“PK itu hak terdakwa. Tetapi syaratnya harus ada bukti baru (novum). Selama ini semua bukti sudah diuji di PN, PT hingga MA. Walaupun ada PK, itu tidak mempengaruhi eksekusi. Putusan yang sudah inkracht wajib dijalankan, dan itu kewenangan Jaksa Penuntut Umum demi kepastian hukum,” jelasnya.

Diceritkan Iqbal, kasus yang menjeratt MN ini memiliki perjalanan selama 8 tahun. “Secara psikologis tentu sangat berpengaruh bagi klien kami dan keluarganya. Namun kami percaya penegakan hukum memberikan kepastian. Apalagi terdakwa yang menyandang gelar Guru Besar, yang seharusnya memberi teladan, justru berperilaku sebaliknya,” bebernya.

Selain pidana badan, Iqbal mengungkapkan adanya kerugian besar yang dialami kliennya. Tidak hanya dana sebesar Rp950 juta, tetapi juga kerugian immateril berupa tekanan kejiwaan, waktu yang terbuang, hingga kerugian bisnis.

“Nanti akan kami koordinasikan dengan klien kami apakah akan mengajukan gugatan perdata untuk memulihkan kerugian-kerugian tersebut. Karena akibat pidana tentu ada konsekuensi perdata yang bisa ditempuh,” ungkap Iqbal.

M.Iqbal, S.H, didampingi Korban Pelapor, Dr, John Palinggi, Menunjukan Putusan MA yang Menolak Kasasi MN

Sementara, korban pelapor, Dr. John Palinggi, MM, MBA, mengungkapkan bahwa dengan putusan MA yang menolak kasasi MN itu, dirinya kini sudah bisa bernafas lega.

“Untuk soal eksekusi, kita serahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. Saya tunduk dan taat pada proses hukum,” ungkap pengusaha sukses yang juga Ketua Assosiasi Mediator Indonesia itu.

Soal perjalanan panjang kasus itu, Johm Palinggi mengungkap dirinya mengalami penderitaan berat yang menguras tenaga, pikiran, waktu dan materi yang tidak sedikit. Akibat kasus ini, Bisnis John Palinggi terganggu, proyek 800-an miliar lepas.

“Saya habiskan waktu, tenaga, dana, bahkan pikiran sampai hampir gila, karena tekanannya begitu berat selama delapan tahun. Terpidana ini sangat ahli dalam memutarbalikkan fakta dan kenyataan,” ungkapnya.

Yang paling ironis, ungkap John Palinggi, dirinya pernah dilaporkan terpidana MN dengan pasal pencemaran nama baik ke Polresta Makasar.

“Bayangkan, saya korban penipuan malah dijadikan tersangka. Untung setelah gelar perkara status saya dihentikan. Tidak hanya itu, terpidana juga sempat menggugat saya melalui pra peradilan, tetapi ditolak hakim,” bebernya.

Menurut John Palinggi, kasus terberat MN sebenarnya soal pemalsuan surat putusan lembaga negara MA. Namun disayangkan, PN Jakpus hanya memvonis pasal penipuannya saja (378 KUHP).

“Ada lima surat Mahkamah Agung yang dipalsukan oleh terpidana. Seharusnya sebagai Guru Besar, ia memberi teladan. Nyatanya justru sebaliknya,” ujar John.

Lebih jauh diungkapkan John Palinggi, berbekal gelar Profesor dan 5 putusan palsu MA, MN menipunya hingga mengalami kerugian hampir Rp. 1 Miliar yang sebagian besar ditransfer ke nomor rekening Bank fiktif. Rekening bank fiktif sengaja digunakan MN untuk menghindari bukti hukum.

“Mungkin lewat pukulan inilah Tuhan ingin mengubah saya menjadi lebih sabar. Saya percaya setiap kejahatan pasti ada balasannya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa lolos dari hukuman Tuhan bila ia menanam kefasikan dan kejahatan,” tandasnya. (ARP)

 

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan