Setelah STT SETIA, Kini Kasus Ijazah Palsu Jerat STTEI

Jakarta, majalahspektrum.com – SETELAH Sekolah Tinggi Theologia (STT) SETIA, kini terjadi lagi kasus ijazah palsu. Kali ini terjadi jual beli ijazah ilegal di Sekolah Tinggi Theolgia Elohim Indonesia (STTEI) di Kabupaten Minahasa Utara (Minut).

Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Utara (Sulut) melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) mengungkap praktik jual beli ijazah ilegal di STTEI. Polisi berhasil mengamankan tersangka Marten alias MK yang merupakan rektor di universitas swasta tersebut.

“Hasil gelar perkara kami yaitu Saudara MK kewenangannya sebagai rektor yang bertanggung jawab masalah aktivitas belajar-mengajar yang ilegal dan juga mengeluarkan ijazah tanpa hak,” kata Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Utara (Sulut), Kompol Feri Sitorus, seperti dilansir dari detik.com, Rabu (20/10/2021).

Sekolah teologi yang terletak di Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Sulut, ini ternyata tak terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kopertis Wilayah IX Sulut dan Gorontalo. Sang rektor tak ditahan karena sudah lansia.

Dalam pemeriksaan polisi, tersangka MK mengaku mendapat bayaran hingga Rp30 juta di setiap kali menerbitkan satu ijazah doktor.

“Memang kita temukan ruang belajar di rumah Kelurahan Airmadidi tersebut, dengan nama Sekolah Tinggi Teologia Elohim Indonesia. Dari hasil penyelidikan, saksi yang kita lakukan pemeriksaan, Sekolah Tinggi Teologia Elohim Indonesia direktori oleh seorang Profesor MK alias Marten, membuat aktivitas belajar-mengajar dan mengeluarkan ijazah tanpa hak serta telah memeriksa saksi-saksi dan penyitaan ijazah-ijazah tersebut sudah dilakukan,” terang Kompol Sitorus.

Setelah itu, pihak kepolisian berkoordinasi dengan Kemendikbud di Jakarta, juga kopertis wilayah IX. Sitorus menambahkan harga ijazah yang ditawarkan tersangka bervariasi, dari Rp 2,5 juta hingga 7,5 juta.

Ijazah yang diterbitkan tersangka pun tak sesuai dengan program studi yang ada di STTEI, semisal ijazah sarjana pendidikan dan sarjana olahraga. Marten sudah menerbitkan 20 ijazah palsu dalam kurun 5 tahun.

Sitorus menjelaskan, saat ini pelaku tidak ditahan, namun dua hari sekali dalam seminggu wajib lapor di Polda Sulut. “Tersangka inisial MK barusan pulang dari Polda Sulut dan harus wajib lapor setiap Senin-Kamis,” ujar Kompol Sitorus.

Ia mengakui, Polda Sulut memang sebelumnya sudah mendalami kasus ijazah palsu STTEI.

“Pihak universitas menggelar perkuliahan secara ilegal. Kini sudah ada 15 saksi yang diperiksa. Saksinya ada dari mahasiswa dan juga dosen sebanyak 15 orang,” tuturnya

Sitorus menuturkan, ada sekira 70 mahasiswa yang terdaftar di kampus tersebut. Meski begitu, polisi telah menyita ijazah yang tidak sah.

Terpisah, Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim mengungkapkan banyak kepala prodi yang melakukan pelanggaran soal Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Dalam program MBKM, mahasiswa diberi rekognisi 20 SKS. Program ini sama dengan kuliah selama satu semester. Lalu, nilai 20 SKS itu akan dikonversi ke mata kuliah yang ada.

“Permintaan saya ada beberapa hal, yang pertama adalah dari rektor-rektor. Masih banyak sekali kepala prodi yang melanggar peraturan Kemendikbud Ristek. Sudah keluar Kepmen-nya banyak sekali kepala prodi dan dekan-dekan yang melanggar peraturan kita,” kata Nadiem dalam sambutannya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kamis (21/10/2021).

Nadiem menjelaskan, yang dimaksud melanggar adalah, mahasiswa tidak diberikan full 20 SKS saat mengikuti MBKM. Ia pun kerap menerima komplain tersebut dari mahasiswa yang tidak diberi 20 SKS, dengan alasan tidak cocok dengan prodinya.

“Saya setengah marah, setengah kepengen ketawa. Karena sudah jelas kepala prodinya atau dekannya tidak membaca kebijakannya. Ada 3 semester di luar prodi, kok jadi harus disambungin ini sama prodinya. Kebijakannya itu 3 semester di luar prodi, 2 dari 3 semester itu boleh di luar kampus,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut Nadiem, dalam MBKM yang boleh 3 semester di luar prodi. Artinya tidak harus mencocokkan prodinya mahasiswa. Justru program MBKM ini untuk mencari ilmu dalam disiplin yang berbeda.

Jauh sebelum kasus ijazah palsu di STTEI, Tim kejaksaan menangkap mantan rektor Sekolah Tinggi Theologi (STT) Setia, Matheus Mangentang dan dijebloskan ke penjara.

“Pada hari Jumat, tanggal 2 Agustus 2019, telah dilakukan eksekusi atas nama terpidana Matheus Mangentang berdasarkan putusan MA No 3319k/Pid.Sus/2018,” ucap Kasipenkum Kejati DKI Nirwan Nawawi kepada detikcom, Selasa (6/8/2019) lalu.

Selain Matheus, kejaksaan juga mengeksekusi Ernawati Sikbolon selalu Direktur STT Setia. Ernawati menyerahkan diri ke Kejari Jaktim pada Senin (5/8/2019).

Keduanya merupakan terpidana yang masing-masing dihukum 7 tahun dan denda Rp 1 miliar. Keduanya dipidana karena terbukti menerbitkan ijazah tanpa izin dilengkapi izin penyelenggaraan pendidikan. Keduanya terbukti bersalah melanggar Pasal 67 ayat (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, rektor dan mantan direktur STT Setia, Matheus Mangentang dan Ernawaty Simbolon divonis tujuh tahun penjara, dengan denda Rp 1 miliar (subsider tiga bulan) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), dan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Tak terima dengan putusan itu, melalui kuasa hukumnya, Matheus dan Ernawaty mengajukan Peninjauan Kembali (PK). adapun putusan PK MA yakni keduanya tetap dinyatakan bersalah namun tidak dilakukan penahanan penjara.

“Putusan PK mereka masih dikatakan bersalah, dan kami masih ada upaya untuk PK kedua kali,” kata Frans Ansanay mewakili korban pelapor, Sabtu (23/10/2021).

Menurut Frans, pihaknya akan menerima bila pihak Matheys meminta maaf dan berdamai, namun hak para korban berupa ganti-rugi harus dipenuhi. (ARP)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan