Dr.John Palinggi Menilai Kekisruhan di KADIN Karena Sudah Melenceng dari Amanat UU No.1/1978

Jakarta, majalahspektrum.com – KETUA Umum Assosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor (ARDIN), Dr, John Palinggi, M.M, M.BA menilai, kekisruhan yang terjadi sekarang ini di KADIN (Kamar Dagang Indonesia) karena organisasi itu sudah melenceng jalannya dari Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1978. 

“Saya paham betul tentang KADIN karena saya pernah menjadi Ketua KADIN Samarinda. lalu Ketua Provinsi Kaltim Tahun 1981, saat itu saya kerja di perusahaan kayu milik Presiden Soeharto, dan ssya Ketua Perkayuan seluruh pengusaha perkayuan se-Kaltim,” ungkap John Palinggi

Lalu pada Tahun 2000, konsultan investor asing yang juga Mediator resmi negara non Hakim ini pindah ke Jakarta diminta oleh Bambang Sulistyo untuk membantu di DPP KADIN  sebagai  Dewan Pertimbangan Kadin Tahun 2010-2015. 

“Ada juga bisikan dari seorang Gubernur tolong bantulah di Kadin DKI Jakarta, maka jadilah saya Dewan penasihat Kadin DKI Jakarta sampai Tahun 2024 ini,” bebernya. 

Belajar dari pengalamannya di Kadin tersebut, John menjadi hafal betul perilaku, gaya (style) maupun trik-trik ysng terjadi di Kadin. 

“Saya termasuk salahsatu pendiri Kadin. Kadin itu didirikan oleh 3 Asosiadi yakni; ARDIN, Ikindo dan Gapenksi, ketiganya diakui pemerintah dan diberi peran luar biasa dalam perjalanannya. ARDIN sendiri berdiri 12 Juli 1979,  Kadin Tahun 1983,” terang John. 

Menurut John, pemerintah sangat menggantungkan harapan supaya Kadin menjadi media yang menyatukan pengusaha, menjadi alat komunikasi pemerintah untuk komunikasi antar pengusaha muda Indonesia untuk rukun, memberi izin usaha dan berperan memberi lapangan usaha, pemerataan kesempatan berusaha.

“Di dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 87 dikatakan pasal 3 dan 4, Kadin adalah wadah komunikasi dan konsultasi bagi semua pengusaha yang tidak bergabung maupun yang bergabung, jadi wadah komunikasi dan konsultasi. lalu di pasal 11 dikatakan Kadin itu independen, bukan organisasi pemerintah dan bukan organisasi partai politik. dan terakhir, daam melakukan kegiatannya tidak mencari keuntungan. faktanya saat ini khan sudah melenceng dari situ,” terang John Palinggi lagi. 

Sambung John Palinggi menilai, Kadin sekarang ini seperti lembaga pemerintah, terafiliasi dengan partai politik atau urusan politik dan ada iuran anggota yang besarannya, jika diakumulasikan bisa mencapai Triliunan Rupiah setahun. 

“Ada yang jadi pengurus Kadin, Hutang di Bank lalu kreditnya macet. Jadi pengurus Kadin sebagai anti bodi kredit macet di Bank. Lalu ada lagi yang memanfaatkan jabatannya di Kadin untuk mendapat Proyek pemerintah, kemudahan usaha perusahaannya dan menghambat pengusaha lain,” beber John. 

“Makanya pengusaha-pengusaha etnis Tionghoa, yang sebetulnya profesional, tidak mau gabung dengan Kadin,” sambung John.

John mengaku beberapa kali menjadi tim sukses calon Ketua Kadin di Munas, diantaranya saat Munas di Bali dan Tajun 1983 di Hotel Horison Ancol. 

“Berhadapan calon di Munas Ancol itu adalah Pak Probosutedjo dan Pak Sukamdani, saya jadi timnya Pak Sukamdani, berhadapan dengan pak Baramuli dan abang saya Pak Surya Paloh di timnya Probosutedjo. Saat itu pak Sukamdani yang terpilih,” kata John mengenang. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan